AWAL WAKTU SHOLAT
DAN
PENGHITUNGANNYA
Oleh :
Drs. H. FATHURROHMAN SANY
(DIVISI HISAB DAN IPTEK MTT-PWM JATIM)
Makalah disampaikan pada :
Diklat Ilmu Falak
PEMUDA MUHAMMADIYAH BOJONEGORO
Juli 2011
AWAL WAKTU SHOLAT DAN PENGHITUNGANNYA
AWAL WAKTU SHOLAT DAN PENGHITUNGANNYA
Alloh s.w.t. berfirman dalam Al-Qur’an surat
An-Nisa’ 103 :
اِنَّ
الصَّلوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتَابًا مَوْقُوْتًا
Artinya :
Sebagaimana telah ditegaskan
dalam ayat tersebut di atas, maka mengetahui waktu shalat merupakan salah satu
syarat sahnya seseorang mengerjakan shalat,
karena waktu-waktu shalat telah ditentukan oleh Allah s.w.t.. Ketentuan
mengenai awal waktu shalat ini banyak petunjuk yang diberikan, baik di dalam
Al-Qur’an maupun hadits-hadits Rasulullah s.a.w. Hadits yang secara lengkap
menjelaskan tentang waktu shalat antara lain diterima dari Sulaiman bin
Buraidah, dari ayahnya yang menceritakan sebagai berikut :
عن النبى ص.م. اَنَّ رَجُلاً سَاَلَهُ عَنِ الْوَقْتِ الصَّلاَةِ
فقال له : صَلِّ مَعَنَا هَذَيْنِ (يَعْنِى اليَوْمَيْنِ) فَلَمَّا زَالَتِ
السَّمْشُ أَمَرَ بِلاَلاً فَأذَّنَ. ثُمَّ اَمَرَ فَاَقَامَ الظُّهْرَ. ثُمَّ
اَمَرَهُ فَاَقَامَ العَصْرَ, وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ بَيْضَاءُ نَقِيَّةٌ.
ثُمَّ اَمَرَهُ فَاَقَامَ الْمَغْرِبَ حِيْنِ غَابَتِ الشَّمْسُ. ثُمَّ اَمَرَهُ
فَاَقَامَ الْعِشَاءَ خِيْنَ غَابَتِ الشَّفَقُ. ثُمَّ اَمَرَهُ فَاَقَامَ
الْفَجْرَ حِيْنَ طَلَعَ الفَجْرُ. فَلَمَّا اِنْ كَانَ الْيَوْمُ الثَّانِى أَمَرَهُ
فَاَبْرَدَ بِالظُّهْرِ. فَأَبْرَدَ بِهَا. فَأَنْعَمَ اَنْ يُبْرَدَ بِهَا. وَ
صَلَّى الْعَصْرَ وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ. أَخَّرَهَا فَوْقَ الَّذِى كَانَ. وَ
صَلَّى الْمَغْرِبِ قَبْلَ اَنْ يَغِيْبَ الشَّفَقُ. وَ صَلَّى الْعِشَاءَ بَعْدَ
مَا ثُلُثُ الَّيْلِ. وَ صَلَّى الْفَجْرَ فَأَسْفَرَ بِهَا. ثُمَّ قَالَ : اَيْنَ
السَّائِلُ عَنْ وَقْتِ الصَّلاَةِ ؟ فَقَالَ رَجُلٌ : اَنَا, يَا رَسُوْلَ اللهِ
! قَالَ : وَقْتُ صَّلاَتِكُمْ بَيْنَ مَا رَأَيْتُمْ (رواه المسلم)
Artinya :
Dari Nabi s.a.w., seorang
lelaki bertanya kepada beliau soal waktu shalat. Nabi bersabda : “Shalatlah
bersama kami pada dua hari ini.”. Ketika matahari mulai tergelincir ke arah
barat, Rasulullah menyuruh Bilal untuk mengumandangkan adzan, kemudian beliau
menyuruhnya untuk iqamah sebelum dilaksanakan shalat dhuhur. Kemudian beliau
menyuruh mengiqamati shalat ashar, sementara pada waktu itu matahari naik dan
berwarna putih bersih. Kemudian beliau menyuruh Bilal mengiqamati shalat
maghrib ketika matahari sudah terbenam. Kemudian beliau menyuruh Bilal
mengiqamati isya’ ketika awan merah telah benar-benar hilang. Dan kemudian
beliau menyuruh Bilal mengiqamati shalat shubuh ketika suasana fajar sudah
mulai merekah. Ketika memasuki hari kedua Rasulullah menyuruh Bilal untuk agak
menangguhkan shalat dhuhur, dan itu dilaksanakan oleh Bilal. Selanjutnya
Rasulullah melaksanakan shalat ashar ketika matahari sudah kian condong ke
barat, jadi beliau menangguhkannya daripada kemarinnya. Beliau shalat maghrib
sebelum mega menjadi hilang. Beliau shalat isya’ setelah lewat sepertiga malam, dan beliau shalat shubuh
ketika hari sudah remang-remang. Kemudian beliau bersabda : “Dimana orang yang
bertanya mengenai waktu shalat ? Laki-laki tadi menjawab :”Saya, ya Rasulullah
!” Rasulullah bersabda : Waktu shalatmu ialah seperti yang kamu lihat.”
(H.R.Muslim) [2]
Analisa Astronomis
Dari
penjelasan Rasulullah s.a.w. tersebut dapat disimpulkan mengenai awal dan akhir
waktu tiap-tiap shalat sebagai berikut :
¨ Shalat
dhuhur dimulai saat matahari tergelincir ke arah barat. Ini berarti bahwa
secara astronomis matahari telah melampaui garis meredian (Merpass). Perlu
dipahami bahwa secara astronomis, keadaan Merpass ini tidak selalu matahari
berhimpit dengan titik zenit (tepat di atas kepala kita). Hal ini
disebabkan pergeseran matahari dari katulistiwa, ke lintang utara, ke tengah
dan ke lintang selatan selalu bergerak secara konstan dan tidak pernah
berhenti.
Perhatikan gambar berikut
ini :

23°27’LU
Lintasan
Matahari
0°
Garis Bujur
23°27’LS
¨
Shalat ashar dimulai saat matahari mulai naik
dan berwarna putih bersih (murtafi’atun baidlaa-u naqiyyatun). Naiknya
matahari yang dalam istilah dikenal dengan istilah irtifa’ yang terang
benderang artinya ketinggian matahari pada posisi pertengahan antara Merpass
dengan terbenam, yakni membentuk sudut sama kaki (45°) yang dalam istilah ilmu
fiqh sering disebut antara benda asli dengan bayangan sama panjangnya.
![]() |
C b
= c atau AB = AC

![]() |
|||
![]() |
|||
B c
A
Posisi matahari saat awal
waktu ashar
Perlu dipahami bahwa sudut 45° bukan berarti posisi
matahari tepat di tengah-tengah antara Merpass dengan terbenam. Sekali lagi ini
juga akibat pergeseran posisi matahari arah utara selatan.
¨ Awal
waktu maghrib dimulai saat matahari terbenam. Perngertian matahari terbenam
artinya piringan bagian atas matahari telah melampaui garis horizon,
sebagaimana kita lihat pada gambar berikut ini :

P
Keterangan :
B = titik arah barat
P = titik pusat matahari
O = tempat pengamat
Sudut BOP = saat terbenam matahari
¨ Awal
waktu isya’ disebutkan dalam hadits tersebut dimulai ketika awan merah
benar-benar telah hilang.
Sedangkan awal waktu shubuh ketika
suasana fajar sudah mulai merekah. Sebagaimana
diketahui bahwa bumi kita ini dibungkus dengan berlapis-lapis zat yang
selanjutnya disebut atmosphere[3].
Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis, mulai dari Troposphere antara 0 s.d.
20 km yang mengandung banyak unsur yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup
semua makhluk di permukaan bumi ini. Di atasnya ada Stratosphere antara 20 s.d.
55 km di atas permukaan laut. Di dalamnya ada lapisan ozon yang merupakan
pelindung utama bagi struktur lapisan di bawahnya. Lapisan inilah yang menjadi
semacam perisai pengaman
yang “menolak” masuknya sinar ultra violet dari matahari ke bumi kita. Di
atasnya lagi ada Mesosphere yang terbagi menjadi dua sub lapisan yakni
Stratopause dan Mesopause pada ketinggian antara 55 s.d. 60 km dan lapisan
paling atas adalah Thermosphere sampai ketinggian 100 km di atas permukaan
laut. Lapisan-lapisan ini pada lapisan bawah terdiri atas zat-zat berat semakin
tinggi prosentase zat ringan semakin besar. Lapisan-lapisan atmosphere ini
merupakan partikel-partikel yang ketika terkena sinar matahari akan memantulkan
cahaya pembiasan. Pembiasan ini dapat kita amati sampai kira-kira matahari
berada pada posisi -18° s.d. -20° di bawah garis horizon/ufuk, yang dalam
istilah ilmu astronomi dinamakan Twilight.
Menurut gelap terangnya cahaya bias ini, para ahli membaginya menjadi tiga
tahapan, yakni[4]
:
¨ Civil
Twilight dengan cahaya yang cukup terang, ketika matahari berada pada ketinggian
antara 0° sampai dengan –6° di bawah ufuk.
¨ Nautical
Twilight dengan cahaya yang sedikit meredup, ketika matahari pada ketinggian antara
-6° sampai dengan -12° di bawah ufuk.
¨ Astronomical
Twilight dengan cahaya cukup gelap dan sulit membedakan/mengenali wajah seseorang
tanpa bantuan cahaya lain. Hal ini terjadi ketika matahari pada ketinggian
antara -12° sampai dengan –18° pada sore hari dan –20° pada pagi hari.
Pembiasan
inilah yang setelah terbenam matahari kita namakan mega merah dan sebelum
terbit kita namakan fajar. Karena itu dalam penghitungan awal waktu isya’
ketinggian matahari dihitung –18°, sedangkan pada waktu shubuh dihitung –20°.
PENGHITUNGAN AWAL WAKTU SHALAT
Awal waktu
shalat untuk satu daerah dengan daerah lain berbeda. Demikian juga antara suatu
hari dengan hari lainnya. Hal ini disebabkan penetapan awal waktu shalat
sepenuhnya didasarkan atas pengaruh cahaya matahari yang ditangkap dari
permukaan bumi. Sedangkan intensitas cahaya dan sudut pandang yang diterima
tiap-tiap ruang di permukaan bumi ini tentu berbeda karena berbeda posisinya.
Di samping itu akibat lintasan orbit bumi yang berbentuk lonjong dan berrotasi
pada posisi miring, maka arah lihat suatu tempat di permukaan bumi terhadap
mataharipun selalu berubah setiap saat. Namun perubahan itu terjadi dalam
keadaan konstan dan dapat diperhitungkan. Karena itulah pernghitungan awal
waktu shalat ini seharusnya kita perhitungkan setiap hari di setiap tempat yang
berbeda. Memang ada upaya mengkonversikan (menambah atau mengurangi beberapa
menit) antara tempat yang berdekatan. Upaya ini sebenarnya bisa kita lakukan
sepanjang posisi lintang tempat masing-masing tidak berbeda terlalu jauh. Sebab
kalau perbedaan lintang tempat terlalu jauh, tentu sudut pandang ke arah
mataharipun berbeda pula. Akibatnya konversi yang hanya didasarkan atas bujur
tempat itu akan mengalami kesalahan yang cukup besar.
- Data-data Pendukung
Sebelum kita melakukan penghitungan awal waktu shalat,
yang perlu kita persiapkan terlebih dahulu adalah data-data pendukung yang kita
pakai sebagai dasar penghitungan. Data-data yang berkaitan dengan posisi pengamat di bumi
yang meliputi :
a.
bujur tempat yang dalam penghitungan
sering disimbulkan dengan [λ]
b.
lintang tempat yang dalam
penghitungan sering disimbulkan dengan [φ]
Data-data tersebut dapat kita perloleh melalui berbagai
cara sebagaimana telah dibahas pada bab terdahulu. Di samping itu dibutuhkan
juga data-data tentang posisi matahari. Data yang paling akurat dalam hal ini
dapat kita peroleh antara lain melalui Almanak Nautika yang terbit
setiap tahun dari Dinas Hidro Oseanografi TNI-AL, atau atau data yang secara
khusus disusun untuk keperluan hisab yaitu Ephemeris Hisab Rukyat yang
setiap tahun diterbitkan oleh Departemen Agama. Data ini juga bisa kita peroleh
melalui program komputer yang disusun oleh lembaga yang sama dengan tajuk Winhisab2001
atau Hisabwin yang bisa kita peroleh dari Kantor Departemen Agama
setempat ataupun Kantor Pengadilan Agama. Adapun data-data matahari yang kita
ambil dari sumber-sumber tersebut untuk keperluan penghitungan awal waktu
shalat meliputi :
a.
Apparent Declination
Data ini dikenal dalam bahasa Indonesia sebagai Deklinasi
Matahari yang terlihat (bukan deklinasi matahari yang hakiki) dan dalam
istilah kitab klasik dikenal dengan istilah Mailus Syams, yaitu jarak
matahari dari garis equator (katulistiwa) sebagai akibat dari gerak matahari
tahunan. Nilai
deklinasi positif berarti matahari berada di sebelah utara garis Equator,
sedang bernilai negatif bila berada di sebelah selatan. Data ini juga kita
perlukan untuk penghitungan antara lain awal waktu shalat, bayangan benda arah
kiblat, waktu ijtima’, ketinggian hilal, gerhana dan sebagainya. Dalam penghitungan data ini sering
disimbulkan dengan [δ].
b.
Semi Diameter
Data ini dikenal dalam bahasa Indonesia sebagai
jari-jari matahari atau dalam kita klasik dikenal Nisful Quthr, yakni
jarak dari titik pusat matahari sampai dengan piringan luarnya. Data ini diperlukan untuk
penghitungan secara pasti saat terbit dan terbenamnya matahari. Namun biasanya
untuk keperluan penghitungan awal waktu shalat data ini lebih banyak diabaikan,
karena cukup dilakukan pembulatan saja bahwa ketingian matahari –1°, baik saat
terbit maupun terbenamnya.
c.
Equation of Time
Data ini dikenal dalam bahasa Indonesia sebagai Perata
Waktu atau dalam kitab klasik dikenal dengan istilah Ta’dilul Waqt
atau Ta’dilus Syams, yakni selisih antara waktu kulminasi hakiki dengan
waktu kulminasi rata-rata. Dalam penghitungan data ini biasa disimbulkan dengan
[e].
Catatan :
Dalam pengambilan data untuk keperluan penghitungan
awal waktu shalat ini, apabila hasil penghitungan tersebut digunakan untuk
keperluan pembuatan jadwal imsakiyah khusus bulan Ramadhan ataupun untuk
keperluan ru’yatul hilal dan gerhana, dimana hal-hal tersebut
membutuhkan tingkat akurasi yang tinggi, maka pengambilan data melalui
sumber-sumber akurat sebagaimana tersebut di atas sangat perlu. Tetapi bila untuk
keperluan pembuatan jadwal harian biasa, maka data deklinasi dan perata waktu
bisa menggunakan tabel berikut ini. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
menggunakan tabel ini adalah :
a.
Tabel ini dibuat dengan interval
5 harian tiap bulannya, hal ini dimaksudkan untuk keperluan penyusunan jadwal
yang biasa dipakai pada penerbitan kalender yang juga menggunakan interval
seperti itu.
b.
Dibuat dengan siklus 4 tahunan,
karena adanya tahun kabisat dengan penambahan 1 hari pada bulan Februari,
sehingga ada pergeseran hari pada bulan-bulan berikutnya.
c.
Penggunaan tabel ini menyesuaikan
dengan tahun yang akan dihitung. Misalnya kita akan menghitung tahun 2009, maka
kita lihat bahwa kabisatnya jatuh pada tahun 2008. Berarti tahun 2009 adalah
tahun basithoh ke-1, dan seterusnya.
d.
Data-data dalam tabel ini diambil
dari Data Ephemeris, meskipun terkadang ada selisih sedikit pada detiknya.
Namun penggunaannya cukup kaurat, mengingat dalam penghitungan awal waktu
shalat selalu ditambahkan dengan ikhtiyati 2 menit dan kelebihan detik
diabaikan.
DAFTAR DEKLINASI MATAHARI DAN
PERATA WAKTU
DALAM SIKLUS 4 TAHUNAN
Bln
|
Tgl.
|
Basithoh ke-1
|
Basithoh ke-2
|
Basithoh ke-3
|
Kabisat
|
||||
Deklinasi
|
Prt.Wkt.
|
Deklinasi
|
Prt.Wkt.
|
Deklinasi
|
Prt.Wkt.
|
Deklinasi
|
Prt.Wkt.
|
||
Januari
|
1
|
- 23°00’
|
- 03’09”
|
- 23°01’
|
- 03’15”
|
- 23°03’
|
- 3’21”
|
- 23°04’
|
- 3’03”
|
6
|
- 22°31’
|
- 05’28”
|
- 22°22’
|
- 05’34”
|
- 22°34’
|
- 5’40”
|
- 22°36’
|
- 5’22”
|
|
11
|
- 21°50’
|
- 07’36”
|
- 21°51’
|
- 07’42”
|
- 21°54’
|
- 7’48”
|
- 21°55’
|
- 7’30”
|
|
16
|
- 20°58’
|
- 09’30”
|
- 21°00’
|
- 09’36”
|
- 21°03’
|
- 9’42”
|
- 21°05’
|
- 9’24”
|
|
21
|
- 19°56’
|
- 11’07”
|
- 19°59’
|
- 11’13”
|
- 20°02’
|
- 11’19”
|
- 20°06’
|
- 11’01”
|
|
26
|
- 18°45’
|
- 12’26”
|
- 18°48’
|
- 12’32”
|
- 18°52’
|
- 12’38”
|
- 18°56’
|
- 12’20”
|
|
31
|
-17°25’
|
-13’25”
|
-17°29’
|
-13’31”
|
-17°33’
|
-13’37”
|
-17°38’
|
-13’19”
|
|
Februari
|
1
|
- 17°08’
|
-13’34”
|
- 17°12’
|
-13’40”
|
- 17°17’
|
-13’46”
|
- 17°21’
|
-13’28”
|
6
|
- 15°40’
|
-14’09”
|
- 15°44’
|
-14’15”
|
- 15°49’
|
-14’21”
|
- 15°53’
|
-14’03”
|
|
11
|
- 14°04’
|
-14’23”
|
- 14°09’
|
-14’29”
|
- 14°14’
|
-14’35”
|
- 14°19’
|
-14’17”
|
|
16
|
- 12°23’
|
-14’17”
|
- 12°28’
|
-14’23”
|
- 12°33’
|
-14’29”
|
- 12°39’
|
-14’11”
|
|
21
|
- 10°37’
|
-13’53”
|
- 10°42’
|
-13’59”
|
- 10°47’
|
-13’05”
|
- 10°53’
|
-13’47”
|
|
26
|
- 08°46’
|
-13’13”
|
- 08°52’
|
-13’19”
|
- 08°57’
|
-13’25”
|
- 09°03’
|
-13’07”
|
|
29
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-07°56’
|
-12°35’
|
|
Maret
|
1
|
- 07°39’
|
-12’30”
|
- 07°44’
|
-12’36”
|
- 07°50’
|
-12’42”
|
- 07°33’
|
-12’24”
|
6
|
- 05°43’
|
-11’25”
|
- 05°49’
|
-11’31”
|
- 05°55’
|
-11’37”
|
- 05°38’
|
-11’19”
|
|
11
|
- 03°46’
|
-10’10”
|
- 03°52’
|
-10’16”
|
- 03°58’
|
-10’22”
|
- 03°41’
|
-10’04”
|
|
16
|
- 01°48’
|
-08’47”
|
- 01°54’
|
-08’53”
|
- 02°00’
|
-08’59”
|
- 01°42’
|
-08’41”
|
|
21
|
+ 00°09’
|
-07’20”
|
+ 00°04’
|
-07’26”
|
+ 00°01’
|
-07’32”
|
+ 00°15’
|
-07’14”
|
|
26
|
+ 02°08’
|
-05’49”
|
+ 02°02’
|
-05’55”
|
+ 01°56’
|
-06’01”
|
+ 02°13’
|
-05’43”
|
|
31
|
+ 04°05’
|
-04’19”
|
+ 03°59’
|
-04’25”
|
+ 03°53’
|
-04’31”
|
+ 04°10’
|
-04’13”
|
|
April
|
1
|
+ 04°28’
|
-04’01”
|
+ 04°22’
|
-04’07”
|
+ 04°16’
|
-04’13”
|
+ 04°34’
|
-03’55”
|
6
|
+ 06°22’
|
-02’33”
|
+ 06°17’
|
-02’39”
|
+ 06°11’
|
-02’45”
|
+ 06°28’
|
-02’27”
|
|
11
|
+ 08°14’
|
-01’11”
|
+ 08°09’
|
-01’17”
|
+ 08°04’
|
-01’23”
|
+ 08°20’
|
-01’05”
|
|
16
|
+ 10°03’
|
+00’16”
|
+ 09°58’
|
+00°22”
|
+ 09°53’
|
+00’28”
|
+ 10°08’
|
+00’10”
|
|
21
|
+ 11°47’
|
+01’22”
|
+ 11°42’
|
+01’28”
|
+ 11°37’
|
+01’34”
|
+ 11°52’
|
+01’16”
|
|
26
|
+ 13°27’
|
+02’17”
|
+ 13°22’
|
+02’23”
|
+ 13°17’
|
+02’29”
|
+ 13°32’
|
+02’11”
|
|
30
|
+ 14°39’
|
+02’52”
|
+ 14°37’
|
+02’58”
|
+ 14°32’
|
+03’04”
|
+ 14°47’
|
+02’46”
|
|
Mei
|
1
|
+ 15°01’
|
+03’00”
|
+ 14°56’
|
+03’06”
|
+ 14°52’
|
+03’12”
|
+ 15°05’
|
+02’54”
|
6
|
+ 16°29’
|
+03’29”
|
+ 16°24’
|
+03’35”
|
+ 16°20’
|
+03’41”
|
+ 16°33’
|
+03’23”
|
|
11
|
+ 17°49’
|
+03’44”
|
+ 17°46’
|
+03’50”
|
+ 17°42’
|
+03’56”
|
+ 17°53’
|
+03’38”
|
|
16
|
+ 19°03’
|
+03’46”
|
+ 18°59’
|
+03’52”
|
+ 18°56’
|
+03’58”
|
+ 19°06’
|
+03’40”
|
|
21
|
+ 20°08’
|
+03’33”
|
+ 20°05’
|
+03’39”
|
+ 20°02’
|
+03’45”
|
+ 20°11’
|
+03’27”
|
|
26
|
+ 21°05’
|
+03’07”
|
+ 21°02’
|
+03’13”
|
+ 21°00’
|
+03’19”
|
+ 21°08’
|
+03’01”
|
|
31
|
+ 21°53’
|
+02’28”
|
+ 21°51’
|
+02’34”
|
+ 21°49’
|
+02’40”
|
+ 21°55’
|
+02’22”
|
|
Juni
|
1
|
+ 22°01’
|
+02’20”
|
+ 21°59’
|
+02’26”
|
+ 21°57’
|
+02’32”
|
+ 22°03’
|
+02’14”
|
6
|
+ 22°38’
|
+01’29”
|
+ 22°36’
|
+01’35”
|
+ 22°37’
|
+01’41”
|
+ 22°39’
|
+01’23”
|
|
11
|
+ 23°04’
|
+00’32”
|
+ 23°03’
|
+00’38”
|
+ 23°02’
|
+00’44”
|
+ 23°05’
|
+00’26”
|
|
16
|
+ 23°20’
|
-00’43”
|
+ 23°19’
|
-00’49”
|
+ 23°19’
|
-00’55”
|
+ 23°20’
|
-00’37”
|
|
21
|
+ 23°26’
|
-01’48”
|
+ 23°26’
|
-01’54”
|
+ 23°26’
|
-02’00”
|
+ 23°26’
|
-01’42”
|
|
26
|
+ 23°21’
|
-02’52”
|
+ 23°22’
|
-02’58”
|
+ 23°22’
|
-03’04”
|
+ 23°21’
|
-02’46”
|
|
30
|
+ 23°11’
|
-03’41”
|
+ 23°07’
|
-03’47”
|
+ 23°12’
|
-03’53”
|
+ 23°09’
|
-03’35”
|
|
Juli
|
1
|
+ 23°07’
|
-03’53”
|
+ 23°07’
|
-03’59”
|
+ 23°08’
|
-04’05”
|
+ 23°06’
|
-03’47”
|
6
|
+ 22°42’
|
-04’47”
|
+ 22°43’
|
-04’53”
|
+ 22°45’
|
-04’59”
|
+ 22°42’
|
-04’41”
|
|
11
|
+ 22°07’
|
-05’33”
|
+ 22°09’
|
-05’39”
|
+ 22°11’
|
-05’45”
|
+ 22°07’
|
-05’27”
|
|
16
|
+ 21°23’
|
-06’07”
|
+ 21°25’
|
-06’13”
|
+ 21°26’
|
-06’19”
|
+ 21°21’
|
-06’01”
|
|
21
|
+ 20°30’
|
-06’28”
|
+ 20°32’
|
-06’34”
|
+ 20°35’
|
-06’40”
|
+ 20°27’
|
-06’22”
|
|
26
|
+ 19°28’
|
-06’36”
|
+ 19°31’
|
-06’42”
|
+ 19°34’
|
-06’48”
|
+ 19°25’
|
-06’30”
|
|
31
|
+ 18°18’
|
-06’28”
|
+ 18°21’
|
-06’34”
|
+ 18°25’
|
-06’40”
|
+ 18°14’
|
-06’22”
|
Lanjutan
Bln
|
Tgl.
|
Basithoh ke-1
|
Basithoh ke-2
|
Basithoh ke-3
|
Kabisat
|
||||
Deklinasi
|
Prt.Wkt.
|
Deklinasi
|
Prt.Wkt.
|
Deklinasi
|
Prt.Wkt.
|
Deklinasi
|
Prt.Wkt.
|
||
Agustus
|
1
|
+ 18°03’
|
- 06’21”
|
+ 18°07’
|
- 06’22”
|
+ 18°11’
|
- 06’22”
|
+ 18°00’
|
- 06’20”
|
6
|
+ 16°44’
|
- 05’59”
|
+ 16°48’
|
- 06’01”
|
+ 16°52’
|
- 06’02”
|
+ 16°39’
|
- 05’58”
|
|
11
|
+ 15°19’
|
- 05’24”
|
+ 15°23’
|
- 05’26”
|
+ 15°27’
|
- 05’28”
|
+ 15°14’
|
- 05’21”
|
|
16
|
+ 13°47’
|
- 04’34”
|
+ 13°51’
|
- 04’36”
|
+ 13°55’
|
- 04’38”
|
+ 13°43’
|
- 04’30”
|
|
21
|
+ 12°10’
|
- 03’32”
|
+ 12°14’
|
- 03’35”
|
+ 12°18’
|
- 03’38”
|
+ 12°07’
|
- 03’28”
|
|
26
|
+ 10°28’
|
- 02’18”
|
+ 10°32’
|
- 02’22”
|
+ 10°36’
|
- 02’26”
|
+ 10°25’
|
- 02’14”
|
|
31
|
+ 08°42’
|
- 00’54”
|
+ 08°46’
|
- 00’58”
|
+ 08°50’
|
- 01’02”
|
+ 08°39’
|
- 00’50”
|
|
September
|
1
|
+ 08°20’
|
- 00’37”
|
+ 08°25’
|
- 00’41”
|
+ 08°30’
|
- 00’45”
|
+ 08°13’
|
- 00’32”
|
6
|
+ 06°30’
|
+00’56”
|
+ 06°35’
|
+00’51”
|
+ 06°40’
|
+00’46”
|
+ 06°23’
|
+01’01”
|
|
11
|
+ 04°37’
|
+02’36”
|
+ 04°42’
|
+02’31”
|
+ 04°48’
|
+02’26”
|
+ 04°30’
|
+02’41”
|
|
16
|
+ 02°42’
|
+04’20”
|
+ 02°47’
|
+04’16”
|
+ 02°53’
|
+04’10”
|
+ 02°35’
|
+04’26”
|
|
21
|
+ 00°46’
|
+06’06”
|
+ 00°51’
|
+06’00”
|
+ 00°57’
|
+05’57”
|
+ 00°37’
|
+06’11”
|
|
26
|
- 01°10’
|
+07’51”
|
- 01°05’
|
+07’46”
|
- 00°59’
|
+07’41”
|
- 01°17’
|
+07’56”
|
|
30
|
- 02°58’
|
+09’13”
|
- 02°53’
|
+09’08”
|
- 02°47’
|
+09’03”
|
- 03°05’
|
+09’18”
|
|
Oktober
|
1
|
- 03°06’
|
+09’38”
|
- 03°01’
|
+09’33”
|
- 04°55’
|
+09’28”
|
- 03°13’
|
+09’43”
|
6
|
- 05°02’
|
+11’55”
|
- 04°57’
|
+11’55”
|
- 04°52’
|
+11’55”
|
- 05°09’
|
+11’55”
|
|
11
|
- 06°57’
|
+13’19”
|
- 06°52’
|
+13’19”
|
- 06°46’
|
+13’19”
|
- 07°04’
|
+13’19”
|
|
16
|
- 08°48’
|
+14’30”
|
- 08°43’
|
+14’30”
|
- 08°36’
|
+14’30”
|
- 08°55’
|
+14’30”
|
|
21
|
- 10°37’
|
+15’28”
|
- 10°32’
|
+15’28”
|
- 10°26’
|
+15’28”
|
- 10°44’
|
+15’28”
|
|
26
|
- 12°22’
|
+16’08”
|
- 12°17’
|
+16’08”
|
- 12°11’
|
+16’08”
|
- 12°29’
|
+16’08”
|
|
31
|
- 14°02’
|
+16’30”
|
- 13°57’
|
+16’30”
|
- 13°51’
|
+16’30”
|
- 14°09’
|
+16’30”
|
|
Nopember
|
1
|
- 14°22’
|
+16’32”
|
- 14°17’
|
+16’32”
|
- 14°11’
|
+16’32”
|
- 14°29’
|
+16’32”
|
6
|
- 15°55’
|
+16’30”
|
- 15°50’
|
+16’30”
|
- 15°44’
|
+16’30”
|
- 16°02’
|
+16’30”
|
|
11
|
- 17°22’
|
+16’07”
|
- 17°17’
|
+16’07”
|
- 17°11’
|
+16’07”
|
- 17°29’
|
+16’07”
|
|
16
|
- 18°41’
|
+15’22”
|
- 18°36’
|
+15’22”
|
- 18°30’
|
+15’22”
|
- 18°48’
|
+15’22”
|
|
21
|
- 19°52’
|
+14’16”
|
- 19°47’
|
+14’16”
|
- 19°41’
|
+14’16”
|
- 19°59’
|
+14’16”
|
|
26
|
- 20°54’
|
+12’50”
|
- 20°49’
|
+12’50”
|
- 20°43’
|
+12’50”
|
- 21°03’
|
+12’50”
|
|
30
|
- 21°26’
|
+11’28”
|
- 21°21’
|
+11’28”
|
- 21°15’
|
+11’28”
|
- 21°33’
|
+11’28”
|
|
Desember
|
1
|
- 21°46’
|
+11’06”
|
- 21°41’
|
+11’06”
|
- 21°35’
|
+11’06”
|
- 21°53’
|
+11’06”
|
6
|
- 22°27’
|
+09’06”
|
- 22°22’
|
+09’06”
|
- 22°16’
|
+09’06”
|
- 22°34’
|
+09’06”
|
|
11
|
- 22°56’
|
+06’53”
|
- 22°51’
|
+06’53”
|
- 22°45’
|
+06’53”
|
- 23°03’
|
+06’53”
|
|
16
|
- 23°18’
|
+04’31’
|
- 23°13’
|
+04’31’
|
- 23°07’
|
+04’31’
|
- 23°25’
|
+04’31’
|
|
21
|
- 23°26’
|
+02’04”
|
- 23°21’
|
+02’04”
|
- 23°15’
|
+02’04”
|
- 23°33’
|
+02’04”
|
|
26
|
- 23°22’
|
- 00’37”
|
- 23°17’
|
- 00’37”
|
- 23°11’
|
- 00’37”
|
- 23°29’
|
- 00’37”
|
|
31
|
- 23°06’
|
- 03’02”
|
- 23°01’
|
- 03’02”
|
- 22°55’
|
- 03’02”
|
- 23°13’
|
- 03’02”
|
Catatan :
1. Tabel
ini hanya digunakan untuk penghitungan awal waktu shalat untuk keperluan
pembuatan jadwal biasa.
2. Untuk
penghitungan yang membutuhkan akurasi tinggi, sebaiknya menggunakan data-data
lain yang lebih akurat.
3. Langkah
untuk pengambilan data adalah :
a.
Bagilah tahun dengan angka 4,
sisanya adalah basithoh.
b.
Bila angka tahun habis dibagi 4,
maka gunakan kolom kabisat.
c.
Untuk mencari data pada tanggal yang
tidak tercantum, gunakan rumus interpolasi yakni : A – ( A – B ) x C / I
4. Semua data Perata waktu (quation of Time) dalam
menit dan detik.
- Rumus-rumus Pendukung
a.
Merpass
Pedoman pokok penghitungan awal waktu shalat dimulai
dari waktu dhuhur. Hal ini disebabkan waktu dhuhur dimulai saat matahari tepat
pada posisi melintasi garis bujur (meredian) tempat dimana kita akan
menghitungnya atau biasa kita kenal dengan istilah Merpass atau Zawalus
Syams. Pada
posisi inilah sebenarnya perata waktu itu dihitung secara pasti. Karena menurut
kesepakatan jam dimulai pada tengah malam sedangkan Merpass terjadi saat tengah
(siang) hari, maka harus ditambah 12 jam. Jadi rumus untuk ini adalah :
12 – e
b.
Koreksi Waktu Daerah
Rumus “12 – e” tersebut di atas menghasilkan saat
matahari tepat berada di garis bujur masing-masing tempat di muka bumi ini,
untuk waktu local, atau biasa disebut Local Mean Time atau Waktu Istiwa’.
Sedangkan di masing-masing negara telah
ditetapkan waktu daerah yang didasarkan atas bujur-bujur istimewa (bujur yang
habis dibagi 15°). Sebagaimana telah dibahas di muka bahwa Indeonesia terbagi
menjadi 3 waktu daerah, yakni WIB, WITA dan WIT. Karena itu untuk menyesuaikan
dengan waktu daerah tersebut, maka diperlukan melakukan koreksi waktu daerah,
dengan rumus :
Kwd = (ω – λ)/15
(λ = bujur tempat dan ω = bujur waktu daerah)
Dengan adanya koreksi ini, maka gabungan kedua rumus yang
merupakan awal waktu dhuhur berdasarkan waktu daerah adalah :
Merpass = 12 – e
+ (ω - λ)/15
c.
Sudut Waktu dan Tinggi Matahari
Sudut waktu secara singkat dapat dikatakan jarak matahari
dari titik zenit (titik atas tempat kita berdiri), yang biasa disimbulkan
dengan [Zm]. Sudut waktu bernilai positif berarti matahari berada di
sebelah barat titik zenit sampai titik nadir (titik bawah), dan bernilai
negatif apabila matahari di sebelah timur titik zenit sampai titik nadir. Rumus
untuk mencari besarnya sudut waktu ini adalah :
Zm
= /φ – δ/
(φ = lintang tempat, dan δ = deklinasi matahari)
Di samping itu pengukuran posisi matahari juga biasa
dilihat dari ketinggiannya dari garis horizon/ufuk, yang biasa disimbulkan
dengan [hm]. Karena jarak antara titik zenit dengan garis horizon
adalah 90°, maka dapat dikatakan bahwa :
hm = 90° -
/φ – δ/
(tanda /../ artinya Absuolut atau
nilai negatif diabaikan)
Perhatikan gambar berikut ini :

Zm + Hm = ZPH
M Hm
= 90° - Zm
Zm
= 90° - Hm
H P
Berdasarkan penjelasan-penjelasan terdahulu, maka
tinggi matahari (Hm) untuk masing-masing awal waktu shalat adalah sebagai
berikut :
-
Waktu Dhuhur : sama dengan Merpass
-
Waktu Ashar : Cotan Hm = tan/φ-δ/ + 1
-
Waktu Maghrib : H = -1°
-
Waktu Isya’ : H = -18°
-
Waktu Shubuh : H = -20°
-
Waktu Syuruq : H = -1
-
Waktu Dhuha : H = +4°30’
d.
Ikhtiyathi
Pada awalnya ikhtiyathi merupakan pembulatan dari hasil
penghitungan akhir awal waktu shalat, yakni kelebihan kurang dari setengah
menit dihilangkan dan lebih dari setengah menit dibulatkan ke atas.[5]
Namun dalam perkembangan selanjutnya disepakati bahwa untuk benar-benar yakin
bahwa waktu shalat telah tiba atau belum berakhir (khususnya waktu shubuh) maka
hasil akhir penghitungan harus ditambah atau dikurangi (khusus saat terbit
matahari) sebanyak 2 menit dari angka bulat menitnya. Misalnya
hasil akhirnya adalah jam 17:25’37.89”, maka angka bulat menitnya adalah 25
ditambah 2 menit, menjadi 17:27’.
e.
Konversi antar bujur
Seringkali kita lihat dalam penerbitan kalender, jadwal
waktu shalat yang tercetak dilengkapi dengan konversi waktu untuk kota-kota di
sekitar tempat penerbitan kalender tersebut. Hal ini dapat kita maklumi karena
sebaran kelender tersebut tidak hanya di kota itu saja, tetapi juga bisa
tersebar di kota-kota lain. Namun dalam menggunakan atau menghitung konversi
ini hal yang perlu diingat adalah :
-
Konversi pada dasarnya hanya
menghitung selisih waktu berdasarkan selisih bujur saja, tanpa memperhitungkan
selisih lintang tempat. Karena itu konversi hanya berlaku untuk wilayah yang
lintang tempatnya tidak berbeda terlalu jauh (tidak lebih dari 0°30’).
-
Konversi yang dilakukan untuk
wilayah yang lintangnya lebih dari 0°30’ akan terjadi banyak kekeliruan,
mengingat penghitungan awal waktu shalat juga melibatkan data “Zm” atau “Hm”,
yang merupakan perpaduan antara data lintang tempat dan deklinasi matahari.
-
Konversi hanya berlaku pada
penghitungan awal waktu shalat yang telah dikonversikan ke waktu daerah. Sebab
penghitungan waktu istiwa’(Local Mean Time) waktunya berbeda antara satu
kota dengan kota lainnya.
-
Penghitungan konversi khususnya
untuk kota-kota di wilayah bujur timur adalah sebagai berikut :
Konv = - (λ’ –
λ) x 4 menit
- Penghitungan Awal Waktu Shalat
Sebelum melakukan penghitungan, hal pertama yang harus
kita lakukan adalah mencari data-data yang kita butuhkan untuk penghitungan. Misalnya kita akan
menghitung awal waktu shalat untuk kota Madiun pada tanggal 24 Oktober 2006.
Kita mengambil data dari program Hisabwin untuk tanggal tersebut sebagaimana
pada lampiran bab ini. Data yang kita ambil dari data matahari adalah Apparent
Dec. dan Equation of Time pada jam 5 GMT, karena selisih waktu WIB
dengan GMT adalah 7 jam. Data-data tersebut adalah sebagai berikut :
- Bujur kota madiun : λ = 111°32’BT
- Lintang kota Madiun :
φ = - 7°37’ LS
- Waktu Daerah (WIB) :
ω = 105°
- Koreksi Waktu daerah :
111°32’ - 105° = 6°32’
- Deklinasi Matahari :
δ = -11°41’56”
- Equation of Time :
e = 15m 47s (0:15’47”)
Adapun rumus-rumus yang digunakan dalam penghitungan awal
waktu shalat ini meliputi :
1) 12 – e + (ω – λ)/15
+ i (khusus awal waktu Dhuhur)
2) Cotan Hm = tan /φ – δ/ +
1 (khusus H waktu ashar)
3) Cos t = - tanφ tan δ +
(sin H/(cos φ cos δ))
4) kwd = (λ – ω)/15 (koreksi waktu daerah)
5) Awal waktu shalat = 12 – e + (t + kwd)/15 + i
Berikutnya marilah kita mencoba menghitung :
a.
Awal Waktu Dhuhur untuk kota
Madiun :
Rumus = 12 – e
- (λ – ω)/15 + i
= 12 – 0:15’47” -
(111°32’-105)/15 + 0°2’
Dhuhur =
11:20’05’ dibulatkan menjadi 11:20’
b.
Awal Waktu Ashar untuk kota
Madiun :
1)
Cotan Hm = tan/φ – δ/ + 1
= tan /- 7°37’ + 11°41’56”/ + 1
= 1,071369023
Hm = tan-1 1/1,071369023
= 42°0’08,4”
2)
Cos t = -
tanφ tan δ + (sin H/(cos φ cos δ))
= - tan - 7°37’ tan -11°41’56” + (sin 42°0’08,4”/
(cos - 7°37’ cos -11°41’56”))
= 0,661748991
t = cos-1 0,661748991
= 48°33’59,77”
3)
Ashar = 12 – e + (t - kwd)/15 + I
= 12+0:15’47”+(48°33’59,77”–6°32’)/15+0°2’
= 15:03:54.98” dibulatkan menjadi 15:03’
c.
Awal
Waktu Maghrib untuk kota
Madiun (H = -1)
1)
Cos t =
- tanφ tan δ + (sin H/(cos φ cos δ))
= - tan - 7°37’ tan -11°41’56” + (sin -1/
(cos - 7°37’ cos -11°41’56”))
= -0,04567161
t = cos-1
–0,04567161 = 92°37’03,72”
2)
Maghrib = 12 – e + (t - kwd)/15 + I
= 12+0:15’47”+(92°37’03,72”–6°32’)/15+0°2’
= 17:30’33,25” dibulatkan menjadi 17:30’
d.
Awal Waktu Isya’ untuk kota
Madiun (H = -18)
1)
Cos t = - tanφ tan δ +
(sin H/(cos φ cos δ))
= - tan - 7°37’ tan -11°41’56” + (sin -18/
(cos - 7°37’ cos -11°41’56”))
= -0,346071655
t = cos-1 –0,346071655
= 110°14’50”
2)
Isya’ =
12 – e + (t - kwd)/15 + I
= 12+0:15’47”+( 110°14’50”–6°32’)/15+0°2’
= 18:41’04,34” dibulatkan menjadi 18:41’
e.
Waktu Imsak dan Awal Waktu Shubuh untuk kota Madiun (H = -20)
1)
Cos t =
- tanφ tan δ + (sin H/(cos φ cos δ))
= - tan - 7°37’ tan -11°41’56” + (sin -20/
(cos - 7°37’ cos -11°41’56”))
= -0,380075141
t = cos-1
–0,380075141 = 112°20’18”
2)
Shubuh = 12 – e - ( t + kwd)/15 + I
= 12+0:15’47”- (112°20’18”+ 6°32’)/15+0°2’
= 03:50’43,08” dibulatkan menjadi 03:50’
3)
Imsak =
Waktu Shubuh – 10 menit
= 03:50’ – 0:10’ = 03:40’
4)
Catatan : Perhatikan saat penghitungan awal
waktu, untuk waktu Imsak, shubuh, Syuruq, dan Dhuha, karena waktunya lebih awal
dari waktu Dhuhur, maka rumusnya adalah waktu Dhuhur dikurangi (minus) waktu matahari
(t).
f.
Waktu terbit matahari di kota
Madiun (H = -1)
1)
Cos t = - tanφ tan δ +
(sin H/(cos φ cos δ))
= - tan - 7°37’ tan -11°41’56” + (sin -1/
(cos - 7°37’ cos -11°41’56”))
= -0,04567161
t = cos-1 –0,
04567161 = 92°37’03,72”
2)
Syuruq = 12 – e - ( t + kwd)/15 - I
= 12 - 0:15’47”- (92°37’03,72”+ 6°32’)/15 - 0°2’
= 05:05’36,75” dibulatkan menjadi 05:05’
3)
Catatan : Khusus waktu syuruq (terbit
matahari), karena menghitung akhir waktu shalat shubuh, sebagai kehati-hatian
(ikhtiyathi) maka hasil akhir dikurangi 2 menit, bukan ditambahkan seperti pada
rumus awal waktu shalat.
g.
Awal Waktu Dhuha untuk kota Madiun (H = 4°30’)
1)
Cos t =
- tanφ tan δ + (sin H/(cos φ cos δ))
= - tan - 7°37’ tan -11°41’56” + (sin 4°30’/
(cos - 7°37’ cos -11°41’56”))
= 0,05314642
t = cos-1 0,05314642
= 86°57’12,6”
2)
Syuruq = 12 – e - ( t + kwd)/15 + I
= 12 - 0:15’47”- (86°57’12,6”+ 6°32’)/15 + 0°2’
= 05:32’16,16” dibulatkan menjadi 05:32’
- Aplikasi Penyimpanan Rumus pada Kalkulator
fx-4500 PA.
Memperhatikan proses penghitungan awal waktu shalat
sebagaimana diuraikan di atas, kita jumpai adanya sejumlah rumus atau bagian
dari rumus yang diulang-ulang. Rumus pokok sebenarnya adalah awal waktu dhuhur,
sedangkan awal waktu ashar, maghrib dan isya’ ditambah dengan sudut waktu
matahari (t) dibagi 15, sedangkan mulai
imsak sampai dhuha, dikurangi dengan sudut waktu masing-masing-masing. Dengan demikian
sebenarnya langkah penghitungan tersebut di atas hanya melibatkan 3 (tiga)
macam rumus, yakni rumus awal waktu dhuhur (Merpass), tinggi matahari waktu
ashar (Ha), dan sudut waktu matahari tiap awal waktu (t).
Pengulangan-pengulangan semacam ini akan sangat efektif apabila rumus itu
disimpan dalam kalkulator yang memiliki fasilitas penyimpanan rumus, misalnya
jenis “Casio” type fx-4500PA, fx-4000, fx-5000, dsb. Dengan disimpannya rumus
dalam kalkulator akan memudahkan penghitungan, apalagi kalau kita bermaksud
menyusun jadwal waktu shalat untuk jangka waktu yang panjang, misalnya untuk
keperluan penerbitan kalender dan sebagainya.
Misalnya kita akan menyimpan rumus-rumus tersebut dan
mengatur pemunculan hasilnya untuk keperluan penyusunan jadwal shalat, dan kita
kebetulan menggunakan kalkulator bertype fx-4500PA, maka yang harus kita
lakukan adalah sebagai berikut:
a.
Ubahlah simbul-simbul data dan hasil
penghitungan ke dalam huruf abjad, dengan ketentuan antara satu data/hasil
dengan data/hasil yang lain tidak boleh sama.Misalnya :
-
data bujur (λ) disimpan pada huruf “B”
-
data lintang (φ) disimpan pada huruf “L”
-
data deklinasi (δ) disimpan pada huruf “D”
-
perata waktu (e) disimpan pada
huruf “E”
-
Awal waktu dhuhur disimpan pada
huruf “Z”
-
Tinggi matahari waktu ashr
disimpan pada huruf “H”
-
Sebagian rumus sudut matahari :
-tan φ tan δ disimpan pada huruf “F”
-
Bagian yang lain, yakni : cos φ cos δ disimpan
pada huruf “G”
-
Sudut waktu magrib disimpan di “M”
-
Awal waktu shubuh disimpan pada huruf “S”
b.
Setelah kita pilih simbul-simbul pengganti
sebagaimana tersebut di atas, maka kita bisa langsung memasukkan rumus ke dalam
kalkulator, dengan prosedur sesuai dengan petunjuk pemakaian masing-masing type
dan jenis kalkulator yang kita pakai.Adapun penyusunan rumusnya dalah sebagai
berikut :
No.
|
Proses Penyimpanan Rumus
|
Keterangan
|
1
|
[MODE] [EXP] SHALAT [EXE] ò
|
Membuat nama file
|
2
|
12 – E – (B – 105)/15 +
0°2’▲ H = TAN-1 (1/TAN ABS(P – D) + 1) : F = -TAN P TAN D : G =
COS P COS D [EXE]ò
|
Rumus Dhuhur, H ashar dan
bagian rumus (t) disimpai di “line-1”
|
3
|
Z + (COS-1(F +
SIN H/G))/15▲ Z + (COS-1(F + SIN -1/G))/15▲ Z + (COS-1(F
+ SIN –18/G))/15▲
|
Waktu ashar, maghrib
dan isya’ pada “line-2”
|
4
|
S = Z - (COS-1(F
+ SIN –20/G))/15 : S – 0°10’▲S▲ S = Z - (COS-1(F + SIN -1/G))/15▲
S = Z - (COS-1(F + SIN 4.5/G))/15 [EXE]
|
Waktu imsak, shubuh,
terbit dan dhuha pada “line-3”
|
5
|
[MODE] [EXP]
|
Menutup program
|
c.
Untuk mengoperasionalkan rumus tersebut dari
dalam kalkulator type Casio fx-4500 PA, kita tinggal menghidupkan kalkulator
kemudian tekan tombol [FILE] beberapa kali sehingga muncul kata [SHALAT] di
layar. Setelah itu tekan tombol [EXE] → isikan data “E” (Equation of Time) pada
tanggal yang akan kita hitung, kemudian tekan lagi [EXE] → isikan data “B”
(bujur kota ),
tekan [EXE] maka muncul waktu dhuhur. Selanjutnya tekan lagi [EXE] →
isikan data “P” (lintang kota), tekan lagi [EXE] → isikan data “D” (deklinasi
matahari), tekan lagi [EXE], maka muncul waktu ashar, tekan lagi [EXE],
maka muncul waktu maghrib, tekan lagi [EXE], maka muncul waktu Isya’,
tekan lagi [EXE], maka muncul waktu Imsak, tekan lagi [EXE], maka
muncul waktu Shubuh, tekan lagi [EXE], maka muncul waktu terbit matahari,
tekan lagi [EXE], maka muncul waktu Dhuha.
Bila kita ingin menghitung waktu shalat untuk tanggal
lain di kota yang sama, maka lakukan langkah yang sama dengan mengubah nilai
“E” dan “D” saja, sedangkan nilai “B” dan “P” tidak perlu dirubah. Data tentang “E” dan “D”
dapat dilihat pada tabel Deklinasi Matahari dan Perata Waktu.
Dengan cara ini kita bisa membuat jadwal awal waktu
shalat dengan cepat untuk daerah tertentu dalam kurun waktu yang lama, tanpa
harus menghitung satu per satu langkah-langkah penghitungan manual sebagaimana
diuraikan pada seluruh rangkaian bab ini. Dengan demikian kita benar-benar akan
terbantu untuk mengerjakan berbagai penghitungan yang rumit tanpa harus terlalu
banyak menggunakan energi pikiran kita. Dengan cara yang sama pula kita dapat
menyimpan semua rumus yang ada pada buku ini.
- Aplikasi
penghitungan pada kalkulator type fx-350.
Ada kalanya kita mengalami kesulitan menemukan kalkulator
Scientific dengan type tinggi seperti
fx-4500, yang memang menyediakan
memori cukup untuk menyimpan banyak rumus. Kalkulator dengan type Casio fx-350 tidak memiliki fasilitas memori yang cukup untuk menyimpan
rumus. Memory yang tersedia hanya untuk menyimpan hasil. Untuk menghitung awal
waktu sholat, terutama untuk keperluan pembuatan jadwal sholat, tetap bisa kita
gunakan, meskipun harus melakukan pengisian data dan penghitungan rumus secara
berulang-ulang berulang-ulang. Namun dengan fasilitas Store, Recall dan Cursor,
kita bisa memanfaatkannya dengan menggunakan bantuan tabel secara tertulis. Untuk
itu digunakan tabel bantu untuk pencatatan hasil setiap langkahnya sebagai
berikut :
TABEL PENYUSUNAN JADWAL SHOLAT
DENGAN KALKULATOR CASIO FX-350
Bulan :
................................................ Untuk Kota :
.........................................
Bujur :
................................................ Lintang :
………………………….
Tgl
|
Memori Kalkulator
|
Hasil Penghitungan Awal
Waktu Sholat
|
|||||||||
A
|
B
|
C
|
D
|
Dhuhr
|
Ashr
|
Maghr
|
Isya’
|
Shubh
|
Thulu’
|
Dluha
|
|
1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
11
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
16
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
21
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
26
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan :
1. Memori
Kalkulator :
A = Merpass, rumus :
12 – E + (105 – B)/15 + 0°2’ [Shift] [STO] [ A ] à tulis hasilnya di tabel.
B = Tinggi Matahari [ h ] waktu Ashr, rumus :
[Shift][Tan] 1 / ( Tan ([Abs] P – D ) +
1 ) [Shift] [STO] [ B ] à tulis hasilnya di tabel.
C = Bagian awal dari rumus mencari sudut waktu
matahari ( t ), rumus :
- Tan P x Tan D Shift] [STO] [ C ] à tulis
hasilnya di tabel.
D = Bagian akhir dari rumus mencari sudut waktu
matahari ( t ), rumus :
Cos P x Cos
D Shift] [STO] [ D ] à tulis hasilnya di tabel.
2.Penghitungan Awal Waktu
Sholat :
- Waktu Dhuhur
= Memori A (langsung dicatat)
- Waktu Ashar
dihitung dengan rumus :
[Alpha] [ A ] + [Shift][Cos] ( [Alpha][ C ] + Sin [Alpha][B] /
[Alpha][ D ] ) / 15 = °’” à tulis
hasilnya di tabel.
-
Waktu Maghrib dihitung dengan rumus yang
sama, tinggal mengganti nilai [ h ], dengan cara : Gerakkan cursor ke kiri, sampai di bawah huruf B,
lalu hapus huru B tersebut diganti dengan angka [ - 1 ], sehingga rumus itu
menjadi :
[Alpha][ A ] + [Shift][Cos] ([Alpha][ C ] + Sin
[Alpha][-1] / [Alpha][ D ]) / 15 = °’” à tulis
hasilnya di tabel.
-
Waktu Isya’
langkahnya sama dengan waktu Maghrib, hanya
nilai [ h ] diganti dengan [ -18 ], sehingga rumus itu menjadi :
[Alpha][ A ] + [Shift][Cos] ([Alpha][ C ] +
Sin [Alpha][-18] / [Alpha][ D ]) /
15 = °’” à tulis hasilnya di tabel.
-
Waktu Shubuh, hampir sama dengan waktu
sebelumnya, hanya yang perlu diganti ada dua point, yakni tanda [+] setelah
huruf [A] diganti dengan [ - ], dan nilai [h] diganti [-20], sehingga rumus itu
menjadi :
[Alpha][ A ] - [Shift][Cos]
([Alpha][ C ] + Sin [Alpha][-20] /
[Alpha][ D ]) / 15 = °’” à tulis hasilnya di tabel.
-
Waktu
Thulu’ (Terbit Matahari), digunakan langkah yang sama, dengan nilai [h] diganti
[-1], sehingga rumus itu menjadi :
[Alpha][ A ] - [Shift][Cos]
([Alpha][ C ] + Sin [Alpha][-1] /
[Alpha][ D ]) / 15 = °’” à tulis hasilnya di tabel.
-
Waktu Dhuha
digunakan
langkah yang sama, dengan nilai [h] diganti [4°30’], sehingga rumus itu menjadi :
-
[Alpha][ A ] - [Shift][Cos] ([Alpha][ C ] + Sin
[Alpha][4°30’] /
[Alpha][ D ]) / 15 = °’” à tulis hasilnya di tabel.
3.Catatan :
a.
Pengisian tabel harus dilakukan
satu persatu ke samping kanan, yang berarti penghitungan waktu sholat dilakukan
per tanggal. Hal ini mengingat memori A, B, C dan D untuk masing-masing tanggal
berbeda-beda. Sehingga kesalahan isi memori di kalkulator mengakibatkan hasil
hitungan juga salah.
b.
Untuk mencari waktu Imsak, adalah waktu Shubuh dikurangi 0°10’.
c.
Khusus untuk waktu terbit
matahari, hasil akhir dikurangi 0°4’. Hal ini mengingat
terbit adalah batas akhir waktu sholat, sehingga ikhtiyat (kehati-hatian)-nya bukan ditambah, melainkan dikurangi.
Ingat saat menghitung nilai [A] (saat waktu dhuhur)
sudah ditambah ikhtiyat 2 menit, maka
untuk mengurangi 2 menit dari hasil, harus dikurangi 4 menit.
DAFTAR LINTANG, BUJUR DAN ARAH QIBLAT
BEBERAPA KOTA DI JAWA TIMUR
No.
|
Nama Kota
|
Lintang
|
Bujur
|
Arah Kiblat*)
|
||||||
drj
|
mnt
|
Ltg
|
Djr
|
mnt
|
Bjr
|
Drj
|
mnt
|
Dtk
|
||
1.
|
Bangkalan
|
-7
|
3
|
LS
|
112
|
46
|
BT
|
66
|
1
|
0
|
2.
|
Banyuwangi
|
-8
|
14
|
LS
|
114
|
23
|
BT
|
66
|
8
|
21
|
3.
|
Blitar
|
-8
|
6
|
LS
|
112
|
9
|
BT
|
65
|
39
|
12
|
4.
|
Bojonegoro
|
-7
|
10
|
LS
|
111
|
53
|
BT
|
65
|
47
|
45
|
5.
|
Bondowoso
|
-7
|
55
|
LS
|
113
|
50
|
BT
|
66
|
4
|
33
|
6.
|
Gresik
|
-7
|
10
|
LS
|
112
|
40
|
BT
|
65
|
58
|
12
|
7.
|
Jember
|
-8
|
10
|
LS
|
113
|
42
|
BT
|
65
|
59
|
54
|
8.
|
Jombang
|
-7
|
32
|
LS
|
112
|
13
|
BT
|
65
|
47
|
27
|
9.
|
Kediri
|
-7
|
49
|
LS
|
112
|
0
|
BT
|
65
|
40
|
45
|
10.
|
Lamongan
|
-7
|
8
|
LS
|
112
|
25
|
BT
|
65
|
55
|
20
|
11.
|
Lumajang
|
-8
|
8
|
LS
|
113
|
14
|
BT
|
65
|
52
|
55
|
12
|
Madiun
|
-7
|
37
|
LS
|
111
|
32
|
BT
|
65
|
36
|
52
|
13
|
Malang
|
-7
|
59
|
LS
|
112
|
36
|
BT
|
65
|
46
|
0
|
14
|
Magetan
|
-7
|
40
|
LS
|
111
|
20
|
BT
|
65
|
40
|
17
|
15
|
Mojokerto
|
-7
|
28
|
LS
|
112
|
26
|
BT
|
65
|
51
|
16
|
16
|
Nganjuk
|
-7
|
38
|
LS
|
111
|
53
|
BT
|
65
|
41
|
32
|
17
|
Ngawi
|
-7
|
26
|
LS
|
111
|
26
|
BT
|
65
|
37
|
59
|
18
|
Pacitan
|
-8
|
12
|
LS
|
111
|
6
|
BT
|
65
|
22
|
39
|
19
|
Pamekasan
|
-7
|
9
|
LS
|
113
|
33
|
BT
|
66
|
9
|
51
|
20
|
Pasuruan
|
-7
|
40
|
LS
|
112
|
55
|
BT
|
65
|
55
|
16
|
21
|
Probolinggo
|
-7
|
45
|
LS
|
113
|
13
|
BT
|
65
|
58
|
17
|
22
|
Ponorogo
|
-7
|
54
|
LS
|
111
|
30
|
BT
|
65
|
32
|
32
|
23
|
Sampang
|
-7
|
11
|
LS
|
113
|
15
|
BT
|
65
|
5
|
36
|
24
|
Sidoarjo
|
-7
|
29
|
LS
|
112
|
43
|
BT
|
65
|
54
|
52
|
25
|
Situbondo
|
-7
|
44
|
LS
|
114
|
1
|
BT
|
66
|
9
|
9
|
26
|
Sumenep
|
-7
|
3
|
LS
|
113
|
53
|
BT
|
66
|
15
|
14
|
27
|
Surabaya
|
-7
|
15
|
LS
|
112
|
45
|
BT
|
65
|
58
|
15
|
28
|
Trenggalek
|
-8
|
5
|
LS
|
111
|
42
|
BT
|
65
|
32
|
59
|
29
|
Tuban
|
-6
|
56
|
LS
|
112
|
4
|
BT
|
65
|
53
|
22
|
30
|
Tulungagung
|
-8
|
5
|
LS
|
111
|
54
|
BT
|
65
|
35
|
51
|
31
|
Tanjung Kodok
|
-6
|
52
|
LS
|
112
|
21
|
BT
|
65
|
57
|
58
|
Disadur dari Buku :
Ilmu Falak 1 oleh Drs. Sriyatin Shodiq
DAFTAR LINTANG DAN BUJUR BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA
DAFTAR LINTANG DAN BUJUR BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA
No.
|
Nama Kota
|
Lintang
|
Bujur
|
||||
Drjt
|
Menit
|
Lintang
|
derajat
|
Menit
|
Bujur
|
||
1.
|
Ambon
|
-3°
|
42’
|
S
|
128°
|
14’
|
T
|
2.
|
Balikpapan
|
-1°
|
13’
|
S
|
116°
|
51’
|
T
|
3.
|
Banda Aceh
|
+5°
|
35’
|
U
|
95°
|
20’
|
T
|
4.
|
Bandung
|
-6°
|
57’
|
S
|
107°
|
37’
|
T
|
5.
|
Bangka
|
-2°
|
0’
|
S
|
106°
|
0’
|
T
|
6.
|
Banjarmasin
|
-3°
|
22’
|
S
|
114°
|
40’
|
T
|
7.
|
Banyumas
|
-7°
|
25’
|
S
|
109°
|
17’
|
T
|
8.
|
Bekasi
|
-6°
|
19’
|
S
|
107°
|
0’
|
T
|
9.
|
Bengkulu
|
-3°
|
48’
|
S
|
102°
|
15’
|
T
|
10.
|
Bima
|
-8°
|
27’
|
S
|
118°
|
45’
|
T
|
11.
|
Bogor
|
-6°
|
37’
|
S
|
106°
|
45’
|
T
|
12
|
Bone
|
-4°
|
30’
|
S
|
120°
|
0
|
T
|
13
|
Borobudur
|
-7°
|
37’
|
S
|
110°
|
12’
|
T
|
14
|
Bukit Barisan
|
-0°
|
3’
|
S
|
102°
|
30’
|
T
|
15
|
Bukit Tinggi
|
-0°
|
18’
|
S
|
110°
|
22’
|
T
|
16
|
Cianjur
|
-6°
|
51’
|
S
|
107°
|
8’
|
T
|
17
|
Cirebon
|
-6°
|
45’
|
S
|
108°
|
33’
|
T
|
18
|
Demak
|
-6°
|
54’
|
S
|
112°
|
5’
|
T
|
19
|
Denpasar
|
-8°
|
37’
|
S
|
115°
|
13’
|
T
|
20
|
Jakarta
|
-6°
|
10’
|
S
|
106°
|
49’
|
T
|
21
|
Jambi
|
-1°
|
36’
|
S
|
107°
|
0’
|
T
|
22
|
Karimun Jawa
|
-5°
|
56’
|
S
|
108°
|
40’
|
T
|
23
|
Kudus
|
-6°
|
50’
|
S
|
113°
|
25’
|
T
|
24
|
Lampung
|
-5°
|
0
|
S
|
105°
|
20’
|
T
|
25
|
Lhokseumawe
|
+5°
|
15
|
U
|
95°
|
15’
|
T
|
26
|
Makassar
|
-5°
|
8’
|
S
|
119°
|
51’
|
T
|
27
|
Mataram
|
-8°
|
36’
|
S
|
114°
|
52’
|
T
|
28
|
Medan
|
+3°
|
38’
|
U
|
98°
|
38’
|
T
|
29
|
Manado
|
+1°
|
33’
|
U
|
124°
|
33’
|
T
|
30
|
Merauke
|
-8°
|
30’
|
S
|
140°
|
27’
|
T
|
31
|
Minahasa
|
+1°
|
20’
|
U
|
125°
|
0’
|
T
|
32
|
Nusa Kambangan
|
-7°
|
47’
|
S
|
108°
|
57’
|
T
|
33
|
Padang
|
-0°
|
57
|
S
|
100°
|
21’
|
T
|
34
|
Palembang
|
-2°
|
59’
|
S
|
104°
|
47’
|
T
|
35
|
Pontianak
|
-0°
|
5’
|
S
|
109°
|
22’
|
T
|
36
|
Sabang
|
+5°
|
54’
|
U
|
95°
|
21’
|
T
|
37
|
Semarang
|
-7°
|
0’
|
S
|
110°
|
24’
|
T
|
38
|
Tangerang
|
-6°
|
12’
|
S
|
106°
|
30’
|
T
|
39
|
Tasikmalaya
|
-7°
|
27’
|
S
|
108°
|
13
|
T
|
40
|
Yogyakarta
|
-7°
|
48’
|
S
|
110°
|
21’
|
T
|
Disadur dari Atlas
DER GOEHELE AARDE – PR BOS – GRONINGEN, Jakarta 1951
PROSES PENGHITUNGAN AWAL WAKTU SHOLAT
(DENGAN KALKULATOR SCIENTIFIC SEDERHANA)
Langkah 1 : (Menghitung waktu dhuhur)
12 – e + 0°2’ + (105 – B)/15 = [Shift][RCL][X]
Langkah 2 : ( Absolut P – D)
P – D = [Shift][RCL][Y]
Langkah 3 : (Menghitung nilai h-Ashar)
Tan-1 (1 / ( tan ( Y ) + 1 )) =
[Shift][RCL][M]
Tan-1 (1 / ( tan
(Abs(P – D)) + 1 )) = [Shift][RCL][M]
Langkah 4 : Menyimpan unsur yang sama pada
nilai t :
-
Tan (P)tan (D) =
[Shift][RCL][A]
Cos (P) cos (D) = [Shift][RCL][B]
Langkah 5 : (Menghitung waktu Ashar)
X + (cos-1( A + sin (M)/ B))/15
Langkah 6 : (Menghitung waktu Maghrib)
X + (cos-1( A + sin (-1)/
B))/15
Langkah 7 : (Menghitung waktu Isya’)
X + (cos-1( A + sin (-18)/
B))/15
Langkah 8 : (Menghitung waktu Shubuh)
X - (cos-1(
A + sin (-20)/ B))/15
Langkah 9 : (Menghitung waktu Terbit)
X - (cos-1(
A + sin (-1)/ B))/15 - 0°4’
Langkah 10 : (Menghitung waktu Dhuha)
X - (cos-1(
A + sin (4.5)/ B))/15
[1] -- Al-Qur’an dan Terjemahannya – Departemen Agama RI, 1983. p.
138
[2] Musthafa, K.H.Adib Bisri – Tarjamah Shohih Muslim Jilid 1 –
Semarang, As-Syifa’, 1992. p. 728 – 729.
[3] Selengkapnya baca buku-buku tentang “bumi dan antariksa”, misalnya
tulisan Moh Ma’mur Tanudidjaja – Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa” –
Jakarta, Depdikbud RI, 1995. p. 59 – 60.
[4] Shodiq, Drs. Sriyatin – Op.Cit. p. 79
[5] Djambek, Sa’adoeddin – Pedoman Waktu Shalat Sepanjang Masa –
Jakarta, Bulan Bintang, 1974. p. 15
Terima kasih ini sangat bermanfaat
BalasHapusok.
BalasHapushttps://pengantar-ilmufalak.blogspot.com