HISAB DAN ASTRONOMI
Studi Interkoneksi Ayat-Ayat Hisab Dan Astronomi
Oleh : Imam Labib Hibaurrohman
NIM : 13 – 521 - 2013
Pendahuluan
Hisab merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan awal
bulan hijriyah, waktu shalat, arah kiblat ataupun gerhana oleh sebagian
kalangan, baik yang bersifatnya akademisi ataupun organisai masyarakat
keagamaan (Ormas). Kajian ilmu hisab dalam Astronomi ini, sangat memberikan
pengaruh dalam penentuan waktu-waktu tersebut. Allah telah mengisyaratkan
kepada hambanya akan kebesaran ciptaan Allah terutama pada ciptaan jagad raya
yang tanpa mengenal batas luas melalui ayat-ayatnya untuk diteliti, dipahami dan
di-tadabur-i. Kajian yang menyangkut kosmos (ciptaan jagad raya), disampaikan
Allah dalam firman-Nya yang agung dan tegas :
xsùr& tbrãÝàYt n<Î) È@Î/M}$# y#ø2 ôMs)Î=äz ÇÊÐÈ n<Î)ur Ïä!$uK¡¡9$# y#ø2 ôMyèÏùâ ÇÊÑÈ n<Î)ur ÉA$t6Ågø:$# y#øx. ôMt6ÅÁçR ÇÊÒÈ n<Î)ur ÇÚöF{$# y#øx. ôMysÏÜß ÇËÉÈ
Artinya : Maka
apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit,
bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?. (Al
Ghasiyah : 17-20)
ÎA÷sã spyJò6Åsø9$# `tB âä!$t±o 4 `tBur |N÷sã spyJò6Åsø9$# ôs)sù uÎAré& #Zöyz #ZÏW2 3 $tBur ã2¤t HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÏÒÈ
Artinya : Allah
menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang al Qur’an dan as Sunnah)
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia
benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Hanya orang-orang yang ber-akal-lah
yang dapat mengambil pelajaran dari firman Allah. (Al Baqarah : 269)
Perselisihan
yang terjadi dalam penentuan awal bulan hijriyah terutama dalam masalah menentukan
awal Ramadhan dan Syawal selama ini sedikit banyaknya sudah merambah pada
perubahan paradigma masyarakat tentang ketidak akuran akan pemimpin mereka,
bahkan sudah merambah pada gesekan-gesekan antar kelompok yang berbasis massa
besar akan persatuan dan kesatuan umat untuk menjalankan ibadah. Embrio
permusuhan kecil-kecilanpun sudah mulai Nampak dan semakin ada kerenggangan yang
menjurus kepada individualisasi rasa egoisme masing-masing sesuaib dengan
pemahaman serta pemikiran dari golongan yang diyakininya. Hakikatnya, untuk
menjalani proses aturan hukum jika menggunakan berbagai macam metode yang
berbeda-beda dalam keputusan dan ketetapannya akan menimbulkan perbedaan,
inilah yang disebut oleh Qardhawi sebagai ikhtilaful fiqh. (Yusuf
Qardhawi, 1995 : 11-13) [1]
Metode dalam
menentukan masuknya bulan baru di kalangan umat Islam ada dua, yaitu pertama:
Dengan cara mengamati bulan secara langsung pada hari ke-29 (malam ke-30) bulan
berjalan. Jika bulan terlihat pada hari itu maka malam itu atau keesokan
harinya dinyatakan sebagai bulan baru apabila hilal tidak terlihat, maka malam
itu dan keesokan harinya dijadikan sebagai hari yang ke-30 bulan berjalan dan
bulan barunya dimulai lusa Kedua:
Tanpa melihat hilal melainkan menetapkan kriteria astronomis tertentu untuk
memasuki bulan baru. Jika kriteria
tersebut telah terpenuhi maka malam itu atau hari esoknya dinyatakan
sebagai bulan baru dan apabila kriteria itu belum terpenuhi maka malam itu atau
keesokan harinya baru dijadikan sebagai hari terakhir bulan berjalan dan bulan
barunya dimulai lusa. (Syamsul Anwar, 2001 : 56)
Menurut
Murtadho bahwa dalam penetapan awal bulan hijriyah tidak akan dapat dilepaskan
antara hisab dan rukyah[2]. Disiplin
Ilmu Falak pada masalah penentuan awal bulan hijriyah, sholat, arah kiblat,
gerhana atau yang lainnya tidak akan pernah
terlepas dari kajian tentang Hisab. Sebenarnya apa itu Hisab?
Bagaimana ayat-ayat al Qur’an menjelaskan tentang makna Hisab dan
Interkoneksinya terhadap kajian Ilmu Falak (Astronomi)?
Kata Hisab dalam al Qur’an
dan definisinya
Kata-kata Hisab (
( حساب sebagaimana bentuk jama’ taksir dari masdar dari Hasiba – Yahsabu
– Husbanan- Wamahsaban ( حسب – يحسب – حسبانا - ومحسبا
). (Ibnu Mandzur, TT: 863-866). al Qur’an kata hisab disebutkan sebanyak
37 kali, sebagai berikut : Surah al Baqarah ayat 202 & 212, al Imran ayat
19, 27, 37 & 199, al Maidah ayat 6, al An’am ayat 52 & 69, Yunus ayat
5, ar Ra’d ayat 18, 21, 40 & 41, Ibrahim ayat 41 & 51, al Isra’ ayat
12, al Anbiya’ ayat 1, al Mu’minun ayat 117, an Nur ayat 38 & 39,
Asy-Syuara’ ayat 113, Shad ayat 16, 26, 39 & 53, az Zumar ayat 10, al
Ghafir ayat 17, 27 & 40, at Thalaq ayat 8, al Haqqah ayat 20 & 26, an
Naba’ ayat 27 & 36, al Insyiqaq ayat 8 dan al Ghasiyah ayat 26. (Muhammad
Fuad Abdul Baqi, 1981 : 201).
Dalam kitab mukhtashar (ringkasan) tafsir Ibnu
Katsir, kata-kata Hisab yang telah kami sebutkan diatas sebagian memiliki makna
secara bahasa adalah antara lain:
1. Perhitungan
y7Í´¯»s9'ré& óOßgs9 Ò=ÅÁtR $£JÏiB (#qç7|¡x. 4 ª!$#ur ßìÎ| É>$|¡Ïtø:$# ÇËÉËÈ
Artinya : Mereka
Itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada yang mereka usahakan; dan
Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (al Baqarah : 202)
2. Balasan atau hukuman
¨bÎ) úïÏe$!$# yYÏã «!$# ÞO»n=óM}$# 3 $tBur y#n=tF÷z$# úïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# wÎ) .`ÏB Ï÷èt/ $tB ãNèduä!%y` ÞOù=Ïèø9$# $Jøót/ óOßgoY÷t/ 3 `tBur öàÿõ3t ÏM»t$t«Î/ «!$# cÎ*sù ©!$# ßìÎ| É>$|¡Ïtø:$# ÇÊÒÈ
Artinya: Sesungguhnya
agama yang diridhai disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang
yang telah diberi Al Kitab[3]
kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada)
di antara mereka. barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka
Sesungguhnya Allah sangatlah cepat hisab-Nya. (Al Imran : 19)
3. Amal Perbuatan
wur ÏãôÜs? tûïÏ%©!$# tbqããôt Oßg/u Ío4rytóø9$$Î/ ÄcÓÅ´yèø9$#ur tbrßÌã ¼çmygô_ur ( $tB øn=tã ô`ÏB NÎgÎ/$|¡Ïm `ÏiB &äóÓx« $tBur ô`ÏB y7Î/$|¡Ïm OÎgøn=tæ `ÏiB &äóÓx« öNèdyãôÜtGsù tbqä3tFsù z`ÏB úüÏJÎ=»©à9$# ÇÎËÈ
Artinya : Dan
janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang
hari, sedang mereka menghendaki keridlaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung
jawab sedikitpun terhadap amal perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul
tanggung jawab sedikitpun terhadap segala amal perbuatanmu, yang menyebabkan
kamu (berhak) mengusir mereka, sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim.[4]
(Al An’am : 52)
4. Hari kiamat
$oY/u öÏÿøî$# Í< £t$Î!ºuqÏ9ur tûüÏZÏB÷sßJù=Ï9ur tPöqt ãPqà)t Ü>$|¡Åsø9$# ÇÍÊÈ
Artinya : Ya
Tuhan kami, beri ampunlah Aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang
mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat). (Ibrahim : 41)
5. Pertanggungjawaban
`tBur äíôt yìtB «!$# $·g»s9Î) tyz#uä w z`»ydöç/ ¼çms9 ¾ÏmÎ/ $yJ¯RÎ*sù ¼çmç/$|¡Ïm yZÏã ÿ¾ÏmÎn/u 4 ¼çm¯RÎ) w ßxÎ=øÿã tbrãÏÿ»s3ø9$# ÇÊÊÐÈ
Artinya : Dan barangsiapa menyembah Tuhan yang lain di
samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, Maka
Sesungguhnya pertanggungjawabnnya adalah di sisi Tuhannya. Sesungguhnya
orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. (al Mu’minun : 117)
Dari berbagai macam makna atau maksud yang sebagian telah
penulis utarakan diatas, mayoritas kata Hisab dalam al Qur’an lebih
menunjukkan kepada arti sebagai perhitungan, hitungan, menghitung atau kadar
kira-kira (Zhan). Sedangkan yang lain hanyalah sebagian terkecil dari makna
yang dimaksud oleh al Qur’an sesuai dengan konteks kalimat ayatnya. Jika dicermati
secara dalam kata yang menunjukkan arti lainnya menunjukkan maksud yang sama
tidak akan jauh dari makna aslinya, yaitu : kadar pembalasan (pahala), hitungan
amal perbuatan, hari perhitungan (kiamat). Merujuk pada kamus al Munawir, kata hisab
mengandung arti sebagai kumpulan, yang mencukupi, hitung-hitungan atau perhitungan.
(A.W. Munawir, 2002 : 262).
Ada juga kamus bahasa Arab lain yang menunjukkan makna Hisab
sebagai dugaan atau kira-kira (Zhan) dengan merujuk makna asal katanya,
yaitu : Hasiba – Yahsabu. Jikalau merujuk kata Hisab secara
langsung, ia memiliki arti yang bercukupan atau mencukupi. (Kamus
Munjid, 1986 : 132). Ibnu Mandzur dalam kitabnya Lisan al Arab menegaskan
arti secara bahasanya, sebagai berikut : yang bercukupan, mencukupi,
perhitungan, hukuman, pahala, kadar timbangan, zhan. (Ibnu Mandzur, TT:
866)
Pandangan Al Qur’an Tentang
Matematika (Hisab)
Al Qur’an sebagai hudan lin naas atau kitab suci
yang berupa petunjuk untuk manusia yang dapat menjadikan kehidupannya bahagia
dunia akhirat dengan didasari pemahaman secara kaffah sesuai dengan ilmu
pengetahuan yang dikuasainya secara utuh tidak sepotong-potong. Karean dalam al
Qur’an hanya baru dijelaskan secara global dan masih banyak yang belum
dijelaskan secara tafsili (terperinci) walaupun ada unsure bayan dari
sunnah Rasulullah Saw.
Al Qur’an juga menjelaskan tentang peran penting dari
ilmu pengetahuan matematika sebagai landasan dasar untuk menguasai keilmuan
kealaman yang telah Allah ciptakan untuk manusia kuasai dan pelajari. Peranan
angka ataupun symbol pada suatu bilangan memberikan peran yang sangat besar
sekali karena dengan aspek tersebut manusia dapat memperkenalkan akan
kesinambungan, keteraturan dan keserasian antar bilangan. Bahkan dengan
penguasaan bilangan akan menjadikan manusia dapat mengukur akan jati dirinya terhadap
amal perbuatan yang telah ia lakukan selama hidup di dunia.
Perhitungan banyak digunakan oleh umat muslim dalam
kehidupannya dan telah banyak disampaikan al Qur’an secara jelas dan gamblang,
seperti halnya dengan hitungan tahun yang pernah dirasakan oleh ashabul
kahfi, masa iddah perempuan dalam perceraian, hukuman cambuk bagi yang
melanggar perzinaan dan lain sebagainya. Seperti yang pernah digambarkan oleh
Allah dalam firman-Nya surah kahfi :
(#qèWÎ6s9ur Îû óOÎgÏÿôgx. y]»n=rO 7ps($ÏB úüÏZÅ (#rß#yø$#ur $Yèó¡Î@ ÇËÎÈ
Artinya : Dan
mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun
(lagi). (Al Kahfi : 25)
Dalam kajian kitab-kitab tafsir diterangkan bahwasanya
ashabul kahfi telah menetap di gua selama 309 tahun akan penulis belum
mendapatkan refrensi yang valid akan tahun apa yang dimaksud oleh al Qur’an
karena di kitab-kitab tafsir tidak ada yang menjelaskan tentang itu. Akan
tetapi analisis penulis setelah membaca kitab-kitab tafsir disana selalu
diterangkan bahwasanya Allah menidurkan ashabul kahfi selama 300 tahun dan
ditambah lagi selama 9 tahun. Ini menunjukkan bahwasanya Allah menunjukkan
kuasanya dan ingin menerangkan kepada manusia akan adanya peredaran tahun
dengan menggunakan metode solar system dan lunar system. Jika di
hitung secara matematik, ashabul kahfi tinggal di gua selama 300 tahun kalender
syamsiyah dan dihitung menggunakan kalender qomariyah maka akan didapatkan 309
tahun, karena keterpautan antara keduanya adalah sekitar 11 hari. Jika 11 hari
tersebut dikumpulkan selama 300 tahun akan ketemu dengan angka 3300 kemudan
dibagi jumlah hari dalam satu tahun qomariyah 354 (basithoh/tahun terpendek)
maka angka yang dihasilkan sebesar 9.3 tahun.
Ayat-ayat Astronomi Dalam Al
Qur’an
Al Qur’an tidak akan pernah berubah walaupun tertelan
zaman yang berubah adalah pemahaman-pemahaman manusia itu sendiri untuk
menyibak berbagai macam misteri yang terkandung didalamnya. Al Qur’an tidaklah
membuat suatu metode baru untuk menunjukkan apa yang ada dalam dirinya kepada
manusia, akan tetapi manusialah yang berlomba-lomba memunculkan teori baru dan
metode baru untuk mengungkap rahasia yang ada dalam al Qur’an. Eksistensi alam
semesta telah ditunjukkan oleh al Qur’an dengan berbagai dialog kerahsiannya
yang masih membutuhkan pembongkaran-pembongkaran secara ilmiyah untuk
memberikan argumentasi yang logis dapat diterima oleh akal akan adanya alam
semesta tersebut, dimana seluruh hukum-hukumnya yang berupa materi dan
immateri.
Al Qur’an telah memberikan gambaran yang sempurna akan
alam materi dan apa yang ada dibalik sikapnya terhadap pembuktian-pembuktian
secara ilmiyah dan rasional sehingga didapatkan sebuah mukjizat akan adanya
penalaran-penalaran yang logis dan dapat memuaskan berbagai pihak yang memiliki
opini dan kecerdasan yang berbeda-beda. Kemampuan dalam menguasai alam yang
membawanya untuk dekat kepada kesadaran bahwa alam semesta beserta kemegahan
dan susunannya terwujud bukan karena kemauannya sendiri akan tetapi ada yang
mengaturnya dan dia tunduk akan ketetapan yang ditetapkan untuknya. Ia memeliki
sifat stagnan dan tidak berubah sesuai dengan sunnatullah yang ia jalankan.
óOs9r& (#÷rts? ¨br& ©!$# t¤y Nä3s9 $¨B Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# x÷t7ór&ur öNä3øn=tæ ¼çmyJyèÏR ZotÎg»sß ZpuZÏÛ$t/ur 3 z`ÏBur Ĩ$¨Z9$# `tB ãAÏ»pgä Îû «!$# ÎötóÎ/ 5Où=Ïæ wur Wèd wur 5=»tGÏ. 9ÏZB ÇËÉÈ
Artinya : Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah
Telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang ada di langit dan apa yang ada
di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir batin. Dan di antara
manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau
petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan. (Lukman : 20)
Surah Al-Baqarah ayat 189
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ
لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ
ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ
أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.
Katakanlah:` Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi
ibadat) haji; Dan bukanlah kebaktian memasuki rumah-rumah dari belakangnya,
akan tetapi kebaktian itu ialah kebaktian orang yang bertakwa. Dan masuklah ke
rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu
beruntung.
Riwayat Abu Nuaim dan Ibnu Asakir, bahwa Muaz
bin Jabal, dan Tsa`labah bin Ganimah bertanya, "Ya Rasulullah, apa sebab
bulan itu kelihatan mula-mula halus seperti benang kemudian bertambah besar
lagi, sampai rata dan bundar, kemudian terus berkurang dan mengecil kembali
seperti semula, dan tidak dalam satu bentuk yang tetap?" Maka turunlah
ayat ini.
Imam Qurtuby : Awal bulan itu ditandai dengan
terlihatnya hilal dan hilal ada pada di 2 malam akhir bulan dan 2 malam di awal
bulan. Ashmu’i : hilal merupakan bentuk batu bulan yang bercahaya yang
cahayanya sangat tipis seperti benang dan tampak.
Ibnu Abbas, Qatadah, Rabi’, dll mengatakan
tentang ahillah, ahillah adalah jama’ dari Hilal dan salah satu
dari jama’ merupakan sebuah perwujudan manifestasi hilal awal bulan
secara benar karena hilal yang dimaksud ayat dalam satu bulannya hanya ada satu
yaitu diawal bulan sedangkan hilal diakhir bulan tidak bisa dijadikan landasan
dasar untuk dikatakan sebagai hilal penentuan awal bulan akan tetapi dia
termasuk kategori ahillah (macam-macam hilal). Hilal awal bulan
bentuknya seperti ujung kuku
Astronomi modern : kedudukan bulan selalu ada
baik dalam keadaan tertutup maupun tidak oleh bumi. Bulan hanya sebuah bentuk
benda kecil yang senantiasa mengitari bumi dan tidak memiliki sinar sendiri
dibandingkan oleh matahari yang memiliki sinar sendiri dan bentuknya lebih
besar hakekatnya dibandingkan bulan. Bulan dalam realitas kehidupannya bisa
berbentuk tak bercahaya karena tertutup (Ijtima’) dan bisa bercahaya secara
sempurna (badar) dan bisa juga hanya seberkas cahaya yang bersinar tipis
(hilal) perubahannyapun secara bertingkat dari hari ke hari
Surah Yunus ayat 5
هوالذى جعل الشمس ضياء والقمر نورا وقدَره منازل لتعلموا
عدد السنين والحساب ما خلق الله ذلك إلا بالحق يفصَل الأيات لقوم يعلمون (يونس : 5
)
Artinya : “Dialah yang menjadikan matahari bersinar
dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (Tempat-tempat) bagi
perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan
perhitungan waktu, Allah tidak menciptakan
yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda
kebesaran-Nya kepada orang-orang yang mengetahui”.
Ibnu Katsir mengatakan Allah menjadikan bulan beredar
pada garis edarnya (manzilah) dia akan dimulai dari kecil kemudian bertambah
dan bertambah sehingga mencapai pada kesempurnaan (al Badr/Purnama)
kemudain dia akan kembali mengecil sampai sediakala yang berbentuk tandan tua
sehingga disebut dengat sebulan penuh. Dalam Firman Allah Surah Yasin: 39,
artinya : “Dan telah kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga
setelah dia sampai pada manzilahnya yang terakhir kembalilah dia sebagai bentuk
tandan tua”.[5]
Firman Allah dalam surah lainnya Al-An’am : 96 ; “Dan menjadikan matahari
dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketetapan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui”. yang dimaksud dengan Qadarahu yaitu Bulan, maka dengan
adanya matahari kita bisa mengetahui hari dan dengan adanya peredaran bulan
kita bisa mengetahui bulan dan tahun. (Abu
Fida Ismail bin Umar bin Katsir al Qursy al Damasqy, 1999 : 248)
Imam Thabari menjelaskan tentang Qaddarahu Manazilah
yaitu; bulan yang memiliki tempat-tempat (Manazilah)[6].
Sehingga untuk menentukan dimana bulan berada saat itu memerlukan bantuan
perhitungan. Dalam penentuan tahun maupun bulan juga membutuhkan perhitungan
secara benar karena Allah tidak akan menciptakan matahari dan bulan tanpa
adanya ketetapan secara benar dan mereka akan senantiasa mengorbit sesuai
dengan hukum-hukum yang telah ditentukannya sesuai dengan kadar manzilah-nya.
Barang siapa yang mau mentadaburi akan kebesaran Allah tentang itu semuanya
niscaya akan mendekatkan dirinya kepada wahdaniyah Allah. (Abu Ja’far
Muhammad bin Jarir at Thobari, 2001 : 118-119, vol. 12)
Dalam Kitab Tafsir al Kasyaf, Zamkhasyari
menyebutkan tentang makna Qaddarahu adalah peredaran bulan menurut manzilah-manzilah-nya
(tempat-tempatnya). Sedangkan yang dimaksud Hisab dalam ayat tersebut
yaitu perhitungan untuk mengetahui waktu bulan, hari dan malam.(Zamkhasyari, TT
: 314)
Menurut shohibul al Manar, Muhammad Rasyid bin Ali
Ridha (W. 1354H); Adanya penjelasan berkenaan dengan surah Yunus ayat 5
menunjukkan akan perkembangan ilmu Nabati dan falak karena ayat tersebut
bersangkutan dengan kauniyah (Pembentukan) dan ilmu-ilmu itu bisa
dijadikan dasar pertimbangan bagi orang-orang arab yang kurang bisa memahami
secara dalam tentang perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat cepatnya. Hal
ini juga menunjukkan kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan dalam membahas wahyu-wahyu
Allah. Yang dimaksud dengan Qadarahu Manazilah adalah menjadikan atau
menetapkan sesuatu sebagai tempat penetapan yang berkenaan dengan waktu,
tempat, barang ataupun sifat secara khusus. (Muhammad Rasyid Ridha, 2005 : 264,
vol. 1).
Firman Allah dalam surah al Muzammil:
¨bÎ) y7/u ÞOn=÷èt y7¯Rr& ãPqà)s? 4oT÷r& `ÏB ÄÓs\è=èO È@ø©9$# ¼çmxÿóÁÏRur ¼çmsWè=èOur ×pxÿͬ!$sÛur z`ÏiB tûïÏ%©!$# y7yètB 4 ª!$#ur âÏds)ã @ø©9$# u$pk¨]9$#ur 4 zOÎ=tæ br& `©9 çnqÝÁøtéB z>$tGsù ö/ä3øn=tæ ( (#râätø%$$sù $tB u£us? z`ÏB Èb#uäöà)ø9$# 4 zNÎ=tæ br& ãbqä3uy Oä3ZÏB 4ÓyÌó£D tbrãyz#uäur tbqç/ÎôØt Îû ÇÚöF{$# tbqäótGö6t `ÏB È@ôÒsù «!$# tbrãyz#uäur tbqè=ÏG»s)ã Îû È@Î6y «!$# ( (#râätø%$$sù $tB u£us? çm÷ZÏB 4 (#qãKÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qàÊÌø%r&ur ©!$# $·Êös% $YZ|¡ym 4 $tBur (#qãBÏds)è? /ä3Å¡àÿRL{ ô`ÏiB 9öyz çnrßÅgrB yZÏã «!$# uqèd #Zöyz zNsàôãr&ur #\ô_r& 4 (#rãÏÿøótGó$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî 7LìÏm§ ÇËÉÈ
Artinya :
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang)
kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan
(demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah
menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali
tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka dia memberi keringanan
kepadamu, Karena itu Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. dia
mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang
yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang
lain lagi berperang di jalan Allah, Maka Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari
Al Quran dan Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman
kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk
dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang
paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al Muzammil : 20)
Firman Allah lainnya :
Ï%©!$# ¼çms9 à7ù=ãB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur óOs9ur õÏGt #Ys9ur öNs9ur `ä3t ¼ã&©! Ô7ΰ Îû Å7ù=ßJø9$# t,n=yzur ¨@à2 &äóÓx« ¼çnu£s)sù #\Ïø)s? ÇËÈ
Artinya : Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan
bumi, dan dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam
kekuasaan(Nya), dan dia Telah menciptakan segala sesuatu, dan dia menetapkan
ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. [7]
(al Furqan : 2)
Muhammad Ahmad Sulaiman mengklasifikasi fase-fase bulan (Manajil
/ Atwaru al-Qamar) dalam siklus
bulanan sebagai berikut:
1. Muhaq (bulan mati) yaitu ketika bulan
dalam posisi antara bumi dan matahari atau saat terjadinya Ijtimak atau
konjungsi.
2. Hilal awal bulan (Crescent),
yaitu terjadi ketika bulan siatas ufuk setelah terjadinya ijtima’ setelah
terbenamnya matahari. Umur hilal awal bulan ini selama 6 hari 16 jam dan 11
menit.
3. Kwartir pertama (Tarbi’ Awwal)
atau First Quarter, yaitu setelah bulan meninggalkan matahari pada
perempatan pertama dalam ukuran sudut (busur), fase ini terjadi pada hari ke-7
4. Bulan mau purnama (al-Ahdab
al-Awwal) atau First / Waxing Gibbous, yaitu bulan dalam posisi
bertambah terang setelah tenggelamnya matahari dan dia berada pada posisi
berdekatan dengan ufuk yang sebelah timur dan fase ini bulan sudah kelihatan
besar. Fase ini terjadi pada tanggal 8 sampai tanggal 11.
5. Bulan Purnama (Badr) atau Full
Moon, yaitu ketika terjadi peristiwa istiqbal, semua permukaan bulan
menghadap matahari, fase ini terjadi pada tanggal 13, 14 sampai 15.
6. Bulan setelah purnama (al-Ahdab
al-Tsani) atau Second / Waning Gibbous, yaitu bulan purnama mulai
berkurang. Waktu berlangsungnya fase ini selama 4 hari setelah purnama.
7. Kwartir ketiga (Tarbi’ Tsani)
atau Second Quarter, yaitu bulan meninggalkan matahari setelah
terjadinya peristiwa Istiqbal. Fase ini terjadi pada tanggal 21, 23
sampai 24 tepatnya setelah ijtimak pada hari ke-22 1/8. Pada masa fase ini
munculnya bulan terlambat sekitar 5 jam setelah terbenamnya matahari.
8. Hilal akhir bulan (Hilal
al-Tsani) atau Second / Waning Crescent, yaitu fase dimana sinar
bulan berbentuk sabit (hilal) pada akhir bulan. Fase ini terjadi pada
tanggal 27 sampai 29.( Muhammad Ahmad
Sulaiman, 1999 : 51-52) [8]
Gambar
Phases of The Moon

Surah Yasin Ayat 38 - 40
وَالشَّمْسُ
تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
Artinya : Dan matahari berjalan
ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui. (Yaa Siin : 38)
وَالْقَمَرَ
قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ
Artinya : Dan telah Kami tetapkan bagi
bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang
terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. (Yaa Siin : 39)
لَا الشَّمْسُ
يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ
وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
Artinya: Tidaklah mungkin bagi
matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan
masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yaa Siin : 40)
Tafsir ayat yang mulia ini telah
dijelaskan oleh Rasulullah Saw kepada Abu Dzar r.a:
يا أبا ذر
أتدري ما مستقرها ؟ فقال أبو ذر : الله ورسوله أعلم . قال صلى الله عليه وسلم :
مستقرها أنها تسجد تحت عرش ربها عز وجل ذاهبة وآيبة بأمره سبحانه وتعالى
Artinya : Wahai Abu Dzar, tahukah engkau
apa mustaqarr (tempat peredaran) nya?” Abu
Dzar menjawab, “Allah dan RasulNya yang lebih tahu.” Rasulullahshallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “tempat
peredarannya yaitu bahwasannya matahari bersujud di bawah ‘arsy Rabbnya ‘Azza wa Jalla, pergi dan
kembali dengan perintahNya Subhanahu
wa Ta’ala. (Sahih
Bukhari : 4525; Sahih Muslim : 159; Sunan Tirmidziy : 3227; Sunan Abu Dawud :
4002; Musnad Ahmad : 5/152).
Yaitu sujud yang hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengetahui caranya. Semua makhluk
bersujud dan bertasbih kepada Allah Jalla wa ‘Aladengan cara yang hanya diketahui
oleh Allah Subhanah. Adapun kita tidaklah mengetahui dan
tidak pula memahaminya. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
تُسَبِّحُ لَهُ
السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا
يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ
حَلِيمًا غَفُورًا
Artinya : Langit yang tujuh, bumi dan
semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun
melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti
tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.
(Al Israa’ : 44).
óOs9r& ts? cr& ©!$# ßàfó¡o ¼çms9 `tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# `tBur Îû ÇÚöF{$# ß§ôJ¤±9$#ur ãyJs)ø9$#ur ãPqàfZ9$#ur ãA$t7Ågø:$#ur ãyf¤±9$#ur >!#ur¤$!$#ur ×ÏV2ur z`ÏiB Ĩ$¨Z9$# ( îÏWx.ur ¨,ym Ïmøn=tã Ü>#xyèø9$# 3 `tBur Ç`Íkç ª!$# $yJsù ¼çms9 `ÏB BQÌõ3B 4 ¨bÎ) ©!$# ã@yèøÿt $tB âä!$t±o ) ÇÊÑÈ
Artinya :
Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang
ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan,
binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? dan banyak
di antara manusia yang Telah ditetapkan azab atasnya. dan barangsiapa yang
dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah
berbuat apa yang dia kehendaki. (al Hajj : 18)
Sujudnya mereka itu sesuai dengan keadaan
mereka, tidak ada yang mengetahui cara sujud mereka kecuali Allah Subhanah. Di
antaranya pula firman AllahTa’ala :
وَلِلَّهِ
يَسْجُدُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَظِلَالُهُمْ
بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
Artinya : Hanya kepada Allah-lah sujud
(patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri
ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang
hari. (Ar Ra’du : 15)
Para Astronom menyebutkan bahwa gerakan
revolusi bulan mengelilingi bumi dalam satu kali putaran memerlukan waktu
rata-rata 27 hari 7 jam 43,2 menit atau 27.32 hari. Periode waktu ini disebut
sebagai periode sideris (Sideris Month) atau Syahr Nujum. Peredaran revolusi ini dijadikan sebagai
dasar dan pedoman perhitungan bulan dan tahun Syamsiyah (Masehi Year).( Moh.
Murtadho, 2008 : 56). Sedangkan untuk penentuan bulan dan
tahun Qomariyah bukanlah periode sideris akan tetapi sinodis (Synodic Month)
atau disebut Syahr Qomar atau Syahr Iqtirani, yaitu waktu yang
ditempuh bulan dari posisi sejajar (Iqtiran/Ijtima’) antara matahari,
bulan dan bumi ke posisi sejajar berikutnya. Fase bulan dalam periode sinodis
ini membutuhkan waktu 29 hari 12 jam 44 menit 2.8 detik atau 29.530588 hari
atau dibulatkan menjadi 29.531 hari. (Nazar Mahmud Qasim, 2009:152) [9]
Gambar Periode Revolusi Bulan

Sehingga muncullah fase-fase bulan
dalam peredaran bulan mengelilingi bumi (Revolusi) dimana suatu saat posisi
bulan akan berada pada arah yang sama dengan matahari dan saat itulah disebut
sebagai fase bulan baru (New Moon) atau saat terjadinya konjungsi (Conjuction)
atau ijtimak. Begitu pula sebaliknya saat bulan berada pada arah yang
berlawanan dengan matahari disebut fase bulan purnama (Full Moon). Pada
fase new moon seluruh bagian bulan yang gelap menghadap ke bumi
sementara pada fase full moon seluruh permukaan bulan yang terang akan
menghadap ke bumi. (Susiknan
Azhari, 2007:19)
Korelasi Ilmu Hisab dan
Astronomi
Rekonstruksi keilmuan harus dilakukan secara sinergi dan
berkesinambungan agar terjalin sebuah komunikasi aktif dalam pengembangan ilmu
pengetahuan. Sedangkan untuk interkoneksi ilmu pengetahuan yang diinginkan perlu
adanya tindakan perluasan perspektif dengan menyerap segala informasi dari
keilmuan lainnya yang dijadikan sebagai penyempurnaan konstruksi keilmuan yang lebih
matang. Sehingga menurut Syamsul Anwar menyatakan bahwa pendekatan suatu
interkoneksi ilmu pengetahuan dapat dirumuskan sebagai proses pengkajian bidang
keilmuan dengan memanfaatkan data serta analisis yang terkait dan atau menempatkan
akan berbagai macam disiplin ilmu yang saling menyapa antara satu dengan yang
lainnya. Sehingga dari hasil interkoneksi tersebut dapat dihasilkan sebuah komplementasi,
konfirmasi, kontribusi dan komparasi antar sesama ilmu pengetahuan guna
kesempurnaan kajian yang valid akan data-data yang telah dikumpulkannya.
(Syamsul Anwar, 2011 : 2)
Ilmu hisab lebih banyak mengkaji angka-angka maupun
rumus-rumus yang dapat memberikan landasan atau pondasi dasar akan keberlangsungan
pemahaman studi astronomi secara terinci, dengan objek kajian berupa; materi, immateri,
ruang maupun gerak yang memiliki berkembang. Bidang kajian Astronomi tidak akan
pernah terlepas dengan apa yang namanya perhitungan (matematika /hisab). Karena
akan bergesekan dengan objek-objek kajian benda-benda luar angkasa yang
bergerak mendekat dan menjauh, bahkan ada pula yang bergerak aneh maju mundur
dengan lokasi tertentu kemudian akan bergerak dengan melampui dari titik balik
yang semula, begitu seterusnya hingga mencapai pada titik kulminasinya
menghasilkan garis orbit tersendiri atau disebut dengan orbit tertutup.
Zaman dulu orang lebih banyak tau tentang planet atau
benda-benda luar angkasa yang tampak dibandingkan dengan yang lainnya yang tak
tampak. Kemajuan teknologi membuat manusia semakin ingin tahu untuk menyibak
misteri-misteri langit yang belum terpecahkan. Ditemukannya alat bantu teropong
bintang menjadikan manusia semakin ingin tahu akan kebesaran Allah akan luar
angkasa. Apalagi telah diluncurkannya teropong bintang luar angkasa Hubble yang
memiliki cermin berdiameter 200 Cm yang dapat memotret jarak jauh hingga jutaan
tahun cahaya.[10] Pengetahuan
jarak antar planet dan bintang dalam kajian astronomi membutuhkan keilmuan
tersendiri berupa ilmu hisab. Mayoritas manusia sekarang menyebut ilmu
astronomi sebagai ilmu hisab, karena ilmu astronomi identik dengan ilmu
hitung-hitungan (hisab) yang memiliki kedekatan hubungan khusus yang menyempurnakan.
Begitu pula dalam perkiraan tahun yang berdasarkan pada
peredaran bulan juga dapat dilakukan oleh seluruh manusia dengan mudahnya, baik
yang memiliki ilmu tentang astronomi ataupun yang tidak memilikinya. Akan
tetapi guna mengetahui perjalanan tahun dengan menggunakan peredaran matahari
dan pergerakan bintang-bintang ataupun planet-planet hanya orang-orang tertentu
saja yang dapat memahami dan mengetahuinya. Karena untuk mengetahui peredaran
waktu tersebut dibutuhkan kemampuan tersendiri akan keilmuan yang berkenaan
dengan hal tersebut.
Oleh karena itu, agama sangat mengajurkan untuk
mempelajari ilmu Astronomi untuk mengetahui dan mempelajari benda-benda luar
angkasa sehingga dapat dugunakan untuk menentukan waktu-waktu ibadah. Para
ulama menghukumi belajar ilmu tersebut sebagai tuntutan fardhu ‘Ain bagi
yang hidup sendirian, sedangkan yang hidup bersamaan dengan orang banyak hukumnya
fardhu kifayah. (Muslih Ar & Ade Mansyur, 2011 : 17. Vol. 1).[11]
Imam Ghazali menyebutkan sebaik-baiknya ilmu pengetahuan yang dapat mendekatkan
diri kita kepada Allah adalah ilmu kedokteran dan Astronomi. (Muhammad Ghazali,
2003 : 95. Vol. 1)
Kesimpulan
1. Makna hisab menurut tafsir al
Qur’an memiliki banyak arti, antara lain: Hitungan, balasan, amal perbuatan,
tanggung jawab, yang bercukupan.
2. Hilal dalam sudut pandang
pentafsiran al-Qur’an dan Astronomi modern memiliki manzilah-manzilah
bulan atau transit moon atau fase-fase bulan.
3. Hilal dalam sudut pandang
pentafsiran al-Qur’an adalah seberkas cahaya dari bulan yang sangat tipis
seperti sehelai benang. Menurut Astronomi modern bulan dalam realitas
kehidupannya bisa berbentuk tak bercahaya karena tertutup (Ijtima’) dan bisa
bercahaya secara sempurna (badar) dan bisa juga hanya seberkas cahaya yang
bersinar tipis (hilal).
4. Revolusi bulan dalam satu bulan
muncul adanya revolusi periode sideris atau syahr nujum (27.32
Hari) dan periode sinodis atau syahr qomar (29.531 Hari).
5. Adanya ilmu hisab untuk menghitung
dan mengetahui perhitungan tahun dan waktu sesuai dengan firman Allah dalam
surah Yunus ayat 5.
6. Antara ilmu hisab dan astronomi
memiliki korelasi yang sangat erat sehingga menghasilkan komunikasi sesama ilmu
pengetahuan dan menjadikan interkoneksi serta korelasi yang bagus antar
keduanya. Bahkan ketika mempelajari astronomi sudah pasti kita akan berhubungan
dengan matematika (Ilmu Hisab), akan tetapi jika kita belajar matematika belum
tentu kita akan bersentuhan dengan astronomi.
7. Hukum mempelajari Hisab
(Astronomi) adalah wajib.
Allah A’lam Bisshowab…
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an dan
Terjemahannya, Departemen Agama RI, PT. Karya Toha Putra Semarang, 1998
Abu Hamid
Muhammad al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, (Kairo : Maktabah Tsaqafi, 2003)
Abu Fida Ismail
bin Umar bin Katsir al Qursy al Damasqy, Tafsier al Qur’an al Adhim, (Arab
Saudi: Daar Tiba Li Nasyr Wa at Tauzi’, 1420H/1999M)
Abu Ja’far
Muhammad bin Jarir at Thobari, Tafsir at Thobari Jami’ul Bayan ‘An Ta’wil al
Qur’an, (Kairo : Maktabah Hijr, 2001)
Abu Qasim
Mahmud bin Umar Al Zamkhasyari al Khawarizmi, al Kasyaf an Haqaiq al Tanzil
wa ‘Uyuni al Aqawil fi Wujuhi Takwil, (Bairut : Daar Ihya’ Turast Al
‘Araby)
Afzalur Rahman,
Al Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992)
Achmad Baiquni,
Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima
Yasa, 1997)
Amir Husen
Hasan, al-adilah al-Syar’iyah Fi Itsbat al-Syuhur al-‘Arabiyah Bi al-Hisabat
al-Falakiyah, (Kairo: Daar Kitab al-Dhahaby)
Ibnu Mandzur, Lisan
al ‘Arab, (Kairo : Daar al Ma’arif, Tt)
Khariri Shofa,
dkk, Laporan Penelitian Kolektif Penentuan Awal Ramadhan-Syawal: Antara Teks
dan Perkembangan Astronomi Modern Studi Hadis-hadis Rukyatul Hilal
(Kementerian Agama RI, 2012)
Moh. Murtadho, Ilmu
Falak Praktis, (Malang : UIN Malang
Press, 2008)
Muhammad Ahmad
Sulaiman, Sabahah Fadhaiyah Fi Afaq ‘Ilmi al-Falaq, (Kuwait : Maktabah
‘Ajiry, 1999).
Muhammad Ahmad
Sulaiman, Ma’zufat Fardiyah ‘Ala Awtar Falakiyah, (Kairo: al-Ma’had
al-Qaumi Li al-Buhuth al-Falakiyah Wa al-Geofiziyyah, 2011).
Muhammad Fuad
Abdul Baqi, Mu’jam al Mufahras Li al Fadz al Qur’an al Karim, (Bairut :
Daar al Fikri, 1401H/1981M)
Muhyidin
Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta : Buana Pustaka,
2011)
Muhammad Rasyid
Ridha, Tafsir al Qur’an al Hakim al Masyhur Bi Tafsir al Manar, (Bairut
: Daar al Kutub al ‘Alamiyah, 2005)
Muslih Ar &
Ade Mansyur, Belajar Ilmu Falak, (Cilacap : Ihya Media Pondok Pesantren
al-Ihya’ Ulumuddin, 2011)
Susiknan
Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern,
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007)
Syamsul Anwar, Interkoneksi
Studi Hadis dan Astronomi, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2001)
Yusuf Qardhawi,
As- Shahwatu al- Islamiyah Baina al-Ikhtilaf al-Masyru’ wa at-Tafaruq
al-Mazdmum, Terj. Aunur Rafiq Shaleh Tamhid (Jakarta: Robbani Press, 1995)
Nazar Mahmud
Qasim, al-Ma’ayir al-Fiqhiyyah wa al-Falaqiyah Fi I’dadi al-Taqawim
al-Hijriyah, (Bairut: Daar al-Basyair al-Islamiyah, 2009M/1430H)
Zubair Umar
Jaelani, al Khulashoh al Wafiyah Fi al Falaki Bi Jadwal al-Ghoritma,
(Kudus : Manara Kudus)
[1] Lihat juga :
Khariri Shofa, dkk, Laporan Penelitian Kolektif Penentuan Awal Ramadhan-Syawal:
Antara Teks dan Perkembangan Astronomi Modern Studi Hadis-hadis Rukyatul Hilal
(Kementerian Agama RI, 2012)).
[2] Murtadho
menyebutkan bahwa dalam penentuan awal bulan ramadhan sangatlah bervariasai,
dia menyebutkan ada dua point besar (aliran/madzhab) dalam penentuan awal bulan
qamariyah : Pertama, Hisab yang terdiri dari Hisab Urfi dan Hakiki yang
dibagi lagi menjadi Hisab Haqiqi Taqribi (Yaitu; menentukan awal bulan
dimulai dari ketinggian hilal yang dihitung dari titik pusat bumi bukan dari
permukaan bumi dan berpedoman pada gerak rata-rata bulan yang bergerak dari
barat kea rah timur dengan rata-rata ketinggian 12 derajat perhari atau 0.5
perjam), Hisab Haqiqi Tahqiqi (yaitu; menentukan awal bulan atau
ketinggian hilal dengan memperhatikan posisi lintang, bujur, deklinasi bulan,
sudut waktu bulan dengan koreksi terhadap pengaruh refraksi dan paralaks,
kerendahan ufuk serta diameter bulan), Hisab Haqiqi Tadqiqi (yaitu :
system hisab yang menggunakan perhitungan didasarkan pada data-data astronomi
modern yang mana system ini adalah perkembangan dari system hakiki tahqiqi yang
disentesakan dengan ilmu astronomi modern yang melihat serta memperhatikan
berbagai macam sisi). Kedua, Ru’yah
bil Fi’li yaitu usaha melihat hilal dengan mata biasa dilakukan dengan
secara langsung maupun menggunkana alat bantu optic (teropong) setiap tanggal
29 akhir bulan dan jika hilal tidak berhasil maka akan di istikmalkan
(disempurnakan) hari menjadi 30 hari. (Lihat : Moh. Murtadho, Ilmu Falak
Praktis, (Malang : UIN Malang Press,
2008) cet., I, hal. 223-228, Khariri Shofa, dkk, Laporan Penelitian Kolektif
Penentuan Awal Ramadhan-Syawal: Antara Teks dan Perkembangan Astronomi Modern
Studi Hadis-hadis Rukyatul Hilal (Kementerian Agama RI, 2012)).
[4] Ketika Rasulullah s.a.w. sedang
duduk-duduk bersama orang mukmin yang dianggap rendah dan miskin oleh kaum
Quraisy, datanglah beberapa pemuka Quraisy hendak bicara dengan Rasulullah,
tetapi mereka enggan duduk bersama mukmin itu, dan mereka mengusulkan supaya
orang-orang mukmin itu diusir saja, lalu turunlah ayat ini. Diriwayatkan oleh
Ibnu Jarir dari Ibnu Mas’ud r.a, berkata : Tokoh-tokoh bangsa Quraisy
berjalan melihat Rasulullah Saw sedang duduk bersama Shuhaib, Bilal, Ammar dan
Khabbab r.a dan beberapa orang miskin dari kaum muslimin, mereka berkata kepada
Nabi Muhammad Saw : Ya Muhammad, apakah anda merasa puas dengan orang-orang itu
daripada kaummu sendiri (Quraisy)? Apakah mereka itu diberi karunia yang lebih
oleh Allah sehingga kami akan menjadi pengikut mereka? Usirlah Mereka, mungkin
jika anda mau mengusir mereka kami akan mengikutimu. (Lihat : Ibnu Katsir, Mukhtashar
Tafsir Ibnu Katsir, terjemahan Indonesia oleh Salim Bahreisy dan Said
Bahreisy, Surabaya : Bina Ilmu, 2004, h. 255-256)
[5]. Maksudnya:
Bulan-bulan itu pada awal bulan, kecil berbentuk sabit kemudian sesudah
menempati manzilah-manzilahnya
dia menjadi purnama kemudian pada manzilah terakhir kelihatan seperti
tandan kering yang melengkung. (Lihat: Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen
Agama RI, PT. Karya Toha Putra Semarang, 1998, h. 710)
[6] . Istilah
Astronominya adalah Transit Moon
[7]. Maksudnya :
Segala sesuatu yang dijadikan Tuhan diberi-Nya perlengkapan-perlengkapan dan
persiapan-persiapan sesuai dengan naluri, sifat-sifat dan fungsinya
masing-masing dalam hidup. (Lihat; Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen
Agama RI, PT. Karya Toha Putra Semarang, 1998, h. 559)
[8]. Lihat Juga :
Muhammad Ahmad Sulaiman, Ma’zufat Fardiyah ‘Ala Awtar Falakiyah, (Kairo:
al-Ma’had al-Qaumi Li al-Buhuth al-Falakiyah Wa al-Geofiziyyah, 2011),
h. 23-24, Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, (Malang : UIN Malang Press, 2008) cet., I, h. 62-63
[9]. Lihat juga:
Muhammad Ahmad Sulaiman, Ma’zufat Fardiyah ‘Ala Awtar Falakiyah, (Kairo:
al-Ma’had al-Qaumi Li al-Buhuth al-Falakiyah Wa al-Geofiziyyah, 2011),
h. 27. Muhammad Ahmad Sulaiman, Sabahah Fadhaiyah Fi Afaq ‘Ilmi al-Falaq,
(Kuwait : Maktabah ‘Ajiry, 1999), h. 479. Amir Husen Hasan, al-adilah
al-Syar’iyah Fi Itsbat al-Syuhur al-‘Arabiyah Bi al-Hisabat al-Falakiyah,
(Ramsis-Kairo: Daar Kitab al-Dhahaby), h. 74, Moh. Murtadho,Ilmu Falak
Praktis,(Malang : UIN Malang Press,
2008) cet., I, hal. 57, Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah
Islam dan Sains Modern, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007), cet. II, h.
19
[10] Kecepatan
cahaya 350.000 Km/detik
[11] Lihat juga :
Muhyidin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta : Buana
Pustaka, 2011), h. 6., Zubair Umar
Jaelani, al Khulashoh al Wafiyah Fi al Falaki Bi Jadwal al-Ghoritma,
(Kudus : Manara Kudus), h. 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar