Selasa, 03 Juni 2014

HISAB DAN ASTRONOMI Studi Interkoneksi Ayat-Ayat Hisab Dan Astronomi

HISAB DAN ASTRONOMI
Studi Interkoneksi Ayat-Ayat Hisab Dan Astronomi

Oleh : Imam Labib Hibaurrohman
NIM : 13 – 521 - 2013

Pendahuluan
Hisab merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan awal bulan hijriyah, waktu shalat, arah kiblat ataupun gerhana oleh sebagian kalangan, baik yang bersifatnya akademisi ataupun organisai masyarakat keagamaan (Ormas). Kajian ilmu hisab dalam Astronomi ini, sangat memberikan pengaruh dalam penentuan waktu-waktu tersebut. Allah telah mengisyaratkan kepada hambanya akan kebesaran ciptaan Allah terutama pada ciptaan jagad raya yang tanpa mengenal batas luas melalui ayat-ayatnya untuk diteliti, dipahami dan di-tadabur-i. Kajian yang menyangkut kosmos (ciptaan jagad raya), disampaikan Allah dalam firman-Nya yang agung dan tegas :
Ÿxsùr& tbrãÝàYtƒ n<Î) È@Î/M}$# y#øŸ2 ôMs)Î=äz ÇÊÐÈ n<Î)ur Ïä!$uK¡¡9$# y#øŸ2 ôMyèÏùâ ÇÊÑÈ n<Î)ur ÉA$t6Ågø:$# y#øx. ôMt6ÅÁçR ÇÊÒÈ n<Î)ur ÇÚöF{$# y#øx. ôMysÏÜß ÇËÉÈ
Artinya : Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?  Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?. (Al Ghasiyah : 17-20)
ÎA÷sムspyJò6Åsø9$# `tB âä!$t±o 4 `tBur |N÷sムspyJò6Åsø9$# ôs)sù uÎAré& #ZŽöyz #ZŽÏWŸ2 3 $tBur ㍞2¤tƒ HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÏÒÈ
Artinya : Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang al Qur’an dan as Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Hanya orang-orang yang ber-akal-lah yang dapat mengambil pelajaran dari firman Allah. (Al Baqarah : 269)
Perselisihan yang terjadi dalam penentuan awal bulan hijriyah terutama dalam masalah menentukan awal Ramadhan dan Syawal selama ini sedikit banyaknya sudah merambah pada perubahan paradigma masyarakat tentang ketidak akuran akan pemimpin mereka, bahkan sudah merambah pada gesekan-gesekan antar kelompok yang berbasis massa besar akan persatuan dan kesatuan umat untuk menjalankan ibadah. Embrio permusuhan kecil-kecilanpun sudah mulai Nampak dan semakin ada kerenggangan yang menjurus kepada individualisasi rasa egoisme masing-masing sesuaib dengan pemahaman serta pemikiran dari golongan yang diyakininya. Hakikatnya, untuk menjalani proses aturan hukum jika menggunakan berbagai macam metode yang berbeda-beda dalam keputusan dan ketetapannya akan menimbulkan perbedaan, inilah yang disebut oleh Qardhawi sebagai ikhtilaful fiqh. (Yusuf Qardhawi, 1995 : 11-13) [1]
Metode dalam menentukan masuknya bulan baru di kalangan umat Islam ada dua, yaitu pertama: Dengan cara mengamati bulan secara langsung pada hari ke-29 (malam ke-30) bulan berjalan. Jika bulan terlihat pada hari itu maka malam itu atau keesokan harinya dinyatakan sebagai bulan baru apabila hilal tidak terlihat, maka malam itu dan keesokan harinya dijadikan sebagai hari yang ke-30 bulan berjalan dan bulan barunya dimulai lusa  Kedua: Tanpa melihat hilal melainkan menetapkan kriteria astronomis tertentu untuk memasuki bulan baru. Jika kriteria  tersebut telah terpenuhi maka malam itu atau hari esoknya dinyatakan sebagai bulan baru dan apabila kriteria itu belum terpenuhi maka malam itu atau keesokan harinya baru dijadikan sebagai hari terakhir bulan berjalan dan bulan barunya dimulai lusa. (Syamsul Anwar, 2001 : 56)
Menurut Murtadho bahwa dalam penetapan awal bulan hijriyah tidak akan dapat dilepaskan antara hisab dan rukyah[2]. Disiplin Ilmu Falak pada masalah penentuan awal bulan hijriyah, sholat, arah kiblat, gerhana  atau yang lainnya tidak akan pernah terlepas dari kajian tentang Hisab. Sebenarnya apa itu Hisab? Bagaimana ayat-ayat al Qur’an menjelaskan tentang makna Hisab dan Interkoneksinya terhadap kajian Ilmu Falak (Astronomi)?
Kata Hisab dalam al Qur’an dan definisinya
Kata-kata Hisab ( ( حساب sebagaimana bentuk jama’ taksir dari masdar dari Hasiba – Yahsabu – Husbanan- Wamahsaban (    حسب – يحسب – حسبانا - ومحسبا ). (Ibnu Mandzur, TT: 863-866). al Qur’an kata hisab disebutkan sebanyak 37 kali, sebagai berikut : Surah al Baqarah ayat 202 & 212, al Imran ayat 19, 27, 37 & 199, al Maidah ayat 6, al An’am ayat 52 & 69, Yunus ayat 5, ar Ra’d ayat 18, 21, 40 & 41, Ibrahim ayat 41 & 51, al Isra’ ayat 12, al Anbiya’ ayat 1, al Mu’minun ayat 117, an Nur ayat 38 & 39, Asy-Syuara’ ayat 113, Shad ayat 16, 26, 39 & 53, az Zumar ayat 10, al Ghafir ayat 17, 27 & 40, at Thalaq ayat 8, al Haqqah ayat 20 & 26, an Naba’ ayat 27 & 36, al Insyiqaq ayat 8 dan al Ghasiyah ayat 26. (Muhammad Fuad Abdul Baqi, 1981 : 201).
Dalam kitab mukhtashar (ringkasan) tafsir Ibnu Katsir, kata-kata Hisab yang telah kami sebutkan diatas sebagian memiliki makna secara bahasa adalah antara lain:
1.      Perhitungan
y7Í´¯»s9'ré& óOßgs9 Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB (#qç7|¡x. 4 ª!$#ur ßìƒÎŽ|  É>$|¡Ïtø:$# ÇËÉËÈ
Artinya :  Mereka Itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (al Baqarah : 202)
2.      Balasan atau hukuman
¨bÎ) šúïÏe$!$# yYÏã «!$# ÞO»n=óM}$# 3 $tBur y#n=tF÷z$# šúïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# žwÎ) .`ÏB Ï÷èt/ $tB ãNèduä!%y` ÞOù=Ïèø9$# $Jøót/ óOßgoY÷t/ 3 `tBur öàÿõ3tƒ ÏM»tƒ$t«Î/ «!$#  cÎ*sù ©!$# ßìƒÎŽ|  É>$|¡Ïtø:$# ÇÊÒÈ
Artinya:  Sesungguhnya agama yang diridhai disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab[3] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangatlah cepat hisab-Nya. (Al Imran : 19)
3.      Amal Perbuatan
Ÿwur ÏŠãôÜs? tûïÏ%©!$# tbqããôtƒ Oßg­/u Ío4rytóø9$$Î/ ÄcÓÅ´yèø9$#ur tbr߃̍ム¼çmygô_ur ( $tB šøn=tã ô`ÏB NÎgÎ/$|¡Ïm `ÏiB &äóÓx« $tBur ô`ÏB y7Î/$|¡Ïm OÎgøŠn=tæ `ÏiB &äóÓx« öNèdyŠãôÜtGsù tbqä3tFsù z`ÏB šúüÏJÎ=»©à9$# ÇÎËÈ
Artinya :  Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridlaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap amal perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap segala amal perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim.[4] (Al An’am : 52)
4.      Hari kiamat
$oY­/u öÏÿøî$# Í< £t$Î!ºuqÏ9ur tûüÏZÏB÷sßJù=Ï9ur tPöqtƒ ãPqà)tƒ Ü>$|¡Åsø9$# ÇÍÊÈ
Artinya :  Ya Tuhan kami, beri ampunlah Aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat). (Ibrahim : 41)
5.      Pertanggungjawaban
`tBur äíôtƒ yìtB «!$# $·g»s9Î) tyz#uä Ÿw z`»ydöç/ ¼çms9 ¾ÏmÎ/ $yJ¯RÎ*sù ¼çmç/$|¡Ïm yZÏã ÿ¾ÏmÎn/u 4 ¼çm¯RÎ) Ÿw ßxÎ=øÿムtbrãÏÿ»s3ø9$# ÇÊÊÐÈ
Artinya : Dan barangsiapa menyembah Tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, Maka Sesungguhnya pertanggungjawabnnya adalah di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. (al Mu’minun : 117)
Dari berbagai macam makna atau maksud yang sebagian telah penulis utarakan diatas, mayoritas kata Hisab dalam al Qur’an lebih menunjukkan kepada arti sebagai perhitungan, hitungan, menghitung atau kadar kira-kira (Zhan). Sedangkan yang lain hanyalah sebagian terkecil dari makna yang dimaksud oleh al Qur’an sesuai dengan konteks kalimat ayatnya. Jika dicermati secara dalam kata yang menunjukkan arti lainnya menunjukkan maksud yang sama tidak akan jauh dari makna aslinya, yaitu : kadar pembalasan (pahala), hitungan amal perbuatan, hari perhitungan (kiamat). Merujuk pada kamus al Munawir, kata hisab mengandung arti sebagai kumpulan, yang mencukupi, hitung-hitungan atau perhitungan. (A.W. Munawir, 2002 : 262).
Ada juga kamus bahasa Arab lain yang menunjukkan makna Hisab sebagai dugaan atau kira-kira (Zhan) dengan merujuk makna asal katanya, yaitu : Hasiba – Yahsabu. Jikalau merujuk kata Hisab secara langsung, ia memiliki arti yang bercukupan atau mencukupi. (Kamus Munjid, 1986 : 132). Ibnu Mandzur dalam kitabnya Lisan al Arab menegaskan arti secara bahasanya, sebagai berikut : yang bercukupan, mencukupi, perhitungan, hukuman, pahala, kadar timbangan, zhan. (Ibnu Mandzur, TT: 866)
Pandangan Al Qur’an Tentang Matematika (Hisab)
Al Qur’an sebagai hudan lin naas atau kitab suci yang berupa petunjuk untuk manusia yang dapat menjadikan kehidupannya bahagia dunia akhirat dengan didasari pemahaman secara kaffah sesuai dengan ilmu pengetahuan yang dikuasainya secara utuh tidak sepotong-potong. Karean dalam al Qur’an hanya baru dijelaskan secara global dan masih banyak yang belum dijelaskan secara tafsili (terperinci) walaupun ada unsure bayan dari sunnah Rasulullah Saw.
Al Qur’an juga menjelaskan tentang peran penting dari ilmu pengetahuan matematika sebagai landasan dasar untuk menguasai keilmuan kealaman yang telah Allah ciptakan untuk manusia kuasai dan pelajari. Peranan angka ataupun symbol pada suatu bilangan memberikan peran yang sangat besar sekali karena dengan aspek tersebut manusia dapat memperkenalkan akan kesinambungan, keteraturan dan keserasian antar bilangan. Bahkan dengan penguasaan bilangan akan menjadikan manusia dapat mengukur akan jati dirinya terhadap amal perbuatan yang telah ia lakukan selama hidup di dunia.
Perhitungan banyak digunakan oleh umat muslim dalam kehidupannya dan telah banyak disampaikan al Qur’an secara jelas dan gamblang, seperti halnya dengan hitungan tahun yang pernah dirasakan oleh ashabul kahfi, masa iddah perempuan dalam perceraian, hukuman cambuk bagi yang melanggar perzinaan dan lain sebagainya. Seperti yang pernah digambarkan oleh Allah dalam firman-Nya surah kahfi :
(#qèWÎ6s9ur Îû óOÎgÏÿôgx. y]»n=rO 7ps($ÏB šúüÏZÅ (#rߊ#yŠø$#ur $Yèó¡Î@ ÇËÎÈ
Artinya :  Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi). (Al Kahfi : 25)
Dalam kajian kitab-kitab tafsir diterangkan bahwasanya ashabul kahfi telah menetap di gua selama 309 tahun akan penulis belum mendapatkan refrensi yang valid akan tahun apa yang dimaksud oleh al Qur’an karena di kitab-kitab tafsir tidak ada yang menjelaskan tentang itu. Akan tetapi analisis penulis setelah membaca kitab-kitab tafsir disana selalu diterangkan bahwasanya Allah menidurkan ashabul kahfi selama 300 tahun dan ditambah lagi selama 9 tahun. Ini menunjukkan bahwasanya Allah menunjukkan kuasanya dan ingin menerangkan kepada manusia akan adanya peredaran tahun dengan menggunakan metode solar system dan lunar system. Jika di hitung secara matematik, ashabul kahfi tinggal di gua selama 300 tahun kalender syamsiyah dan dihitung menggunakan kalender qomariyah maka akan didapatkan 309 tahun, karena keterpautan antara keduanya adalah sekitar 11 hari. Jika 11 hari tersebut dikumpulkan selama 300 tahun akan ketemu dengan angka 3300 kemudan dibagi jumlah hari dalam satu tahun qomariyah 354 (basithoh/tahun terpendek) maka angka yang dihasilkan sebesar 9.3 tahun. 
Ayat-ayat Astronomi Dalam Al Qur’an
Al Qur’an tidak akan pernah berubah walaupun tertelan zaman yang berubah adalah pemahaman-pemahaman manusia itu sendiri untuk menyibak berbagai macam misteri yang terkandung didalamnya. Al Qur’an tidaklah membuat suatu metode baru untuk menunjukkan apa yang ada dalam dirinya kepada manusia, akan tetapi manusialah yang berlomba-lomba memunculkan teori baru dan metode baru untuk mengungkap rahasia yang ada dalam al Qur’an. Eksistensi alam semesta telah ditunjukkan oleh al Qur’an dengan berbagai dialog kerahsiannya yang masih membutuhkan pembongkaran-pembongkaran secara ilmiyah untuk memberikan argumentasi yang logis dapat diterima oleh akal akan adanya alam semesta tersebut, dimana seluruh hukum-hukumnya yang berupa materi dan immateri.
Al Qur’an telah memberikan gambaran yang sempurna akan alam materi dan apa yang ada dibalik sikapnya terhadap pembuktian-pembuktian secara ilmiyah dan rasional sehingga didapatkan sebuah mukjizat akan adanya penalaran-penalaran yang logis dan dapat memuaskan berbagai pihak yang memiliki opini dan kecerdasan yang berbeda-beda. Kemampuan dalam menguasai alam yang membawanya untuk dekat kepada kesadaran bahwa alam semesta beserta kemegahan dan susunannya terwujud bukan karena kemauannya sendiri akan tetapi ada yang mengaturnya dan dia tunduk akan ketetapan yang ditetapkan untuknya. Ia memeliki sifat stagnan dan tidak berubah sesuai dengan sunnatullah yang ia jalankan.
óOs9r& (#÷rts? ¨br& ©!$# t¤y Nä3s9 $¨B Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# x÷t7ór&ur öNä3øn=tæ ¼çmyJyèÏR ZotÎg»sß ZpuZÏÛ$t/ur 3 z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ãAÏ»pgä Îû «!$# ÎŽötóÎ/ 5Où=Ïæ Ÿwur Wèd Ÿwur 5=»tGÏ. 9ŽÏZB ÇËÉÈ  
Artinya : Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan. (Lukman : 20)



Surah Al-Baqarah ayat 189
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah:` Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebaktian memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebaktian itu ialah kebaktian orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
  Riwayat Abu Nuaim dan Ibnu Asakir, bahwa Muaz bin Jabal, dan Tsa`labah bin Ganimah bertanya, "Ya Rasulullah, apa sebab bulan itu kelihatan mula-mula halus seperti benang kemudian bertambah besar lagi, sampai rata dan bundar, kemudian terus berkurang dan mengecil kembali seperti semula, dan tidak dalam satu bentuk yang tetap?" Maka turunlah ayat ini.
  Imam Qurtuby : Awal bulan itu ditandai dengan terlihatnya hilal dan hilal ada pada di 2 malam akhir bulan dan 2 malam di awal bulan. Ashmu’i : hilal merupakan bentuk batu bulan yang bercahaya yang cahayanya sangat tipis seperti benang dan tampak.
  Ibnu Abbas, Qatadah, Rabi’, dll mengatakan tentang ahillah, ahillah adalah jama’ dari Hilal dan salah satu dari jama’ merupakan sebuah perwujudan manifestasi hilal awal bulan secara benar karena hilal yang dimaksud ayat dalam satu bulannya hanya ada satu yaitu diawal bulan sedangkan hilal diakhir bulan tidak bisa dijadikan landasan dasar untuk dikatakan sebagai hilal penentuan awal bulan akan tetapi dia termasuk kategori ahillah (macam-macam hilal). Hilal awal bulan bentuknya seperti ujung kuku
  Astronomi modern : kedudukan bulan selalu ada baik dalam keadaan tertutup maupun tidak oleh bumi. Bulan hanya sebuah bentuk benda kecil yang senantiasa mengitari bumi dan tidak memiliki sinar sendiri dibandingkan oleh matahari yang memiliki sinar sendiri dan bentuknya lebih besar hakekatnya dibandingkan bulan. Bulan dalam realitas kehidupannya bisa berbentuk tak bercahaya karena tertutup (Ijtima’) dan bisa bercahaya secara sempurna (badar) dan bisa juga hanya seberkas cahaya yang bersinar tipis (hilal) perubahannyapun secara bertingkat dari hari ke hari
Surah Yunus ayat 5
هوالذى جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدَره منازل لتعلموا عدد السنين والحساب ما خلق الله ذلك إلا بالحق يفصَل الأيات لقوم يعلمون (يونس : 5 )
Artinya : “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (Tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan  waktu, Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda kebesaran-Nya kepada orang-orang yang mengetahui”.
Ibnu Katsir mengatakan Allah menjadikan bulan beredar pada garis edarnya (manzilah) dia akan dimulai dari kecil kemudian bertambah dan bertambah sehingga mencapai pada kesempurnaan (al Badr/Purnama) kemudain dia akan kembali mengecil sampai sediakala yang berbentuk tandan tua sehingga disebut dengat sebulan penuh. Dalam Firman Allah Surah Yasin: 39, artinya : “Dan telah kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga setelah dia sampai pada manzilahnya yang terakhir kembalilah dia sebagai bentuk tandan tua”.[5] Firman Allah dalam surah lainnya Al-An’am : 96 ; “Dan menjadikan matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketetapan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui”. yang dimaksud dengan Qadarahu yaitu Bulan, maka dengan adanya matahari kita bisa mengetahui hari dan dengan adanya peredaran bulan kita bisa mengetahui bulan dan tahun. (Abu Fida Ismail bin Umar bin Katsir al Qursy al Damasqy, 1999 : 248)
Imam Thabari menjelaskan tentang Qaddarahu Manazilah yaitu; bulan yang memiliki tempat-tempat (Manazilah)[6]. Sehingga untuk menentukan dimana bulan berada saat itu memerlukan bantuan perhitungan. Dalam penentuan tahun maupun bulan juga membutuhkan perhitungan secara benar karena Allah tidak akan menciptakan matahari dan bulan tanpa adanya ketetapan secara benar dan mereka akan senantiasa mengorbit sesuai dengan hukum-hukum yang telah ditentukannya sesuai dengan kadar manzilah-nya. Barang siapa yang mau mentadaburi akan kebesaran Allah tentang itu semuanya niscaya akan mendekatkan dirinya kepada wahdaniyah Allah. (Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at Thobari, 2001 : 118-119, vol. 12) 
Dalam Kitab Tafsir al Kasyaf, Zamkhasyari menyebutkan tentang makna Qaddarahu adalah peredaran bulan menurut manzilah-manzilah-nya (tempat-tempatnya). Sedangkan yang dimaksud Hisab dalam ayat tersebut yaitu perhitungan untuk mengetahui waktu bulan, hari dan malam.(Zamkhasyari, TT : 314)
Menurut shohibul al Manar, Muhammad Rasyid bin Ali Ridha (W. 1354H); Adanya penjelasan berkenaan dengan surah Yunus ayat 5 menunjukkan akan perkembangan ilmu Nabati dan falak karena ayat tersebut bersangkutan dengan kauniyah (Pembentukan) dan ilmu-ilmu itu bisa dijadikan dasar pertimbangan bagi orang-orang arab yang kurang bisa memahami secara dalam tentang perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat cepatnya. Hal ini juga menunjukkan kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan dalam membahas wahyu-wahyu Allah. Yang dimaksud dengan Qadarahu Manazilah adalah menjadikan atau menetapkan sesuatu sebagai tempat penetapan yang berkenaan dengan waktu, tempat, barang ataupun sifat secara khusus. (Muhammad Rasyid Ridha, 2005 : 264, vol. 1).

Firman Allah dalam surah al Muzammil:
 ¨bÎ) y7­/u ÞOn=÷ètƒ y7¯Rr& ãPqà)s? 4oT÷Šr& `ÏB ÄÓs\è=èO È@ø©9$# ¼çmxÿóÁÏRur ¼çmsWè=èOur ×pxÿͬ!$sÛur z`ÏiB tûïÏ%©!$# y7yètB 4 ª!$#ur âÏds)ムŸ@ø©9$# u$pk¨]9$#ur 4 zOÎ=tæ br& `©9 çnqÝÁøtéB z>$tGsù ö/ä3øn=tæ ( (#râätø%$$sù $tB uŽœ£uŠs? z`ÏB Èb#uäöà)ø9$# 4 zNÎ=tæ br& ãbqä3uy Oä3ZÏB 4ÓyÌó£D   tbrãyz#uäur tbqç/ÎŽôØtƒ Îû ÇÚöF{$# tbqäótGö6tƒ `ÏB È@ôÒsù «!$#   tbrãyz#uäur tbqè=ÏG»s)ムÎû È@Î6y «!$# ( (#râätø%$$sù $tB uŽœ£uŠs? çm÷ZÏB 4 (#qãKŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qàÊ̍ø%r&ur ©!$# $·Êös% $YZ|¡ym 4 $tBur (#qãBÏds)è? /ä3Å¡àÿRL{ ô`ÏiB 9Žöyz çnrßÅgrB yZÏã «!$# uqèd #ZŽöyz zNsàôãr&ur #\ô_r& 4 (#rãÏÿøótGó$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî 7LìÏm§ ÇËÉÈ
Artinya :  Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka dia memberi keringanan kepadamu, Karena itu Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al Muzammil : 20)


Firman Allah lainnya :
Ï%©!$# ¼çms9 à7ù=ãB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur óOs9ur õÏ­Gtƒ #Ys9ur öNs9ur `ä3tƒ ¼ã&©! Ô7ƒÎŽŸ° Îû Å7ù=ßJø9$# t,n=yzur ¨@à2 &äóÓx« ¼çnu£s)sù #\ƒÏø)s? ÇËÈ
Artinya : Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan dia Telah menciptakan segala sesuatu, dan dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. [7] (al Furqan : 2)
Muhammad Ahmad Sulaiman mengklasifikasi fase-fase bulan (Manajil / Atwaru  al-Qamar) dalam siklus bulanan sebagai berikut:
1.      Muhaq (bulan mati) yaitu ketika bulan dalam posisi antara bumi dan matahari atau saat terjadinya Ijtimak atau konjungsi.
2.      Hilal awal bulan (Crescent), yaitu terjadi ketika bulan siatas ufuk setelah terjadinya ijtima’ setelah terbenamnya matahari. Umur hilal awal bulan ini selama 6 hari 16 jam dan 11 menit.
3.      Kwartir pertama (Tarbi’ Awwal) atau First Quarter, yaitu setelah bulan meninggalkan matahari pada perempatan pertama dalam ukuran sudut (busur), fase ini terjadi pada hari ke-7
4.      Bulan mau purnama (al-Ahdab al-Awwal) atau First / Waxing Gibbous, yaitu bulan dalam posisi bertambah terang setelah tenggelamnya matahari dan dia berada pada posisi berdekatan dengan ufuk yang sebelah timur dan fase ini bulan sudah kelihatan besar. Fase ini terjadi pada tanggal 8 sampai tanggal 11.
5.      Bulan Purnama (Badr) atau Full Moon, yaitu ketika terjadi peristiwa istiqbal, semua permukaan bulan menghadap matahari, fase ini terjadi pada tanggal 13, 14 sampai 15.
6.      Bulan setelah purnama (al-Ahdab al-Tsani) atau Second / Waning Gibbous, yaitu bulan purnama mulai berkurang. Waktu berlangsungnya fase ini selama 4 hari setelah purnama.
7.      Kwartir ketiga (Tarbi’ Tsani) atau Second Quarter, yaitu bulan meninggalkan matahari setelah terjadinya peristiwa Istiqbal. Fase ini terjadi pada tanggal 21, 23 sampai 24 tepatnya setelah ijtimak pada hari ke-22 1/8. Pada masa fase ini munculnya bulan terlambat sekitar 5 jam setelah terbenamnya matahari.
8.      Hilal akhir bulan (Hilal al-Tsani) atau Second / Waning Crescent, yaitu fase dimana sinar bulan berbentuk sabit (hilal) pada akhir bulan. Fase ini terjadi pada tanggal 27 sampai 29.( Muhammad Ahmad Sulaiman, 1999 : 51-52) [8]
Gambar Phases of The Moon
Surah Yasin Ayat 38 - 40
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
 Artinya : Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (Yaa Siin : 38)
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ
Artinya : Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. (Yaa Siin : 39)
 لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
 Artinya: Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yaa Siin : 40)
 Tafsir ayat yang mulia ini telah dijelaskan oleh Rasulullah Saw kepada Abu Dzar r.a:
 يا أبا ذر أتدري ما مستقرها ؟ فقال أبو ذر : الله ورسوله أعلم . قال صلى الله عليه وسلم : مستقرها أنها تسجد تحت عرش ربها عز وجل ذاهبة وآيبة بأمره سبحانه وتعالى
Artinya : Wahai Abu Dzar, tahukah engkau apa mustaqarr (tempat peredaran) nya?” Abu Dzar menjawab, “Allah dan RasulNya yang lebih tahu.” Rasulullahshallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “tempat peredarannya yaitu bahwasannya matahari bersujud di bawah ‘arsy Rabbnya ‘Azza wa Jalla, pergi dan kembali dengan perintahNya Subhanahu wa Ta’ala. (Sahih Bukhari : 4525; Sahih Muslim : 159; Sunan Tirmidziy : 3227; Sunan Abu Dawud : 4002; Musnad Ahmad : 5/152).
Yaitu sujud yang hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengetahui caranya. Semua makhluk bersujud dan bertasbih kepada Allah Jalla wa ‘Aladengan cara yang hanya diketahui oleh Allah Subhanah. Adapun kita tidaklah mengetahui dan tidak pula memahaminya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman : 
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
Artinya : Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Al Israa’ : 44).
 óOs9r& ts? žcr& ©!$# ßàfó¡o ¼çms9 `tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# `tBur Îû ÇÚöF{$# ß§ôJ¤±9$#ur ãyJs)ø9$#ur ãPqàfZ9$#ur ãA$t7Ågø:$#ur ãyf¤±9$#ur >!#ur¤$!$#ur ׎ÏVŸ2ur z`ÏiB Ĩ$¨Z9$# ( ÏWx.ur ¨,ym Ïmøn=tã Ü>#xyèø9$# 3 `tBur Ç`Íkç ª!$# $yJsù ¼çms9 `ÏB BQ̍õ3B 4 ¨bÎ) ©!$# ã@yèøÿtƒ $tB âä!$t±o ) ÇÊÑÈ
Artinya :  Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? dan banyak di antara manusia yang Telah ditetapkan azab atasnya. dan barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang dia kehendaki. (al Hajj : 18)
Sujudnya mereka itu sesuai dengan keadaan mereka, tidak ada yang mengetahui cara sujud mereka kecuali Allah Subhanah. Di antaranya pula firman AllahTa’ala :
 وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَظِلَالُهُمْ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
 Artinya : Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari. (Ar Ra’du : 15)
 Para Astronom menyebutkan bahwa gerakan revolusi bulan mengelilingi bumi dalam satu kali putaran memerlukan waktu rata-rata 27 hari 7 jam 43,2 menit atau 27.32 hari. Periode waktu ini disebut sebagai periode sideris (Sideris Month) atau Syahr Nujum.  Peredaran revolusi ini dijadikan sebagai dasar dan pedoman perhitungan bulan dan tahun Syamsiyah (Masehi Year).( Moh. Murtadho, 2008 : 56).  Sedangkan untuk penentuan bulan dan tahun Qomariyah bukanlah periode sideris akan tetapi sinodis (Synodic Month) atau disebut Syahr Qomar atau Syahr Iqtirani, yaitu waktu yang ditempuh bulan dari posisi sejajar (Iqtiran/Ijtima’) antara matahari, bulan dan bumi ke posisi sejajar berikutnya. Fase bulan dalam periode sinodis ini membutuhkan waktu 29 hari 12 jam 44 menit 2.8 detik atau 29.530588 hari atau dibulatkan menjadi 29.531 hari. (Nazar Mahmud Qasim, 2009:152) [9]
Gambar Periode Revolusi Bulan
Sehingga muncullah fase-fase bulan dalam peredaran bulan mengelilingi bumi (Revolusi) dimana suatu saat posisi bulan akan berada pada arah yang sama dengan matahari dan saat itulah disebut sebagai fase bulan baru (New Moon) atau saat terjadinya konjungsi (Conjuction) atau ijtimak. Begitu pula sebaliknya saat bulan berada pada arah yang berlawanan dengan matahari disebut fase bulan purnama (Full Moon). Pada fase new moon seluruh bagian bulan yang gelap menghadap ke bumi sementara pada fase full moon seluruh permukaan bulan yang terang akan menghadap ke bumi. (Susiknan Azhari, 2007:19)

Korelasi Ilmu Hisab dan Astronomi
Rekonstruksi keilmuan harus dilakukan secara sinergi dan berkesinambungan agar terjalin sebuah komunikasi aktif dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Sedangkan untuk interkoneksi ilmu pengetahuan yang diinginkan perlu adanya tindakan perluasan perspektif dengan menyerap segala informasi dari keilmuan lainnya yang dijadikan sebagai penyempurnaan konstruksi keilmuan yang lebih matang. Sehingga menurut Syamsul Anwar menyatakan bahwa pendekatan suatu interkoneksi ilmu pengetahuan dapat dirumuskan sebagai proses pengkajian bidang keilmuan dengan memanfaatkan data serta analisis yang terkait dan atau menempatkan akan berbagai macam disiplin ilmu yang saling menyapa antara satu dengan yang lainnya. Sehingga dari hasil interkoneksi tersebut dapat dihasilkan sebuah komplementasi, konfirmasi, kontribusi dan komparasi antar sesama ilmu pengetahuan guna kesempurnaan kajian yang valid akan data-data yang telah dikumpulkannya. (Syamsul Anwar, 2011 : 2)
Ilmu hisab lebih banyak mengkaji angka-angka maupun rumus-rumus yang dapat memberikan landasan atau pondasi dasar akan keberlangsungan pemahaman studi astronomi secara terinci, dengan objek kajian berupa; materi, immateri, ruang maupun gerak yang memiliki berkembang. Bidang kajian Astronomi tidak akan pernah terlepas dengan apa yang namanya perhitungan (matematika /hisab). Karena akan bergesekan dengan objek-objek kajian benda-benda luar angkasa yang bergerak mendekat dan menjauh, bahkan ada pula yang bergerak aneh maju mundur dengan lokasi tertentu kemudian akan bergerak dengan melampui dari titik balik yang semula, begitu seterusnya hingga mencapai pada titik kulminasinya menghasilkan garis orbit tersendiri atau disebut dengan orbit tertutup.
Zaman dulu orang lebih banyak tau tentang planet atau benda-benda luar angkasa yang tampak dibandingkan dengan yang lainnya yang tak tampak. Kemajuan teknologi membuat manusia semakin ingin tahu untuk menyibak misteri-misteri langit yang belum terpecahkan. Ditemukannya alat bantu teropong bintang menjadikan manusia semakin ingin tahu akan kebesaran Allah akan luar angkasa. Apalagi telah diluncurkannya teropong bintang luar angkasa Hubble yang memiliki cermin berdiameter 200 Cm yang dapat memotret jarak jauh hingga jutaan tahun cahaya.[10] Pengetahuan jarak antar planet dan bintang dalam kajian astronomi membutuhkan keilmuan tersendiri berupa ilmu hisab. Mayoritas manusia sekarang menyebut ilmu astronomi sebagai ilmu hisab, karena ilmu astronomi identik dengan ilmu hitung-hitungan (hisab) yang memiliki kedekatan hubungan khusus yang menyempurnakan.
Begitu pula dalam perkiraan tahun yang berdasarkan pada peredaran bulan juga dapat dilakukan oleh seluruh manusia dengan mudahnya, baik yang memiliki ilmu tentang astronomi ataupun yang tidak memilikinya. Akan tetapi guna mengetahui perjalanan tahun dengan menggunakan peredaran matahari dan pergerakan bintang-bintang ataupun planet-planet hanya orang-orang tertentu saja yang dapat memahami dan mengetahuinya. Karena untuk mengetahui peredaran waktu tersebut dibutuhkan kemampuan tersendiri akan keilmuan yang berkenaan dengan hal tersebut.
Oleh karena itu, agama sangat mengajurkan untuk mempelajari ilmu Astronomi untuk mengetahui dan mempelajari benda-benda luar angkasa sehingga dapat dugunakan untuk menentukan waktu-waktu ibadah. Para ulama menghukumi belajar ilmu tersebut sebagai tuntutan fardhu ‘Ain bagi yang hidup sendirian, sedangkan yang hidup bersamaan dengan orang banyak hukumnya fardhu kifayah. (Muslih Ar & Ade Mansyur, 2011 : 17. Vol. 1).[11] Imam Ghazali menyebutkan sebaik-baiknya ilmu pengetahuan yang dapat mendekatkan diri kita kepada Allah adalah ilmu kedokteran dan Astronomi. (Muhammad Ghazali, 2003 : 95. Vol. 1)
Kesimpulan
1.      Makna hisab menurut tafsir al Qur’an memiliki banyak arti, antara lain: Hitungan, balasan, amal perbuatan, tanggung jawab, yang bercukupan.
2.      Hilal dalam sudut pandang pentafsiran al-Qur’an dan Astronomi modern memiliki manzilah-manzilah bulan atau transit moon atau fase-fase bulan.
3.      Hilal dalam sudut pandang pentafsiran al-Qur’an adalah seberkas cahaya dari bulan yang sangat tipis seperti sehelai benang. Menurut Astronomi modern bulan dalam realitas kehidupannya bisa berbentuk tak bercahaya karena tertutup (Ijtima’) dan bisa bercahaya secara sempurna (badar) dan bisa juga hanya seberkas cahaya yang bersinar tipis (hilal).
4.      Revolusi bulan dalam satu bulan muncul adanya revolusi periode sideris atau syahr nujum (27.32 Hari) dan periode sinodis atau syahr qomar (29.531 Hari).
5.      Adanya ilmu hisab untuk menghitung dan mengetahui perhitungan tahun dan waktu sesuai dengan firman Allah dalam surah Yunus ayat 5.
6.      Antara ilmu hisab dan astronomi memiliki korelasi yang sangat erat sehingga menghasilkan komunikasi sesama ilmu pengetahuan dan menjadikan interkoneksi serta korelasi yang bagus antar keduanya. Bahkan ketika mempelajari astronomi sudah pasti kita akan berhubungan dengan matematika (Ilmu Hisab), akan tetapi jika kita belajar matematika belum tentu kita akan bersentuhan dengan astronomi.
7.      Hukum mempelajari Hisab (Astronomi) adalah wajib.

Allah A’lam Bisshowab…









DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, PT. Karya Toha Putra Semarang, 1998
Abu Hamid Muhammad al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, (Kairo : Maktabah Tsaqafi, 2003)
Abu Fida Ismail bin Umar bin Katsir al Qursy al Damasqy, Tafsier al Qur’an al Adhim, (Arab Saudi: Daar Tiba Li Nasyr Wa at Tauzi’, 1420H/1999M)
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at Thobari, Tafsir at Thobari Jami’ul Bayan ‘An Ta’wil al Qur’an, (Kairo : Maktabah Hijr, 2001)
Abu Qasim Mahmud bin Umar Al Zamkhasyari al Khawarizmi, al Kasyaf an Haqaiq al Tanzil wa ‘Uyuni al Aqawil fi Wujuhi Takwil, (Bairut : Daar Ihya’ Turast Al ‘Araby)
Afzalur Rahman, Al Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992)
Achmad Baiquni, Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1997)
Amir Husen Hasan, al-adilah al-Syar’iyah Fi Itsbat al-Syuhur al-‘Arabiyah Bi al-Hisabat al-Falakiyah, (Kairo: Daar Kitab al-Dhahaby)
Ibnu Mandzur, Lisan al ‘Arab, (Kairo : Daar al Ma’arif, Tt)
Khariri Shofa, dkk, Laporan Penelitian Kolektif Penentuan Awal Ramadhan-Syawal: Antara Teks dan Perkembangan Astronomi Modern Studi Hadis-hadis Rukyatul Hilal (Kementerian Agama RI, 2012)
Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, (Malang : UIN Malang  Press, 2008)
Muhammad Ahmad Sulaiman, Sabahah Fadhaiyah Fi Afaq ‘Ilmi al-Falaq, (Kuwait : Maktabah ‘Ajiry, 1999).
Muhammad Ahmad Sulaiman, Ma’zufat Fardiyah ‘Ala Awtar Falakiyah, (Kairo: al-Ma’had al-Qaumi Li al-Buhuth al-Falakiyah Wa al-Geofiziyyah, 2011).
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Mu’jam al Mufahras Li al Fadz al Qur’an al Karim, (Bairut : Daar al Fikri, 1401H/1981M)
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta : Buana Pustaka, 2011)
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al Qur’an al Hakim al Masyhur Bi Tafsir al Manar, (Bairut : Daar al Kutub al ‘Alamiyah, 2005)
Muslih Ar & Ade Mansyur, Belajar Ilmu Falak, (Cilacap : Ihya Media Pondok Pesantren al-Ihya’ Ulumuddin, 2011)
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007)
Syamsul Anwar, Interkoneksi Studi Hadis dan Astronomi, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2001)
Yusuf Qardhawi, As- Shahwatu al- Islamiyah Baina al-Ikhtilaf al-Masyru’ wa at-Tafaruq al-Mazdmum, Terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid (Jakarta: Robbani Press, 1995)
Nazar Mahmud Qasim, al-Ma’ayir al-Fiqhiyyah wa al-Falaqiyah Fi I’dadi al-Taqawim al-Hijriyah, (Bairut: Daar al-Basyair al-Islamiyah, 2009M/1430H)
Zubair Umar Jaelani, al Khulashoh al Wafiyah Fi al Falaki Bi Jadwal al-Ghoritma, (Kudus : Manara Kudus)




[1] Lihat juga : Khariri Shofa, dkk, Laporan Penelitian Kolektif Penentuan Awal Ramadhan-Syawal: Antara Teks dan Perkembangan Astronomi Modern Studi Hadis-hadis Rukyatul Hilal (Kementerian Agama RI, 2012)).     
[2] Murtadho menyebutkan bahwa dalam penentuan awal bulan ramadhan sangatlah bervariasai, dia menyebutkan ada dua point besar (aliran/madzhab) dalam penentuan awal bulan qamariyah : Pertama, Hisab yang terdiri dari Hisab Urfi dan Hakiki yang dibagi lagi menjadi Hisab Haqiqi Taqribi (Yaitu; menentukan awal bulan dimulai dari ketinggian hilal yang dihitung dari titik pusat bumi bukan dari permukaan bumi dan berpedoman pada gerak rata-rata bulan yang bergerak dari barat kea rah timur dengan rata-rata ketinggian 12 derajat perhari atau 0.5 perjam), Hisab Haqiqi Tahqiqi (yaitu; menentukan awal bulan atau ketinggian hilal dengan memperhatikan posisi lintang, bujur, deklinasi bulan, sudut waktu bulan dengan koreksi terhadap pengaruh refraksi dan paralaks, kerendahan ufuk serta diameter bulan), Hisab Haqiqi Tadqiqi (yaitu : system hisab yang menggunakan perhitungan didasarkan pada data-data astronomi modern yang mana system ini adalah perkembangan dari system hakiki tahqiqi yang disentesakan dengan ilmu astronomi modern yang melihat serta memperhatikan berbagai macam sisi).  Kedua, Ru’yah bil Fi’li yaitu usaha melihat hilal dengan mata biasa dilakukan dengan secara langsung maupun menggunkana alat bantu optic (teropong) setiap tanggal 29 akhir bulan dan jika hilal tidak berhasil maka akan di istikmalkan (disempurnakan) hari menjadi 30 hari. (Lihat : Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, (Malang : UIN Malang  Press, 2008) cet., I, hal. 223-228, Khariri Shofa, dkk, Laporan Penelitian Kolektif Penentuan Awal Ramadhan-Syawal: Antara Teks dan Perkembangan Astronomi Modern Studi Hadis-hadis Rukyatul Hilal (Kementerian Agama RI, 2012)).
[3] Maksudnya ialah kitab-kitab yang telah diturunkan oleh Allah sebelum Al Quran.
[4] Ketika Rasulullah s.a.w. sedang duduk-duduk bersama orang mukmin yang dianggap rendah dan miskin oleh kaum Quraisy, datanglah beberapa pemuka Quraisy hendak bicara dengan Rasulullah, tetapi mereka enggan duduk bersama mukmin itu, dan mereka mengusulkan supaya orang-orang mukmin itu diusir saja, lalu turunlah ayat ini. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Mas’ud r.a, berkata : Tokoh-tokoh bangsa Quraisy berjalan melihat Rasulullah Saw sedang duduk bersama Shuhaib, Bilal, Ammar dan Khabbab r.a dan beberapa orang miskin dari kaum muslimin, mereka berkata kepada Nabi Muhammad Saw : Ya Muhammad, apakah anda merasa puas dengan orang-orang itu daripada kaummu sendiri (Quraisy)? Apakah mereka itu diberi karunia yang lebih oleh Allah sehingga kami akan menjadi pengikut mereka? Usirlah Mereka, mungkin jika anda mau mengusir mereka kami akan mengikutimu. (Lihat : Ibnu Katsir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, terjemahan Indonesia oleh Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Surabaya : Bina Ilmu, 2004, h. 255-256)
[5]. Maksudnya: Bulan-bulan itu pada awal bulan, kecil berbentuk sabit kemudian sesudah menempati manzilah-manzilahnya  dia menjadi purnama kemudian pada manzilah terakhir kelihatan seperti tandan kering yang melengkung. (Lihat: Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, PT. Karya Toha Putra Semarang, 1998, h. 710)
[6] . Istilah Astronominya adalah Transit Moon
[7]. Maksudnya : Segala sesuatu yang dijadikan Tuhan diberi-Nya perlengkapan-perlengkapan dan persiapan-persiapan sesuai dengan naluri, sifat-sifat dan fungsinya masing-masing dalam hidup. (Lihat; Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, PT. Karya Toha Putra Semarang, 1998, h. 559)
[8]. Lihat Juga : Muhammad Ahmad Sulaiman, Ma’zufat Fardiyah ‘Ala Awtar Falakiyah, (Kairo: al-Ma’had al-Qaumi Li al-Buhuth al-Falakiyah Wa al-Geofiziyyah, 2011), h. 23-24, Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, (Malang : UIN Malang  Press, 2008) cet., I, h. 62-63

[9]. Lihat juga: Muhammad Ahmad Sulaiman, Ma’zufat Fardiyah ‘Ala Awtar Falakiyah, (Kairo: al-Ma’had al-Qaumi Li al-Buhuth al-Falakiyah Wa al-Geofiziyyah, 2011), h. 27. Muhammad Ahmad Sulaiman, Sabahah Fadhaiyah Fi Afaq ‘Ilmi al-Falaq, (Kuwait : Maktabah ‘Ajiry, 1999), h. 479. Amir Husen Hasan, al-adilah al-Syar’iyah Fi Itsbat al-Syuhur al-‘Arabiyah Bi al-Hisabat al-Falakiyah, (Ramsis-Kairo: Daar Kitab al-Dhahaby), h. 74, Moh. Murtadho,Ilmu Falak Praktis,(Malang : UIN Malang  Press, 2008) cet., I, hal. 57, Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007), cet. II, h. 19
[10] Kecepatan cahaya 350.000 Km/detik
[11] Lihat juga : Muhyidin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta : Buana Pustaka, 2011), h. 6.,  Zubair Umar Jaelani, al Khulashoh al Wafiyah Fi al Falaki Bi Jadwal al-Ghoritma, (Kudus : Manara Kudus), h. 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar