Senin, 26 Mei 2014

Metode Tafsir Muqorrin (Komparasi)

BAB I
PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang
Tuhan mewahyukan Al-Qur’an kepada Muhammad SAW, bukan sekedar sebagai inisiasi kerasulan, apalagi suvenir atau nomenklatur. Secara praktis, Al-Qur’an bagi Nabi Muhammad SAW, merupakan inspirasi etik pembebasan yang menyinari kesadaran dan gerakan sosial dalam membangun masyarakat yang sejahtera, adil dan manusiawi¹.
Al-Qur’an yang merupakan bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW, sekaligus petunjuk untuk umat manusia kapan dan di mana pun, memiliki berbagai macam keistemewaan. Keistimewaan tersebut, antara lain, susunan bahasanya yang indah, dan pada saat yang sama mengandung makna-makna yang dapat dipahami oleh siapa pun yang memahami bahasanya, walaupun tentunya tingkat pemahaman mereka akan berbeda-beda akibat berbagai faktor. Redaksi ayat-ayat Al-Qur’an, sebagaimana setiap redaksi yang diucapkan atau ditulis, tidak dapat dijangkau maksudnya secara pasti, kecuali oleh pemilik redaksi tersebut. Hal inilah yang kemudian menimbulkan keanekaragaman penafsiran.
Tanpa perhatian yang intensif, tidak tertutup kemungkinan seseorang akan berasumsi bahwa banyaknya kemiripan dan kesamaan dalam beberapa ayat al-Quran hanyalah merupakan tikrar. Padahal, tidak jarang terdapat hikmah dalam kemiripan tersebut, bahkan hal itu akan mengantarkan orang yang tekun dalam menganalisisnya pada sebuah formulasi pemahaman dinamis. Oleh karena itu, perlu adanya upaya penafsiran dengan metode yang bisa mengidentifikasi serta mengakomodasi ayat-ayat yang dipandang mirip untuk kemudian dianalisis dan ditemukan hikmahnya. Selain itu, pengungkapan muatan-muatan di dalamnya juga akan mewarnai dinamisasi kandungan al-Quran sehingga bisa dipahami bahwa setiap ayat memilikikelebihannyamasing-masing
      Pada tataran itulah, kehadiran metode penafsiran ayat-ayat yang beredaksi sama ataupun mirip secara muqaranah, dianggap penting. Dalam kajian sederhana ini, pembahasan tafsir muqaranah diorientasikan dan difokuskan pada komparasi antarayat. Komparasi antarayat berarti membandingkan beberapa ayat yang dianggap memiliki kecenderungan persamaan redaksi maupun kasus atau sebaliknya dengan tujuan sebagaimana tersimpul di muka.
2.    Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini dapat disimpulkan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan materi pembahasan,diantaranya:
  1. Apa yang dimaksud dengan  Metode Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
  2. Bagaimana kelebihan  Metode Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
  3. Bagaimana kelebihan  Metode Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
3.    Tujuan Penulisan
Dengan disusunnya makalah ini ada beberapa tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan diatas, yaitu :
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan  Metode Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
  1. Mengetahui bagaimana kelebihan  Metode Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
  2. Mengetahui bagaimana kelebihan  Metode Tafsir Muqorrin (Komparasi)?















BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pengertian Metodologi Tafsir Muqorrin (Komparasi)
Istilah metodologi tafsir terdiri atas dua terms, yaitu metodologi dan tafsir. Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodohos yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa inggris disebut method, sedang bangsa Arab menerjemahkannya dengan thariqat dan manhaj. Sedangkan kata logos berarti ilmu pengetahuan. Sehingga pembentukan dari kata-kata tersebut berarti ilmu tentang tata cara yang dipakai untuk mencapai tujuan (ilmu pengetahuan)¹[1].
Adapun Term tafsir, mempunyai dua pengertian, yaitu:
  • Pertama, tafsir adalah pengetahuan atau ilmu yang berkenaan (berhubungan)  dengan kandungan Al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang dipergunakan untuk memperolehnya.
  • Kedua, tafsir diartikan sebagai cara kerja ilmiah untuk mengeluarkan pengertian-pengertian, hukum-hukum, dan hikmah-hikmah yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Maka isitilah metodologi tafsir berarti kerangka, kaidah, atau cara yang dipakai dalam menafsirkan al-Qur’an baik itu ditinjau dari aspek sistematika penyusunannya, aspek sumber-sumber penafsiran yang dipakai maupun aspek sistem pemaparan atau keluasan tafsirannya guna mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Metodologi tafsir berbeda-beda dilihat dari aspek yang mendasarinya.  Jika ditinjau dari aspek sistematika penyusunannya, metodologi tafsir terbagi menjadi dua, yaitu:
  • Sistematika tartib mushafiy, yaitu sistematika penyusunan tafsir al-Qur’an sesuai dengan tertib susunan surat dan ayat dalam mushaf.
  • Sistematika tartib nuzuliy, yaitu sistematika penyusunan yang disesuaikan dengan kronologis turunnya surat-surat al-Qur’an. Dan yang ketiga, sistematika maudhuiy, yaitu sistematika penyusunan penyusunan al-Qur’an dengan berdasarkan tema atau topik permasalahan yang akan dibahas.
Sedangkan metode tafsir muqarin sendiri adalah suatu metode yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan cara membandingkan ayat Al-Qur’an yang satu dengan yang lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda, dan atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah yang sama dan atau membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan hadis-hadis Nabi yang tampak bertentangan serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran Al-Qur’an kemudian mengemukakan penafsiran para ulama tafsir terhadap ayat-ayat itu dan mengungkapkan pendapat mereka serta membandingkan segi-segi dan kecendrungan-kecendrungan masing-masing. Kemudian menjelaskan siapa diantara mereka yang penafsirannya dipengaruhi oleh perbedaan madzhab, dan siapa diantara mereka yang penafsirannya ditujukan untuk mendukung aliran tertentu dalam Islam di mana metode Muqarin ini menurut Ridlwan Nasir ditinjau dari segi cara penjelasannya terhadap tafsiran ayat-ayat Al-Qur’an. 
Sedangkan menurut Al Farmawi, adalah membandingkan ayat dengan ayat yang berbicara masalah sama, ayat dengan hadits dengan menonjolkan segi-segi perbedaannya atau menafsirkan Al-Qur’an dengan cara membandingkan pendapat dari kalangan ahli tafsir mengenai sejumlah ayat Al-Qur’an, kemudian mengkaji penafsiran sejumlah penafsir melalui kitab-kitab tafsir mereka. 
Menurut pendapat Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, MA Tafsir muqarin dapat juga dengan membandingkan satu kitab tafsir dengan kitab tafsir lainnya yakni mengkaji biografi mufassir yang diperbandingkan dan sistematika serta metode yang ditempuhnya berikut kecendrungan mereka dalam menafsirkan Al-Qur’an²[2]
Yang dimaksud dengan metode komparative adalah:
a.       Membandingkan teks ayat-ayat Al-qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan dalam dua kasus atau lebih.
b.      Membandingkan ayat Al-Qur’an dengan Al-Hadits yang pada lahirnya bersifat bertentangan.
c.       Membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir M. Qurois Sihab yang mengatakan:
“Dalam metode ini khususnya yang membandingkan antara ayat dengan ayat, dan ayat dengan hadits biasanya mufasirnya menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan perbedaan kandungan yang dimaksut oleh masing-masing ayat atau perbedaan masalah itu sendiri ”.
B.  Pembagian Metode Muqorrin
1.      Membandingkan Ayat Al-Qur’an Dengan Ayat Al-Qur’an Yang Lain
Mufasir membandingkan ayat Al-Qur’an dengan ayat lain, yaitu ayat-ayat yang memiliki persamaan redaksi dalam dua atau lebih masalah atau kasus yang berbeda, atau ayat-ayat yang memiliki redaksi berbeda dalam masalah atau kasus yang (diduga) sama. Al-Zarkasyi mengemukakan delapan macam variasi redaksi ayat-ayat Al-Qur’an, yaitu sebagai berikut:
1)      Perbedaan tata letak kata dalam kalimat, seperti :
ﻗﻞﺇﻥﻫﺪﯼﺍﷲﻫﻮﺍﻟﻬﺪﯼ
“Katakanlah : Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk” (QS : al-Baqarah : 120)
ﻗﻞﺇﻥﺍﻟﻬﺪﯼﻫﺪﯼﺍﷲ
“Katakanlah : Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah” (QS : al-An’am : 71)
2)      Perbedaan dan penambahan huruf, seperti:
ﺳﻮﺍﺀﻋﻠﻴﻬﻢﺃﺃﻧﺬﺭﺗﻬﻢﺃﻡﻟﻢﺗﻨﺬﺭﻫﻢﻻﻳﺆﻣﻨﻮﻥ
“Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman” (QS : al-Baqarah : 6)
ﻭﺳﻮﺍﺀﻋﻠﻴﻬﻢﺃﺃﻧﺬﺭﺗﻬﻢﺃﻡﻟﻢﺗﻨﺬﺭﻫﻢﻻﻳﺆﻣﻨﻮﻥ
“Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman” (QS : Yasin: 10)
3)      Pengawalan dan pengakhiran, seperti:
ﻳﺘﻠﻮﻋﻠﻴﻬﻢﺍﻳﺘﻚﻭﻳﻌﻠﻤﻬﻢﺍﻟﻜﺘﺐﻭﺍﻟﺤﻜﻤﺔﻭﻳﺰﻛﻴﻬﻢ
“…yang membaca kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah serta mensucikan mereka” (QS. Al-Baqarah :129)
ﻳﺘﻠﻮﻋﻠﻴﻬﻢﺍﻳﺘﻪﻭﻳﺰﻛﻴﻬﻢﻭﻳﻌﻠﻤﻬﻢﺍﻟﻜﺘﺐﻭﺍﻟﺤﻜﻤﺔ
“…yang membaca ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah” (QS. Al-Jumu’ah : 2)
4)      Perbedaan nakirah (indefinite noun) dan ma’rifah (definte noun), seperti:
ﻓﺎﺳﺘﻌﺬﺑﺎﺍﷲﺇﻧﻪﻫﻮﺍﻟﺴﻤﻴﻊﺍﻟﻌﻠﻴﻢ
“…mohonkanlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fushshilat : 36)
ﻓﺎﺳﺘﻌﺬﺑﺎﺍﷲﺇﻧﻪﺳﻤﻴﻊﺍﻟﻌﻠﻴﻢ
“…mohonkanlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-A’raf : 200)
5)      Perbedaan bentuk jamak dan tunggal, seperti:
ﻟﻦﺗﻤﺴﻨﺎﺍﻟﻨﺎﺭﺇﻻﺃﻳﺎﻣﺎﻣﻌﺪﺩﺓ
“…Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja.” (QS. Al-Baqarah : 80)
ﻟﻦﺗﻤﺴﻨﺎﺍﻟﻨﺎﺭﺇﻻﺃﻳﺎﻣﺎﻣﻌﺪﺩﺍﺕ
“…Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari yang dapat dihitung.” (QS. Ali-Imran : 24)
6)      Perbedaan penggunaan huruf kata depan, seperti:
ﻭﺇﺫﻗﻠﻨﺎﺍﺩﺧﻠﻮﺍﻫﺬﻩﺍﻟﻘﺮﻳﺔﻓﻜﻠﻮﺍ
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman: Masuklah kamu ke negeri ini, dan makanla. (QS. Al-Baqarah: 58)
ﻭﺇﺫﻗﻴﻞﻟﻬﻢﺍﺳﻜﻨﻮﺍﻫﺬﻩﺍﻟﻘﺮﻳﺔﻭﻛﻠﻮﺍ
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman: Masuklah kamu ke negeri ini, dan makanlah. (QS. Al-A’raf : 161)
7)      Perbedaan penggunaan kosa kata, seperti:
ﻗﺎﻟﻮﺍﺑﻞﻧﺘﺒﻊﻣﺎﺃﻟﻔﻴﻨﺎﻋﻠﻴﻪﺃﺑﺈﻧﺎ
“Mereka berkata: Tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati (alfayna) dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (QS. Al-Baqarah : 170)
ﻗﺎﻟﻮﺍﺑﻞﻧﺘﺒﻊﻣﺎﻭﺟﺪﻧﺎﻋﻠﻴﻪﺃﺑﺈﻧﺎ
“Mereka berkata: Tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati (wajadna) dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (QS. Luqman : 21)
8)      Perbedaan penggunaan idgham (memasukkan satu huruf ke huruf lain), seperti:
ﺫﻟﻚﺑﺄﻧﻬﻢﺷﺎﻗﻮﺍﺍﷲﻭﺭﺳﻮﻟﻪﻭﻣﻦﻳﺸﺎﻕﺍﷲﻓﺈﻥﺍﷲﺷﺪﻳﺪﺍﻟﻌﻘﺎﺏ
“Yang demikian ini adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasulnya, barang siapa menentang (yusyaqq) Allah, maka sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr : 4)
ﺫﻟﻚﺑﺄﻧﻬﻢﺷﺎﻗﻮﺍﺍﷲﻭﺭﺳﻮﻟﻪﻭﻣﻦﻳﺸﺎﻕﺍﷲﻭﺭﺳﻮﻟﻪﻓﺈﻥﺍﷲﺷﺪﻳﺪﺍﻟﻌﻘﺎﺏ
“Yang demikian ini adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasulnya. Barang siapa menentang (yusyaqiq) Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr : 4)
Dalam mengadakan perbandingan antara ayat-ayat yang berbeda redaksi tersebut di atas, ditempuh beberapa langkah :
  • Mencatat ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki redaksi yang berbeda dalam kasus yang sama atau yang sama dalam kasus berbeda,
  • Mengelompokkan ayat-ayat itu berdasarkan persamaan dan perbedaan redaksinya,
  • Meneliti setiap kelompok ayat tersebut dan menghubungkannya dengan kasus-kasus yang dibicarakan ayat bersangkutan, dan
  • Melakukan perbandingan.
2.    Membandingkan Ayat Dengan Hadits
Mufasir membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan Hadits Nabi SAW yang terkesan bertentangan. Dan mufasir berusaha untuk menemukan kompromi antara keduanya.  Contoh perbedaan antara ayat Al-Qur’an surat An-Nahl: 32 dengan hadits riwayat Tirmidzi:
ﺍﺩﺧﻠﻮﺍﺍﻟﺠﻨﺔﺑﻤﺎﻛﻨﺘﻢﺗﻌﻤﻠﻮﻥ
“Masuklah kamu ke dalam surga disebabkan apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Al-Nahl : 32)
ﻟﻦﻳﺪﺧﻞﺃﺣﺪﻛﻢﺍﻟﺠﻨﺔﻳﻌﻤﻠﻪ﴿ﺭﻭﺍﻩﺍﻟﺘﺮﻣﺬﯼ﴾
“Tidak akan masuk seorang pun diantara kamu ke dalam surga disebabkan perbuatannya” (HR. Tirmidzi)
Antara ayat al-Qur’an dan hadits tersebut di atas terkesan ada pertentangan. Untuk menghilangkan pertentangan itu, al-Zarkasyi mengajukan dua cara:
Pertama, dengan menganut pengertian harfiah hadits, yaitu bahwa orang-orang tidak masuk surga karena amal perbuatannya, tetapi karena ampunan dan rahmat Tuhan. Akan tetapi, ayat di atas tidak disalahkan, karena menurutnya, amal perbuatan manusia menentukan peringkat surga yang akan dimasukinya. Dengan kata lain, posisi seseorang di dalam surga ditentukan amal perbuatannya. Pengertian ini sejalan dengan hadits lain, yaitu :
ﺇﻥﺃﻫﻞﺍﻟﺠﻨﺔﺇﺫﺍﺩﺧﻠﻮﻫﺎﻧﺰﻟﻮﺍﻓﻴﻬﺎﺑﻔﻀﻞﻋﻤﻠﻬﻢ﴿ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﯼ﴾
“Sesungguhnya ahli surga itu, apabila memasukinya, mereka mendapat posisi di dalamnya berdasarkan keutamaan perbuatannya”. (HR. Tirmidzi)
Kedua, dengan menyatakan bahwa huruf ba’ pada ayat di atas berbeda konotasinya dengan yang ada pada hadits tersebut. Pada ayat berarti imbalan, sedangkan pada hadits berarti sebab.
3.      Membandingkan Pendapat Para Mufasir
Mufasir membandingkan penafsiran ulama tafsir, baik ulama salaf maupun ulama khalaf, dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, baik yang bersifat manqul (Al-tafsir al-ma’tsur) maupun yang bersifat ra’yu (Al-tafsir al-ra’yi).
Manfaat yang dapat diambil dari metode tafsir ini adalah:
  1. Membuktikan ketelitian al-Qur’an,
  2. Membuktikan bahwa tidak ada ayat-ayat al-Qur’an yang kontradiktif,
  3. Memperjelas makna ayat, dan
  4. Tidak menggugurkan suatu hadits yang berkualitas sahih.
Sedang dalam hal perbedaan penafsiran mufasir yang satu dengan yang yang lain, mufasir berusaha mencari, menggali, menemukan, dan mencari titik temu di antara perbedaan-perbedaan itu apabila mungkin, dan mentarjih salah satu pendapat setelah membahas kualitas argumentasi masing-masing.
C.      Kelebihandan Kekurangan metode Muqorrin
a.      Kelebihan Metode Muqarin
1.    Memberikan wawasan penafsiran yang relative lebih luas kepada para pembaca bila dibandingkan dengan metode-metode lain.
2.    Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang kadang-kadang jauh berbeda dari pendapat kita dan tak mustahil ada yang kontradiktif.
3.    Tafsir dan metode komparatif ini amat berguna bagi mereka yang ingin mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat.
4.    Dengan metode ini mufasir didorong untuk mengaji berbagai ayat dan hadits-hadits serta pendapat para mufasir yang lain.
b.      Kekurangan Metode Muqarin
1.    Penafsiran dengan metode ini tidak dapat diberikan kepada para pemula seperti [3]mereka yang sedang belajar pada tingkat sekolah menengah kebawah.
2.    Kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial yang tumbuh ditengah masyarakat.
3.    Terkesan banyak menelusuri penafsiran-penafsiran yang pernah diberikan oleh ulama daripada mengemukakan penafsiran-penafsiran baru.




























BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
1.      Secara garis besarnya penafsiran al-Qur’an dengan Metode Muqarrin (perbandingan) adalah metode penafsiran dengan cara mengkomparasikan dengan sumber nash yang lain. Perbandingannya bisa dengan perbandingan antar satu ayat dengan ayat lainya, atau bias dengan perbandingan natr ayat Al-qur’an dengan hadits, atau juga perbandingan ayat A-qur’an dengan pendapat ahli tafsir yang lain. 
2.      Metode penafsiran al-Qur’an dengan Metode Muqarrin (perbandingan) memiliki kelemahan-kelemahan disamping memiliki kelebihan. Diantara kelemahan
a.       Kelebihan dari metode muqorrin adalah senantiasa membuka kesempatan untuk mengkaji lebih luas ayat-ayat al-qur’an dan hadits daserta pendapat para ahli tafsir yang lain. Selain itu metode ini lebih memberikan wawasan yang lebih luas, dan menjadikan kita lebih toleran terhadap pendapat orang lain.
b.      Kekurangan metode muqorrin ini adalah hanya diperuntukan bagi yang sudah memiliki pengetahuan dasar tentang ilmu tafsir. Juga biasanya hanya terfokus pada penelusuran penafsiran yang pernah diberikan oleh para ulama tafsir, jarang mengemukakan penafisran yang baru.  
B.    Saran
  1. Al-Quran dan As-Sunnah merupakan sumber rujukan hukum dalam islam, yang mana dari keduanya pasti ada yang membuat bingung dalam memahami apa maksud dari sebagian ayat tersebut, oleh karena itu ilmu tafsir berguna untuk mengetahui apa yang tersirat dalam ayat, maka kita harus memahami dengan benar ilmu tafsir tersebut sebelum menafsirkan ayat-ayat, sehingga terhindar dari menafsirkan ayat yang asal-asalan.
  2. Apa dan bagaimanapun bentuk suatu metodologi, ia tetap merupakan hasil ijtihad, yakni hasil olah pikir manusia. Manusia, meskipun dikaruniai kepintaran tetap mempunyai kelemahan dan keterbatasan, yang tidak bisa mereka hindarkan seperti sifat lupa, lalai, dan sebagainya. Sehingga harus tetap saling menghargai satu sama lain, menghargai pendapat orang lain, menghargai keragaman pendapat.



























DAFTAR PUSTAKA
Mardan, Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh, ( Jakarta: Pustaka Mapan ), 2009.
Mahmud, Ali. 2006. Metodologi Tafsir. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada)
Baidan, Nasruddin, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Pustaka Pelajar: Yogyakarta. 2000
Baidan, Nasruddin, Metode Penafsiran Al-Quran, Pustaka Pelajar: Yogyakarta. 2002
Harahap, Syahrin, Metodologi Studi dan Peneliltian Ilmu-Ilmu Ushuluddin, PT. Raja    Grafindo Persada: Jakarta. 2000
Nasir, M Ridwan., Memahami Al-Quran, Perspektif Baru Metodologi Tafsir Muqaranah, CV. Indra Media: Surabaya. 2003
Abdu al-Hay al-Farmawi, Al Bidayah fi al-Tafsir al Maudlu’I, Mesir: t.p, 1977
Az Zarkasyi, Al Burhan Fi Ulumil Qur’an, Mesir: Isa al Halabi wa Syurakauhu

NATA, Abudin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada 2003

Ridlwan Nasir, Memahami Al-Qur’an perspektif Baru Metodogi Tafsir  Muqarin,Surabaya:Indra Media,2003

http://santri-ppmu.blogspot.com/2011/03/metode-muqarin-dalam-menafsirkan-al.html




[1] Nasir, M Ridwan., Memahami Al-Quran, Perspektif Baru Metodologi Tafsir Muqaranah, CV. Indra Media: Surabaya. 2003

[2] Nasir, M Ridwan., Memahami Al-Quran, Perspektif Baru Metodologi Tafsir Muqaranah, CV. Indra Media: Surabaya. 2003

[3]BAB I
PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang
Tuhan mewahyukan Al-Qur’an kepada Muhammad SAW, bukan sekedar sebagai inisiasi kerasulan, apalagi suvenir atau nomenklatur. Secara praktis, Al-Qur’an bagi Nabi Muhammad SAW, merupakan inspirasi etik pembebasan yang menyinari kesadaran dan gerakan sosial dalam membangun masyarakat yang sejahtera, adil dan manusiawi¹.
Al-Qur’an yang merupakan bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW, sekaligus petunjuk untuk umat manusia kapan dan di mana pun, memiliki berbagai macam keistemewaan. Keistimewaan tersebut, antara lain, susunan bahasanya yang indah, dan pada saat yang sama mengandung makna-makna yang dapat dipahami oleh siapa pun yang memahami bahasanya, walaupun tentunya tingkat pemahaman mereka akan berbeda-beda akibat berbagai faktor. Redaksi ayat-ayat Al-Qur’an, sebagaimana setiap redaksi yang diucapkan atau ditulis, tidak dapat dijangkau maksudnya secara pasti, kecuali oleh pemilik redaksi tersebut. Hal inilah yang kemudian menimbulkan keanekaragaman penafsiran.
Tanpa perhatian yang intensif, tidak tertutup kemungkinan seseorang akan berasumsi bahwa banyaknya kemiripan dan kesamaan dalam beberapa ayat al-Quran hanyalah merupakan tikrar. Padahal, tidak jarang terdapat hikmah dalam kemiripan tersebut, bahkan hal itu akan mengantarkan orang yang tekun dalam menganalisisnya pada sebuah formulasi pemahaman dinamis. Oleh karena itu, perlu adanya upaya penafsiran dengan metode yang bisa mengidentifikasi serta mengakomodasi ayat-ayat yang dipandang mirip untuk kemudian dianalisis dan ditemukan hikmahnya. Selain itu, pengungkapan muatan-muatan di dalamnya juga akan mewarnai dinamisasi kandungan al-Quran sehingga bisa dipahami bahwa setiap ayat memilikikelebihannyamasing-masing
      Pada tataran itulah, kehadiran metode penafsiran ayat-ayat yang beredaksi sama ataupun mirip secara muqaranah, dianggap penting. Dalam kajian sederhana ini, pembahasan tafsir muqaranah diorientasikan dan difokuskan pada komparasi antarayat. Komparasi antarayat berarti membandingkan beberapa ayat yang dianggap memiliki kecenderungan persamaan redaksi maupun kasus atau sebaliknya dengan tujuan sebagaimana tersimpul di muka.
2.    Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini dapat disimpulkan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan materi pembahasan,diantaranya:
  1. Apa yang dimaksud dengan  Metode Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
  2. Bagaimana kelebihan  Metode Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
  3. Bagaimana kelebihan  Metode Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
3.    Tujuan Penulisan
Dengan disusunnya makalah ini ada beberapa tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan diatas, yaitu :
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan  Metode Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
  1. Mengetahui bagaimana kelebihan  Metode Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
  2. Mengetahui bagaimana kelebihan  Metode Tafsir Muqorrin (Komparasi)?















BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pengertian Metodologi Tafsir Muqorrin (Komparasi)
Istilah metodologi tafsir terdiri atas dua terms, yaitu metodologi dan tafsir. Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodohos yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa inggris disebut method, sedang bangsa Arab menerjemahkannya dengan thariqat dan manhaj. Sedangkan kata logos berarti ilmu pengetahuan. Sehingga pembentukan dari kata-kata tersebut berarti ilmu tentang tata cara yang dipakai untuk mencapai tujuan (ilmu pengetahuan)¹[1].
Adapun Term tafsir, mempunyai dua pengertian, yaitu:
  • Pertama, tafsir adalah pengetahuan atau ilmu yang berkenaan (berhubungan)  dengan kandungan Al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang dipergunakan untuk memperolehnya.
  • Kedua, tafsir diartikan sebagai cara kerja ilmiah untuk mengeluarkan pengertian-pengertian, hukum-hukum, dan hikmah-hikmah yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Maka isitilah metodologi tafsir berarti kerangka, kaidah, atau cara yang dipakai dalam menafsirkan al-Qur’an baik itu ditinjau dari aspek sistematika penyusunannya, aspek sumber-sumber penafsiran yang dipakai maupun aspek sistem pemaparan atau keluasan tafsirannya guna mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Metodologi tafsir berbeda-beda dilihat dari aspek yang mendasarinya.  Jika ditinjau dari aspek sistematika penyusunannya, metodologi tafsir terbagi menjadi dua, yaitu:
  • Sistematika tartib mushafiy, yaitu sistematika penyusunan tafsir al-Qur’an sesuai dengan tertib susunan surat dan ayat dalam mushaf.
  • Sistematika tartib nuzuliy, yaitu sistematika penyusunan yang disesuaikan dengan kronologis turunnya surat-surat al-Qur’an. Dan yang ketiga, sistematika maudhuiy, yaitu sistematika penyusunan penyusunan al-Qur’an dengan berdasarkan tema atau topik permasalahan yang akan dibahas.
Sedangkan metode tafsir muqarin sendiri adalah suatu metode yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan cara membandingkan ayat Al-Qur’an yang satu dengan yang lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda, dan atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah yang sama dan atau membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan hadis-hadis Nabi yang tampak bertentangan serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran Al-Qur’an kemudian mengemukakan penafsiran para ulama tafsir terhadap ayat-ayat itu dan mengungkapkan pendapat mereka serta membandingkan segi-segi dan kecendrungan-kecendrungan masing-masing. Kemudian menjelaskan siapa diantara mereka yang penafsirannya dipengaruhi oleh perbedaan madzhab, dan siapa diantara mereka yang penafsirannya ditujukan untuk mendukung aliran tertentu dalam Islam di mana metode Muqarin ini menurut Ridlwan Nasir ditinjau dari segi cara penjelasannya terhadap tafsiran ayat-ayat Al-Qur’an. 
Sedangkan menurut Al Farmawi, adalah membandingkan ayat dengan ayat yang berbicara masalah sama, ayat dengan hadits dengan menonjolkan segi-segi perbedaannya atau menafsirkan Al-Qur’an dengan cara membandingkan pendapat dari kalangan ahli tafsir mengenai sejumlah ayat Al-Qur’an, kemudian mengkaji penafsiran sejumlah penafsir melalui kitab-kitab tafsir mereka. 
Menurut pendapat Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, MA Tafsir muqarin dapat juga dengan membandingkan satu kitab tafsir dengan kitab tafsir lainnya yakni mengkaji biografi mufassir yang diperbandingkan dan sistematika serta metode yang ditempuhnya berikut kecendrungan mereka dalam menafsirkan Al-Qur’an²[2]
Yang dimaksud dengan metode komparative adalah:
a.       Membandingkan teks ayat-ayat Al-qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan dalam dua kasus atau lebih.
b.      Membandingkan ayat Al-Qur’an dengan Al-Hadits yang pada lahirnya bersifat bertentangan.
c.       Membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir M. Qurois Sihab yang mengatakan:
“Dalam metode ini khususnya yang membandingkan antara ayat dengan ayat, dan ayat dengan hadits biasanya mufasirnya menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan perbedaan kandungan yang dimaksut oleh masing-masing ayat atau perbedaan masalah itu sendiri ”.
B.  Pembagian Metode Muqorrin
1.      Membandingkan Ayat Al-Qur’an Dengan Ayat Al-Qur’an Yang Lain
Mufasir membandingkan ayat Al-Qur’an dengan ayat lain, yaitu ayat-ayat yang memiliki persamaan redaksi dalam dua atau lebih masalah atau kasus yang berbeda, atau ayat-ayat yang memiliki redaksi berbeda dalam masalah atau kasus yang (diduga) sama. Al-Zarkasyi mengemukakan delapan macam variasi redaksi ayat-ayat Al-Qur’an, yaitu sebagai berikut:
1)      Perbedaan tata letak kata dalam kalimat, seperti :
ﻗﻞﺇﻥﻫﺪﯼﺍﷲﻫﻮﺍﻟﻬﺪﯼ
“Katakanlah : Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk” (QS : al-Baqarah : 120)
ﻗﻞﺇﻥﺍﻟﻬﺪﯼﻫﺪﯼﺍﷲ
“Katakanlah : Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah” (QS : al-An’am : 71)
2)      Perbedaan dan penambahan huruf, seperti:
ﺳﻮﺍﺀﻋﻠﻴﻬﻢﺃﺃﻧﺬﺭﺗﻬﻢﺃﻡﻟﻢﺗﻨﺬﺭﻫﻢﻻﻳﺆﻣﻨﻮﻥ
“Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman” (QS : al-Baqarah : 6)
ﻭﺳﻮﺍﺀﻋﻠﻴﻬﻢﺃﺃﻧﺬﺭﺗﻬﻢﺃﻡﻟﻢﺗﻨﺬﺭﻫﻢﻻﻳﺆﻣﻨﻮﻥ
“Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman” (QS : Yasin: 10)
3)      Pengawalan dan pengakhiran, seperti:
ﻳﺘﻠﻮﻋﻠﻴﻬﻢﺍﻳﺘﻚﻭﻳﻌﻠﻤﻬﻢﺍﻟﻜﺘﺐﻭﺍﻟﺤﻜﻤﺔﻭﻳﺰﻛﻴﻬﻢ
“…yang membaca kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah serta mensucikan mereka” (QS. Al-Baqarah :129)
ﻳﺘﻠﻮﻋﻠﻴﻬﻢﺍﻳﺘﻪﻭﻳﺰﻛﻴﻬﻢﻭﻳﻌﻠﻤﻬﻢﺍﻟﻜﺘﺐﻭﺍﻟﺤﻜﻤﺔ
“…yang membaca ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah” (QS. Al-Jumu’ah : 2)
4)      Perbedaan nakirah (indefinite noun) dan ma’rifah (definte noun), seperti:
ﻓﺎﺳﺘﻌﺬﺑﺎﺍﷲﺇﻧﻪﻫﻮﺍﻟﺴﻤﻴﻊﺍﻟﻌﻠﻴﻢ
“…mohonkanlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fushshilat : 36)
ﻓﺎﺳﺘﻌﺬﺑﺎﺍﷲﺇﻧﻪﺳﻤﻴﻊﺍﻟﻌﻠﻴﻢ
“…mohonkanlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-A’raf : 200)
5)      Perbedaan bentuk jamak dan tunggal, seperti:
ﻟﻦﺗﻤﺴﻨﺎﺍﻟﻨﺎﺭﺇﻻﺃﻳﺎﻣﺎﻣﻌﺪﺩﺓ
“…Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja.” (QS. Al-Baqarah : 80)
ﻟﻦﺗﻤﺴﻨﺎﺍﻟﻨﺎﺭﺇﻻﺃﻳﺎﻣﺎﻣﻌﺪﺩﺍﺕ
“…Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari yang dapat dihitung.” (QS. Ali-Imran : 24)
6)      Perbedaan penggunaan huruf kata depan, seperti:
ﻭﺇﺫﻗﻠﻨﺎﺍﺩﺧﻠﻮﺍﻫﺬﻩﺍﻟﻘﺮﻳﺔﻓﻜﻠﻮﺍ
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman: Masuklah kamu ke negeri ini, dan makanla. (QS. Al-Baqarah: 58)
ﻭﺇﺫﻗﻴﻞﻟﻬﻢﺍﺳﻜﻨﻮﺍﻫﺬﻩﺍﻟﻘﺮﻳﺔﻭﻛﻠﻮﺍ
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman: Masuklah kamu ke negeri ini, dan makanlah. (QS. Al-A’raf : 161)
7)      Perbedaan penggunaan kosa kata, seperti:
ﻗﺎﻟﻮﺍﺑﻞﻧﺘﺒﻊﻣﺎﺃﻟﻔﻴﻨﺎﻋﻠﻴﻪﺃﺑﺈﻧﺎ
“Mereka berkata: Tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati (alfayna) dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (QS. Al-Baqarah : 170)
ﻗﺎﻟﻮﺍﺑﻞﻧﺘﺒﻊﻣﺎﻭﺟﺪﻧﺎﻋﻠﻴﻪﺃﺑﺈﻧﺎ
“Mereka berkata: Tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati (wajadna) dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (QS. Luqman : 21)
8)      Perbedaan penggunaan idgham (memasukkan satu huruf ke huruf lain), seperti:
ﺫﻟﻚﺑﺄﻧﻬﻢﺷﺎﻗﻮﺍﺍﷲﻭﺭﺳﻮﻟﻪﻭﻣﻦﻳﺸﺎﻕﺍﷲﻓﺈﻥﺍﷲﺷﺪﻳﺪﺍﻟﻌﻘﺎﺏ
“Yang demikian ini adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasulnya, barang siapa menentang (yusyaqq) Allah, maka sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr : 4)
ﺫﻟﻚﺑﺄﻧﻬﻢﺷﺎﻗﻮﺍﺍﷲﻭﺭﺳﻮﻟﻪﻭﻣﻦﻳﺸﺎﻕﺍﷲﻭﺭﺳﻮﻟﻪﻓﺈﻥﺍﷲﺷﺪﻳﺪﺍﻟﻌﻘﺎﺏ
“Yang demikian ini adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasulnya. Barang siapa menentang (yusyaqiq) Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr : 4)
Dalam mengadakan perbandingan antara ayat-ayat yang berbeda redaksi tersebut di atas, ditempuh beberapa langkah :
  • Mencatat ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki redaksi yang berbeda dalam kasus yang sama atau yang sama dalam kasus berbeda,
  • Mengelompokkan ayat-ayat itu berdasarkan persamaan dan perbedaan redaksinya,
  • Meneliti setiap kelompok ayat tersebut dan menghubungkannya dengan kasus-kasus yang dibicarakan ayat bersangkutan, dan
  • Melakukan perbandingan.
2.    Membandingkan Ayat Dengan Hadits
Mufasir membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan Hadits Nabi SAW yang terkesan bertentangan. Dan mufasir berusaha untuk menemukan kompromi antara keduanya.  Contoh perbedaan antara ayat Al-Qur’an surat An-Nahl: 32 dengan hadits riwayat Tirmidzi:
ﺍﺩﺧﻠﻮﺍﺍﻟﺠﻨﺔﺑﻤﺎﻛﻨﺘﻢﺗﻌﻤﻠﻮﻥ
“Masuklah kamu ke dalam surga disebabkan apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Al-Nahl : 32)
ﻟﻦﻳﺪﺧﻞﺃﺣﺪﻛﻢﺍﻟﺠﻨﺔﻳﻌﻤﻠﻪ﴿ﺭﻭﺍﻩﺍﻟﺘﺮﻣﺬﯼ﴾
“Tidak akan masuk seorang pun diantara kamu ke dalam surga disebabkan perbuatannya” (HR. Tirmidzi)
Antara ayat al-Qur’an dan hadits tersebut di atas terkesan ada pertentangan. Untuk menghilangkan pertentangan itu, al-Zarkasyi mengajukan dua cara:
Pertama, dengan menganut pengertian harfiah hadits, yaitu bahwa orang-orang tidak masuk surga karena amal perbuatannya, tetapi karena ampunan dan rahmat Tuhan. Akan tetapi, ayat di atas tidak disalahkan, karena menurutnya, amal perbuatan manusia menentukan peringkat surga yang akan dimasukinya. Dengan kata lain, posisi seseorang di dalam surga ditentukan amal perbuatannya. Pengertian ini sejalan dengan hadits lain, yaitu :
ﺇﻥﺃﻫﻞﺍﻟﺠﻨﺔﺇﺫﺍﺩﺧﻠﻮﻫﺎﻧﺰﻟﻮﺍﻓﻴﻬﺎﺑﻔﻀﻞﻋﻤﻠﻬﻢ﴿ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﯼ﴾
“Sesungguhnya ahli surga itu, apabila memasukinya, mereka mendapat posisi di dalamnya berdasarkan keutamaan perbuatannya”. (HR. Tirmidzi)
Kedua, dengan menyatakan bahwa huruf ba’ pada ayat di atas berbeda konotasinya dengan yang ada pada hadits tersebut. Pada ayat berarti imbalan, sedangkan pada hadits berarti sebab.
3.      Membandingkan Pendapat Para Mufasir
Mufasir membandingkan penafsiran ulama tafsir, baik ulama salaf maupun ulama khalaf, dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, baik yang bersifat manqul (Al-tafsir al-ma’tsur) maupun yang bersifat ra’yu (Al-tafsir al-ra’yi).
Manfaat yang dapat diambil dari metode tafsir ini adalah:
  1. Membuktikan ketelitian al-Qur’an,
  2. Membuktikan bahwa tidak ada ayat-ayat al-Qur’an yang kontradiktif,
  3. Memperjelas makna ayat, dan
  4. Tidak menggugurkan suatu hadits yang berkualitas sahih.
Sedang dalam hal perbedaan penafsiran mufasir yang satu dengan yang yang lain, mufasir berusaha mencari, menggali, menemukan, dan mencari titik temu di antara perbedaan-perbedaan itu apabila mungkin, dan mentarjih salah satu pendapat setelah membahas kualitas argumentasi masing-masing.
C.      Kelebihandan Kekurangan metode Muqorrin
a.      Kelebihan Metode Muqarin
1.    Memberikan wawasan penafsiran yang relative lebih luas kepada para pembaca bila dibandingkan dengan metode-metode lain.
2.    Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang kadang-kadang jauh berbeda dari pendapat kita dan tak mustahil ada yang kontradiktif.
3.    Tafsir dan metode komparatif ini amat berguna bagi mereka yang ingin mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat.
4.    Dengan metode ini mufasir didorong untuk mengaji berbagai ayat dan hadits-hadits serta pendapat para mufasir yang lain.
b.      Kekurangan Metode Muqarin
1.    Penafsiran dengan metode ini tidak dapat diberikan kepada para pemula seperti [3]mereka yang sedang belajar pada tingkat sekolah menengah kebawah.
2.    Kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial yang tumbuh ditengah masyarakat.
3.    Terkesan banyak menelusuri penafsiran-penafsiran yang pernah diberikan oleh ulama daripada mengemukakan penafsiran-penafsiran baru.




























BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
1.      Secara garis besarnya penafsiran al-Qur’an dengan Metode Muqarrin (perbandingan) adalah metode penafsiran dengan cara mengkomparasikan dengan sumber nash yang lain. Perbandingannya bisa dengan perbandingan antar satu ayat dengan ayat lainya, atau bias dengan perbandingan natr ayat Al-qur’an dengan hadits, atau juga perbandingan ayat A-qur’an dengan pendapat ahli tafsir yang lain. 
2.      Metode penafsiran al-Qur’an dengan Metode Muqarrin (perbandingan) memiliki kelemahan-kelemahan disamping memiliki kelebihan. Diantara kelemahan
a.       Kelebihan dari metode muqorrin adalah senantiasa membuka kesempatan untuk mengkaji lebih luas ayat-ayat al-qur’an dan hadits daserta pendapat para ahli tafsir yang lain. Selain itu metode ini lebih memberikan wawasan yang lebih luas, dan menjadikan kita lebih toleran terhadap pendapat orang lain.
b.      Kekurangan metode muqorrin ini adalah hanya diperuntukan bagi yang sudah memiliki pengetahuan dasar tentang ilmu tafsir. Juga biasanya hanya terfokus pada penelusuran penafsiran yang pernah diberikan oleh para ulama tafsir, jarang mengemukakan penafisran yang baru.  
B.    Saran
  1. Al-Quran dan As-Sunnah merupakan sumber rujukan hukum dalam islam, yang mana dari keduanya pasti ada yang membuat bingung dalam memahami apa maksud dari sebagian ayat tersebut, oleh karena itu ilmu tafsir berguna untuk mengetahui apa yang tersirat dalam ayat, maka kita harus memahami dengan benar ilmu tafsir tersebut sebelum menafsirkan ayat-ayat, sehingga terhindar dari menafsirkan ayat yang asal-asalan.
  2. Apa dan bagaimanapun bentuk suatu metodologi, ia tetap merupakan hasil ijtihad, yakni hasil olah pikir manusia. Manusia, meskipun dikaruniai kepintaran tetap mempunyai kelemahan dan keterbatasan, yang tidak bisa mereka hindarkan seperti sifat lupa, lalai, dan sebagainya. Sehingga harus tetap saling menghargai satu sama lain, menghargai pendapat orang lain, menghargai keragaman pendapat.



























DAFTAR PUSTAKA
Mardan, Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh, ( Jakarta: Pustaka Mapan ), 2009.
Mahmud, Ali. 2006. Metodologi Tafsir. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada)
Baidan, Nasruddin, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Pustaka Pelajar: Yogyakarta. 2000
Baidan, Nasruddin, Metode Penafsiran Al-Quran, Pustaka Pelajar: Yogyakarta. 2002
Harahap, Syahrin, Metodologi Studi dan Peneliltian Ilmu-Ilmu Ushuluddin, PT. Raja    Grafindo Persada: Jakarta. 2000
Nasir, M Ridwan., Memahami Al-Quran, Perspektif Baru Metodologi Tafsir Muqaranah, CV. Indra Media: Surabaya. 2003
Abdu al-Hay al-Farmawi, Al Bidayah fi al-Tafsir al Maudlu’I, Mesir: t.p, 1977
Az Zarkasyi, Al Burhan Fi Ulumil Qur’an, Mesir: Isa al Halabi wa Syurakauhu

NATA, Abudin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada 2003

Ridlwan Nasir, Memahami Al-Qur’an perspektif Baru Metodogi Tafsir  Muqarin,Surabaya:Indra Media,2003

http://santri-ppmu.blogspot.com/2011/03/metode-muqarin-dalam-menafsirkan-al.html



[1] Nasir, M Ridwan., Memahami Al-Quran, Perspektif Baru Metodologi Tafsir Muqaranah, CV. Indra Media: Surabaya. 2003

[2] Nasir, M Ridwan., Memahami Al-Quran, Perspektif Baru Metodologi Tafsir Muqaranah, CV. Indra Media: Surabaya. 2003

[3]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar