BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Tuhan mewahyukan Al-Qur’an kepada Muhammad SAW, bukan
sekedar sebagai inisiasi kerasulan, apalagi suvenir atau nomenklatur. Secara
praktis, Al-Qur’an bagi Nabi Muhammad SAW, merupakan inspirasi etik pembebasan
yang menyinari kesadaran dan gerakan sosial dalam membangun masyarakat yang
sejahtera, adil dan manusiawi¹.
Al-Qur’an yang merupakan bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW,
sekaligus petunjuk untuk umat manusia kapan dan di mana pun, memiliki berbagai
macam keistemewaan. Keistimewaan tersebut, antara lain, susunan bahasanya yang
indah, dan pada saat yang sama mengandung makna-makna yang dapat dipahami oleh
siapa pun yang memahami bahasanya, walaupun tentunya tingkat pemahaman mereka
akan berbeda-beda akibat berbagai faktor. Redaksi ayat-ayat Al-Qur’an,
sebagaimana setiap redaksi yang diucapkan atau ditulis, tidak dapat dijangkau
maksudnya secara pasti, kecuali oleh pemilik redaksi tersebut. Hal inilah yang
kemudian menimbulkan keanekaragaman penafsiran.
Tanpa perhatian yang
intensif, tidak tertutup kemungkinan seseorang akan berasumsi bahwa banyaknya
kemiripan dan kesamaan dalam beberapa ayat al-Quran hanyalah merupakan tikrar.
Padahal, tidak jarang terdapat hikmah dalam kemiripan tersebut, bahkan hal itu
akan mengantarkan orang yang tekun dalam menganalisisnya pada sebuah formulasi
pemahaman dinamis. Oleh karena itu, perlu adanya upaya penafsiran dengan metode
yang bisa mengidentifikasi serta mengakomodasi ayat-ayat yang dipandang mirip
untuk kemudian dianalisis dan ditemukan hikmahnya. Selain itu, pengungkapan
muatan-muatan di dalamnya juga akan mewarnai dinamisasi kandungan al-Quran
sehingga bisa dipahami bahwa setiap ayat memilikikelebihannyamasing-masing
Pada tataran itulah, kehadiran metode
penafsiran ayat-ayat yang beredaksi sama ataupun mirip secara muqaranah,
dianggap penting. Dalam kajian sederhana ini, pembahasan tafsir muqaranah
diorientasikan dan difokuskan pada komparasi antarayat. Komparasi antarayat
berarti membandingkan beberapa ayat yang dianggap memiliki kecenderungan
persamaan redaksi maupun kasus atau sebaliknya dengan tujuan sebagaimana
tersimpul di muka.
2.
Rumusan
Masalah
Dalam penyusunan makalah ini dapat
disimpulkan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan materi
pembahasan,diantaranya:
- Apa
yang dimaksud dengan Metode Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
- Bagaimana
kelebihan Metode
Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
- Bagaimana
kelebihan Metode
Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
3.
Tujuan Penulisan
Dengan disusunnya makalah ini ada beberapa tujuan yang
hendak dicapai sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan diatas, yaitu :
1. Mengetahui
apa yang dimaksud dengan Metode Tafsir
Muqorrin (Komparasi)?
- Mengetahui
bagaimana kelebihan Metode Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
- Mengetahui
bagaimana kelebihan Metode Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Metodologi Tafsir Muqorrin (Komparasi)
Istilah metodologi tafsir terdiri atas dua terms, yaitu
metodologi dan tafsir. Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodohos
yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa inggris disebut method,
sedang bangsa Arab menerjemahkannya dengan thariqat dan manhaj.
Sedangkan kata logos berarti ilmu pengetahuan. Sehingga pembentukan dari
kata-kata tersebut berarti ilmu tentang tata cara yang dipakai untuk mencapai
tujuan (ilmu pengetahuan)¹[1].
Adapun
Term tafsir, mempunyai dua pengertian, yaitu:
- Pertama, tafsir adalah pengetahuan atau ilmu yang berkenaan
(berhubungan) dengan kandungan Al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang
dipergunakan untuk memperolehnya.
- Kedua, tafsir diartikan sebagai cara kerja ilmiah untuk
mengeluarkan pengertian-pengertian, hukum-hukum, dan hikmah-hikmah yang
terkandung dalam Al-Qur’an.
Maka isitilah metodologi tafsir berarti kerangka, kaidah,
atau cara yang dipakai dalam menafsirkan al-Qur’an baik itu ditinjau dari aspek
sistematika penyusunannya, aspek sumber-sumber penafsiran yang dipakai maupun
aspek sistem pemaparan atau keluasan tafsirannya guna mencapai pemahaman yang
benar tentang apa yang dimaksudkan Allah dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Metodologi tafsir berbeda-beda dilihat
dari aspek yang mendasarinya. Jika ditinjau dari aspek sistematika
penyusunannya, metodologi tafsir terbagi menjadi dua, yaitu:
- Sistematika tartib mushafiy, yaitu
sistematika penyusunan tafsir al-Qur’an sesuai dengan tertib susunan surat
dan ayat dalam mushaf.
- Sistematika tartib nuzuliy, yaitu
sistematika penyusunan yang disesuaikan dengan kronologis turunnya
surat-surat al-Qur’an. Dan yang ketiga, sistematika maudhuiy, yaitu
sistematika penyusunan penyusunan al-Qur’an dengan berdasarkan tema atau
topik permasalahan yang akan dibahas.
Sedangkan metode tafsir muqarin sendiri adalah
suatu metode yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan cara membandingkan ayat
Al-Qur’an yang satu dengan yang lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai
kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda, dan atau yang
memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah yang sama dan atau membandingkan
ayat-ayat Al-Qur’an dengan hadis-hadis Nabi yang tampak bertentangan serta
membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran Al-Qur’an
kemudian mengemukakan penafsiran para ulama tafsir terhadap ayat-ayat itu dan
mengungkapkan pendapat mereka serta membandingkan segi-segi dan
kecendrungan-kecendrungan masing-masing. Kemudian menjelaskan siapa diantara
mereka yang penafsirannya dipengaruhi oleh perbedaan madzhab, dan siapa
diantara mereka yang penafsirannya ditujukan untuk mendukung aliran tertentu
dalam Islam di mana metode Muqarin ini menurut Ridlwan Nasir ditinjau dari segi
cara penjelasannya terhadap tafsiran ayat-ayat Al-Qur’an.
Sedangkan menurut Al Farmawi, adalah
membandingkan ayat dengan ayat yang berbicara masalah sama, ayat dengan hadits
dengan menonjolkan segi-segi perbedaannya atau menafsirkan Al-Qur’an dengan
cara membandingkan pendapat dari kalangan ahli tafsir mengenai sejumlah ayat
Al-Qur’an, kemudian mengkaji penafsiran sejumlah penafsir melalui kitab-kitab
tafsir mereka.
Menurut pendapat Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir,
MA Tafsir muqarin dapat juga dengan membandingkan satu kitab tafsir dengan
kitab tafsir lainnya yakni mengkaji biografi mufassir yang diperbandingkan dan
sistematika serta metode yang ditempuhnya berikut kecendrungan mereka dalam
menafsirkan Al-Qur’an²[2].
Yang dimaksud dengan metode komparative adalah:
a. Membandingkan
teks ayat-ayat Al-qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan dalam dua kasus
atau lebih.
b. Membandingkan
ayat Al-Qur’an dengan Al-Hadits yang pada lahirnya bersifat bertentangan.
c. Membandingkan
berbagai pendapat ulama tafsir M. Qurois Sihab yang mengatakan:
“Dalam metode ini khususnya yang
membandingkan antara ayat dengan ayat, dan ayat dengan hadits biasanya
mufasirnya menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan perbedaan kandungan yang
dimaksut oleh masing-masing ayat atau perbedaan masalah itu sendiri ”.
B.
Pembagian
Metode Muqorrin
1. Membandingkan Ayat Al-Qur’an Dengan Ayat Al-Qur’an
Yang Lain
Mufasir membandingkan ayat Al-Qur’an dengan ayat lain, yaitu
ayat-ayat yang memiliki persamaan redaksi dalam dua atau lebih masalah atau
kasus yang berbeda, atau ayat-ayat yang memiliki redaksi berbeda dalam masalah
atau kasus yang (diduga) sama. Al-Zarkasyi mengemukakan delapan macam variasi
redaksi ayat-ayat Al-Qur’an, yaitu sebagai berikut:
1) Perbedaan tata letak kata dalam kalimat, seperti :
ﻗﻞﺇﻥﻫﺪﯼﺍﷲﻫﻮﺍﻟﻬﺪﯼ
“Katakanlah
: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk” (QS :
al-Baqarah : 120)
ﻗﻞﺇﻥﺍﻟﻬﺪﯼﻫﺪﯼﺍﷲ
“Katakanlah
: Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah” (QS :
al-An’am : 71)
2) Perbedaan dan penambahan huruf, seperti:
ﺳﻮﺍﺀﻋﻠﻴﻬﻢﺃﺃﻧﺬﺭﺗﻬﻢﺃﻡﻟﻢﺗﻨﺬﺭﻫﻢﻻﻳﺆﻣﻨﻮﻥ
“Sama
saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu
tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman” (QS :
al-Baqarah : 6)
ﻭﺳﻮﺍﺀﻋﻠﻴﻬﻢﺃﺃﻧﺬﺭﺗﻬﻢﺃﻡﻟﻢﺗﻨﺬﺭﻫﻢﻻﻳﺆﻣﻨﻮﻥ
“Sama
saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah tidak
memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman” (QS : Yasin: 10)
3) Pengawalan dan pengakhiran, seperti:
ﻳﺘﻠﻮﻋﻠﻴﻬﻢﺍﻳﺘﻚﻭﻳﻌﻠﻤﻬﻢﺍﻟﻜﺘﺐﻭﺍﻟﺤﻜﻤﺔﻭﻳﺰﻛﻴﻬﻢ
“…yang
membaca kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab
(al-Qur’an) dan al-Hikmah serta mensucikan mereka” (QS. Al-Baqarah :129)
ﻳﺘﻠﻮﻋﻠﻴﻬﻢﺍﻳﺘﻪﻭﻳﺰﻛﻴﻬﻢﻭﻳﻌﻠﻤﻬﻢﺍﻟﻜﺘﺐﻭﺍﻟﺤﻜﻤﺔ
“…yang
membaca ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada
mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah” (QS. Al-Jumu’ah : 2)
4) Perbedaan nakirah (indefinite noun) dan ma’rifah
(definte noun),
seperti:
ﻓﺎﺳﺘﻌﺬﺑﺎﺍﷲﺇﻧﻪﻫﻮﺍﻟﺴﻤﻴﻊﺍﻟﻌﻠﻴﻢ
“…mohonkanlah
perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Fushshilat : 36)
ﻓﺎﺳﺘﻌﺬﺑﺎﺍﷲﺇﻧﻪﺳﻤﻴﻊﺍﻟﻌﻠﻴﻢ
“…mohonkanlah
perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Al-A’raf : 200)
5) Perbedaan bentuk jamak dan tunggal, seperti:
ﻟﻦﺗﻤﺴﻨﺎﺍﻟﻨﺎﺭﺇﻻﺃﻳﺎﻣﺎﻣﻌﺪﺩﺓ
“…Kami
sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari
saja.” (QS. Al-Baqarah : 80)
ﻟﻦﺗﻤﺴﻨﺎﺍﻟﻨﺎﺭﺇﻻﺃﻳﺎﻣﺎﻣﻌﺪﺩﺍﺕ
“…Kami
sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari
yang dapat dihitung.” (QS. Ali-Imran : 24)
6) Perbedaan penggunaan huruf kata depan, seperti:
ﻭﺇﺫﻗﻠﻨﺎﺍﺩﺧﻠﻮﺍﻫﺬﻩﺍﻟﻘﺮﻳﺔﻓﻜﻠﻮﺍ
Dan
(ingatlah) ketika Kami berfirman: Masuklah kamu ke negeri ini, dan makanla.
(QS. Al-Baqarah: 58)
ﻭﺇﺫﻗﻴﻞﻟﻬﻢﺍﺳﻜﻨﻮﺍﻫﺬﻩﺍﻟﻘﺮﻳﺔﻭﻛﻠﻮﺍ
Dan
(ingatlah) ketika Kami berfirman: Masuklah kamu ke negeri ini, dan makanlah. (QS.
Al-A’raf : 161)
7) Perbedaan penggunaan kosa kata, seperti:
ﻗﺎﻟﻮﺍﺑﻞﻧﺘﺒﻊﻣﺎﺃﻟﻔﻴﻨﺎﻋﻠﻴﻪﺃﺑﺈﻧﺎ
“Mereka
berkata: Tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati
(alfayna) dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (QS. Al-Baqarah : 170)
ﻗﺎﻟﻮﺍﺑﻞﻧﺘﺒﻊﻣﺎﻭﺟﺪﻧﺎﻋﻠﻴﻪﺃﺑﺈﻧﺎ
“Mereka
berkata: Tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati
(wajadna) dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (QS. Luqman : 21)
8) Perbedaan penggunaan idgham (memasukkan satu huruf
ke huruf lain),
seperti:
ﺫﻟﻚﺑﺄﻧﻬﻢﺷﺎﻗﻮﺍﺍﷲﻭﺭﺳﻮﻟﻪﻭﻣﻦﻳﺸﺎﻕﺍﷲﻓﺈﻥﺍﷲﺷﺪﻳﺪﺍﻟﻌﻘﺎﺏ
“Yang
demikian ini adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasulnya,
barang siapa menentang (yusyaqq) Allah, maka sesungguhnya Allah sangat keras
hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr : 4)
ﺫﻟﻚﺑﺄﻧﻬﻢﺷﺎﻗﻮﺍﺍﷲﻭﺭﺳﻮﻟﻪﻭﻣﻦﻳﺸﺎﻕﺍﷲﻭﺭﺳﻮﻟﻪﻓﺈﻥﺍﷲﺷﺪﻳﺪﺍﻟﻌﻘﺎﺏ
“Yang
demikian ini adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasulnya.
Barang siapa menentang (yusyaqiq) Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah
sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr : 4)
Dalam
mengadakan perbandingan antara ayat-ayat yang berbeda redaksi tersebut di atas,
ditempuh beberapa langkah :
- Mencatat ayat-ayat al-Qur’an
yang memiliki redaksi yang berbeda dalam kasus yang sama atau yang sama
dalam kasus berbeda,
- Mengelompokkan ayat-ayat itu
berdasarkan persamaan dan perbedaan redaksinya,
- Meneliti setiap kelompok ayat
tersebut dan menghubungkannya dengan kasus-kasus yang dibicarakan ayat
bersangkutan, dan
- Melakukan perbandingan.
2.
Membandingkan
Ayat Dengan Hadits
Mufasir membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan Hadits Nabi
SAW yang terkesan bertentangan. Dan mufasir berusaha untuk menemukan kompromi
antara keduanya. Contoh perbedaan antara ayat Al-Qur’an surat An-Nahl: 32
dengan hadits riwayat Tirmidzi:
ﺍﺩﺧﻠﻮﺍﺍﻟﺠﻨﺔﺑﻤﺎﻛﻨﺘﻢﺗﻌﻤﻠﻮﻥ
“Masuklah
kamu ke dalam surga disebabkan apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Al-Nahl : 32)
ﻟﻦﻳﺪﺧﻞﺃﺣﺪﻛﻢﺍﻟﺠﻨﺔﻳﻌﻤﻠﻪ﴿ﺭﻭﺍﻩﺍﻟﺘﺮﻣﺬﯼ﴾
“Tidak
akan masuk seorang pun diantara kamu ke dalam surga disebabkan perbuatannya”
(HR. Tirmidzi)
Antara
ayat al-Qur’an dan hadits tersebut di atas terkesan ada pertentangan. Untuk
menghilangkan pertentangan itu, al-Zarkasyi mengajukan dua cara:
Pertama, dengan menganut pengertian harfiah hadits, yaitu bahwa
orang-orang tidak masuk surga karena amal perbuatannya, tetapi karena ampunan
dan rahmat Tuhan. Akan tetapi, ayat di atas tidak disalahkan, karena
menurutnya, amal perbuatan manusia menentukan peringkat surga yang akan
dimasukinya. Dengan kata lain, posisi seseorang di dalam surga ditentukan amal
perbuatannya. Pengertian ini sejalan dengan hadits lain, yaitu :
ﺇﻥﺃﻫﻞﺍﻟﺠﻨﺔﺇﺫﺍﺩﺧﻠﻮﻫﺎﻧﺰﻟﻮﺍﻓﻴﻬﺎﺑﻔﻀﻞﻋﻤﻠﻬﻢ﴿ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﯼ﴾
“Sesungguhnya
ahli surga itu, apabila memasukinya, mereka mendapat posisi di dalamnya
berdasarkan keutamaan perbuatannya”. (HR. Tirmidzi)
Kedua, dengan menyatakan bahwa huruf ba’ pada ayat di atas
berbeda konotasinya dengan yang ada pada hadits tersebut. Pada ayat berarti
imbalan, sedangkan pada hadits berarti sebab.
3. Membandingkan Pendapat Para Mufasir
Mufasir membandingkan penafsiran ulama tafsir, baik ulama
salaf maupun ulama khalaf, dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, baik yang
bersifat manqul (Al-tafsir al-ma’tsur) maupun yang
bersifat ra’yu (Al-tafsir al-ra’yi).
Manfaat
yang dapat diambil dari metode tafsir ini adalah:
- Membuktikan ketelitian
al-Qur’an,
- Membuktikan bahwa tidak ada
ayat-ayat al-Qur’an yang kontradiktif,
- Memperjelas makna ayat, dan
- Tidak menggugurkan suatu hadits
yang berkualitas sahih.
Sedang
dalam hal perbedaan penafsiran mufasir yang satu dengan yang yang lain, mufasir
berusaha mencari, menggali, menemukan, dan mencari titik temu di antara
perbedaan-perbedaan itu apabila mungkin, dan mentarjih salah satu pendapat
setelah membahas kualitas argumentasi masing-masing.
C. Kelebihandan
Kekurangan metode Muqorrin
a.
Kelebihan
Metode Muqarin
1.
Memberikan wawasan penafsiran yang relative lebih luas
kepada para pembaca bila dibandingkan dengan metode-metode lain.
2.
Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap
pendapat orang lain yang kadang-kadang jauh berbeda dari pendapat kita dan tak
mustahil ada yang kontradiktif.
3.
Tafsir dan metode komparatif ini amat berguna bagi mereka
yang ingin mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat.
4.
Dengan metode ini mufasir didorong untuk mengaji berbagai
ayat dan hadits-hadits serta pendapat para mufasir yang lain.
b.
Kekurangan
Metode Muqarin
1.
Penafsiran dengan metode ini tidak dapat diberikan kepada
para pemula seperti [3]mereka
yang sedang belajar pada tingkat sekolah menengah kebawah.
2.
Kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial
yang tumbuh ditengah masyarakat.
3.
Terkesan banyak menelusuri penafsiran-penafsiran yang pernah
diberikan oleh ulama daripada mengemukakan penafsiran-penafsiran baru.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Secara garis besarnya penafsiran al-Qur’an dengan Metode Muqarrin (perbandingan)
adalah metode penafsiran dengan cara mengkomparasikan dengan sumber nash yang
lain. Perbandingannya bisa dengan perbandingan antar satu ayat dengan ayat
lainya, atau bias dengan perbandingan natr ayat Al-qur’an dengan hadits, atau
juga perbandingan ayat A-qur’an dengan pendapat ahli tafsir yang lain.
2.
Metode penafsiran al-Qur’an dengan Metode Muqarrin (perbandingan)
memiliki kelemahan-kelemahan disamping memiliki kelebihan. Diantara kelemahan
a.
Kelebihan dari metode muqorrin
adalah senantiasa membuka kesempatan untuk mengkaji lebih luas ayat-ayat
al-qur’an dan hadits daserta pendapat para ahli tafsir yang lain. Selain itu
metode ini lebih memberikan wawasan yang lebih luas, dan menjadikan kita lebih
toleran terhadap pendapat orang lain.
b.
Kekurangan metode muqorrin ini
adalah hanya diperuntukan bagi yang sudah memiliki pengetahuan dasar tentang
ilmu tafsir. Juga biasanya hanya terfokus pada penelusuran penafsiran yang
pernah diberikan oleh para ulama tafsir, jarang mengemukakan penafisran yang
baru.
B.
Saran
- Al-Quran dan As-Sunnah
merupakan sumber rujukan hukum dalam islam, yang mana dari keduanya pasti
ada yang membuat bingung dalam memahami apa maksud dari sebagian ayat
tersebut, oleh karena itu ilmu tafsir berguna untuk mengetahui apa yang
tersirat dalam ayat, maka kita harus memahami dengan benar ilmu tafsir
tersebut sebelum menafsirkan ayat-ayat, sehingga terhindar dari
menafsirkan ayat yang asal-asalan.
- Apa dan bagaimanapun bentuk
suatu metodologi, ia tetap merupakan hasil ijtihad, yakni hasil olah pikir
manusia. Manusia, meskipun dikaruniai kepintaran tetap mempunyai kelemahan
dan keterbatasan, yang tidak bisa mereka hindarkan seperti sifat lupa,
lalai, dan sebagainya. Sehingga harus tetap saling menghargai satu sama
lain, menghargai pendapat orang lain, menghargai keragaman pendapat.
DAFTAR PUSTAKA
Mardan,
Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh, ( Jakarta: Pustaka Mapan
), 2009.
Mahmud,
Ali. 2006. Metodologi Tafsir. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada)
Baidan, Nasruddin, Metodologi
Penafsiran Al-Quran, Pustaka Pelajar: Yogyakarta. 2000
Baidan, Nasruddin, Metode
Penafsiran Al-Quran, Pustaka Pelajar: Yogyakarta. 2002
Harahap, Syahrin, Metodologi
Studi dan Peneliltian Ilmu-Ilmu Ushuluddin, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta. 2000
Nasir, M Ridwan., Memahami
Al-Quran, Perspektif Baru Metodologi Tafsir Muqaranah, CV. Indra Media:
Surabaya. 2003
Abdu al-Hay al-Farmawi, Al Bidayah fi
al-Tafsir al Maudlu’I, Mesir: t.p, 1977
Az Zarkasyi, Al Burhan Fi Ulumil Qur’an,
Mesir: Isa al Halabi wa Syurakauhu
NATA, Abudin, Metodologi Studi Islam,
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada 2003
Ridlwan Nasir, Memahami Al-Qur’an perspektif
Baru Metodogi Tafsir Muqarin,Surabaya:Indra
Media,2003
http://santri-ppmu.blogspot.com/2011/03/metode-muqarin-dalam-menafsirkan-al.html
[1]
Nasir, M Ridwan., Memahami Al-Quran, Perspektif Baru Metodologi Tafsir
Muqaranah, CV. Indra Media: Surabaya. 2003
[2] Nasir, M Ridwan., Memahami Al-Quran, Perspektif Baru Metodologi Tafsir
Muqaranah, CV. Indra Media: Surabaya. 2003
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Tuhan mewahyukan Al-Qur’an kepada Muhammad SAW, bukan
sekedar sebagai inisiasi kerasulan, apalagi suvenir atau nomenklatur. Secara
praktis, Al-Qur’an bagi Nabi Muhammad SAW, merupakan inspirasi etik pembebasan
yang menyinari kesadaran dan gerakan sosial dalam membangun masyarakat yang
sejahtera, adil dan manusiawi¹.
Al-Qur’an yang merupakan bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW,
sekaligus petunjuk untuk umat manusia kapan dan di mana pun, memiliki berbagai
macam keistemewaan. Keistimewaan tersebut, antara lain, susunan bahasanya yang
indah, dan pada saat yang sama mengandung makna-makna yang dapat dipahami oleh
siapa pun yang memahami bahasanya, walaupun tentunya tingkat pemahaman mereka
akan berbeda-beda akibat berbagai faktor. Redaksi ayat-ayat Al-Qur’an,
sebagaimana setiap redaksi yang diucapkan atau ditulis, tidak dapat dijangkau
maksudnya secara pasti, kecuali oleh pemilik redaksi tersebut. Hal inilah yang
kemudian menimbulkan keanekaragaman penafsiran.
Tanpa perhatian yang
intensif, tidak tertutup kemungkinan seseorang akan berasumsi bahwa banyaknya
kemiripan dan kesamaan dalam beberapa ayat al-Quran hanyalah merupakan tikrar.
Padahal, tidak jarang terdapat hikmah dalam kemiripan tersebut, bahkan hal itu
akan mengantarkan orang yang tekun dalam menganalisisnya pada sebuah formulasi
pemahaman dinamis. Oleh karena itu, perlu adanya upaya penafsiran dengan metode
yang bisa mengidentifikasi serta mengakomodasi ayat-ayat yang dipandang mirip
untuk kemudian dianalisis dan ditemukan hikmahnya. Selain itu, pengungkapan
muatan-muatan di dalamnya juga akan mewarnai dinamisasi kandungan al-Quran
sehingga bisa dipahami bahwa setiap ayat memilikikelebihannyamasing-masing
Pada tataran itulah, kehadiran metode
penafsiran ayat-ayat yang beredaksi sama ataupun mirip secara muqaranah,
dianggap penting. Dalam kajian sederhana ini, pembahasan tafsir muqaranah
diorientasikan dan difokuskan pada komparasi antarayat. Komparasi antarayat
berarti membandingkan beberapa ayat yang dianggap memiliki kecenderungan
persamaan redaksi maupun kasus atau sebaliknya dengan tujuan sebagaimana
tersimpul di muka.
2.
Rumusan
Masalah
Dalam penyusunan makalah ini dapat
disimpulkan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan materi
pembahasan,diantaranya:
- Apa
yang dimaksud dengan Metode Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
- Bagaimana
kelebihan Metode
Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
- Bagaimana
kelebihan Metode
Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
3.
Tujuan Penulisan
Dengan disusunnya makalah ini ada beberapa tujuan yang
hendak dicapai sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan diatas, yaitu :
1. Mengetahui
apa yang dimaksud dengan Metode Tafsir
Muqorrin (Komparasi)?
- Mengetahui
bagaimana kelebihan Metode Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
- Mengetahui
bagaimana kelebihan Metode Tafsir Muqorrin (Komparasi)?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Metodologi Tafsir Muqorrin (Komparasi)
Istilah metodologi tafsir terdiri atas dua terms, yaitu
metodologi dan tafsir. Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodohos
yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa inggris disebut method,
sedang bangsa Arab menerjemahkannya dengan thariqat dan manhaj.
Sedangkan kata logos berarti ilmu pengetahuan. Sehingga pembentukan dari
kata-kata tersebut berarti ilmu tentang tata cara yang dipakai untuk mencapai
tujuan (ilmu pengetahuan)¹[1].
Adapun
Term tafsir, mempunyai dua pengertian, yaitu:
- Pertama, tafsir adalah pengetahuan atau ilmu yang berkenaan
(berhubungan) dengan kandungan Al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang
dipergunakan untuk memperolehnya.
- Kedua, tafsir diartikan sebagai cara kerja ilmiah untuk
mengeluarkan pengertian-pengertian, hukum-hukum, dan hikmah-hikmah yang
terkandung dalam Al-Qur’an.
Maka isitilah metodologi tafsir berarti kerangka, kaidah,
atau cara yang dipakai dalam menafsirkan al-Qur’an baik itu ditinjau dari aspek
sistematika penyusunannya, aspek sumber-sumber penafsiran yang dipakai maupun
aspek sistem pemaparan atau keluasan tafsirannya guna mencapai pemahaman yang
benar tentang apa yang dimaksudkan Allah dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Metodologi tafsir berbeda-beda dilihat
dari aspek yang mendasarinya. Jika ditinjau dari aspek sistematika
penyusunannya, metodologi tafsir terbagi menjadi dua, yaitu:
- Sistematika tartib mushafiy, yaitu
sistematika penyusunan tafsir al-Qur’an sesuai dengan tertib susunan surat
dan ayat dalam mushaf.
- Sistematika tartib nuzuliy, yaitu
sistematika penyusunan yang disesuaikan dengan kronologis turunnya
surat-surat al-Qur’an. Dan yang ketiga, sistematika maudhuiy, yaitu
sistematika penyusunan penyusunan al-Qur’an dengan berdasarkan tema atau
topik permasalahan yang akan dibahas.
Sedangkan metode tafsir muqarin sendiri adalah
suatu metode yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan cara membandingkan ayat
Al-Qur’an yang satu dengan yang lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai
kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda, dan atau yang
memiliki redaksi yang berbeda untuk masalah yang sama dan atau membandingkan
ayat-ayat Al-Qur’an dengan hadis-hadis Nabi yang tampak bertentangan serta
membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran Al-Qur’an
kemudian mengemukakan penafsiran para ulama tafsir terhadap ayat-ayat itu dan
mengungkapkan pendapat mereka serta membandingkan segi-segi dan
kecendrungan-kecendrungan masing-masing. Kemudian menjelaskan siapa diantara
mereka yang penafsirannya dipengaruhi oleh perbedaan madzhab, dan siapa
diantara mereka yang penafsirannya ditujukan untuk mendukung aliran tertentu
dalam Islam di mana metode Muqarin ini menurut Ridlwan Nasir ditinjau dari segi
cara penjelasannya terhadap tafsiran ayat-ayat Al-Qur’an.
Sedangkan menurut Al Farmawi, adalah
membandingkan ayat dengan ayat yang berbicara masalah sama, ayat dengan hadits
dengan menonjolkan segi-segi perbedaannya atau menafsirkan Al-Qur’an dengan
cara membandingkan pendapat dari kalangan ahli tafsir mengenai sejumlah ayat
Al-Qur’an, kemudian mengkaji penafsiran sejumlah penafsir melalui kitab-kitab
tafsir mereka.
Menurut pendapat Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir,
MA Tafsir muqarin dapat juga dengan membandingkan satu kitab tafsir dengan
kitab tafsir lainnya yakni mengkaji biografi mufassir yang diperbandingkan dan
sistematika serta metode yang ditempuhnya berikut kecendrungan mereka dalam
menafsirkan Al-Qur’an²[2].
Yang dimaksud dengan metode komparative adalah:
a. Membandingkan
teks ayat-ayat Al-qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan dalam dua kasus
atau lebih.
b. Membandingkan
ayat Al-Qur’an dengan Al-Hadits yang pada lahirnya bersifat bertentangan.
c. Membandingkan
berbagai pendapat ulama tafsir M. Qurois Sihab yang mengatakan:
“Dalam metode ini khususnya yang
membandingkan antara ayat dengan ayat, dan ayat dengan hadits biasanya
mufasirnya menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan perbedaan kandungan yang
dimaksut oleh masing-masing ayat atau perbedaan masalah itu sendiri ”.
B.
Pembagian
Metode Muqorrin
1. Membandingkan Ayat Al-Qur’an Dengan Ayat Al-Qur’an
Yang Lain
Mufasir membandingkan ayat Al-Qur’an dengan ayat lain, yaitu
ayat-ayat yang memiliki persamaan redaksi dalam dua atau lebih masalah atau
kasus yang berbeda, atau ayat-ayat yang memiliki redaksi berbeda dalam masalah
atau kasus yang (diduga) sama. Al-Zarkasyi mengemukakan delapan macam variasi
redaksi ayat-ayat Al-Qur’an, yaitu sebagai berikut:
1) Perbedaan tata letak kata dalam kalimat, seperti :
ﻗﻞﺇﻥﻫﺪﯼﺍﷲﻫﻮﺍﻟﻬﺪﯼ
“Katakanlah
: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk” (QS :
al-Baqarah : 120)
ﻗﻞﺇﻥﺍﻟﻬﺪﯼﻫﺪﯼﺍﷲ
“Katakanlah
: Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah” (QS :
al-An’am : 71)
2) Perbedaan dan penambahan huruf, seperti:
ﺳﻮﺍﺀﻋﻠﻴﻬﻢﺃﺃﻧﺬﺭﺗﻬﻢﺃﻡﻟﻢﺗﻨﺬﺭﻫﻢﻻﻳﺆﻣﻨﻮﻥ
“Sama
saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu
tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman” (QS :
al-Baqarah : 6)
ﻭﺳﻮﺍﺀﻋﻠﻴﻬﻢﺃﺃﻧﺬﺭﺗﻬﻢﺃﻡﻟﻢﺗﻨﺬﺭﻫﻢﻻﻳﺆﻣﻨﻮﻥ
“Sama
saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah tidak
memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman” (QS : Yasin: 10)
3) Pengawalan dan pengakhiran, seperti:
ﻳﺘﻠﻮﻋﻠﻴﻬﻢﺍﻳﺘﻚﻭﻳﻌﻠﻤﻬﻢﺍﻟﻜﺘﺐﻭﺍﻟﺤﻜﻤﺔﻭﻳﺰﻛﻴﻬﻢ
“…yang
membaca kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab
(al-Qur’an) dan al-Hikmah serta mensucikan mereka” (QS. Al-Baqarah :129)
ﻳﺘﻠﻮﻋﻠﻴﻬﻢﺍﻳﺘﻪﻭﻳﺰﻛﻴﻬﻢﻭﻳﻌﻠﻤﻬﻢﺍﻟﻜﺘﺐﻭﺍﻟﺤﻜﻤﺔ
“…yang
membaca ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada
mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah” (QS. Al-Jumu’ah : 2)
4) Perbedaan nakirah (indefinite noun) dan ma’rifah
(definte noun),
seperti:
ﻓﺎﺳﺘﻌﺬﺑﺎﺍﷲﺇﻧﻪﻫﻮﺍﻟﺴﻤﻴﻊﺍﻟﻌﻠﻴﻢ
“…mohonkanlah
perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Fushshilat : 36)
ﻓﺎﺳﺘﻌﺬﺑﺎﺍﷲﺇﻧﻪﺳﻤﻴﻊﺍﻟﻌﻠﻴﻢ
“…mohonkanlah
perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Al-A’raf : 200)
5) Perbedaan bentuk jamak dan tunggal, seperti:
ﻟﻦﺗﻤﺴﻨﺎﺍﻟﻨﺎﺭﺇﻻﺃﻳﺎﻣﺎﻣﻌﺪﺩﺓ
“…Kami
sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari
saja.” (QS. Al-Baqarah : 80)
ﻟﻦﺗﻤﺴﻨﺎﺍﻟﻨﺎﺭﺇﻻﺃﻳﺎﻣﺎﻣﻌﺪﺩﺍﺕ
“…Kami
sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari
yang dapat dihitung.” (QS. Ali-Imran : 24)
6) Perbedaan penggunaan huruf kata depan, seperti:
ﻭﺇﺫﻗﻠﻨﺎﺍﺩﺧﻠﻮﺍﻫﺬﻩﺍﻟﻘﺮﻳﺔﻓﻜﻠﻮﺍ
Dan
(ingatlah) ketika Kami berfirman: Masuklah kamu ke negeri ini, dan makanla.
(QS. Al-Baqarah: 58)
ﻭﺇﺫﻗﻴﻞﻟﻬﻢﺍﺳﻜﻨﻮﺍﻫﺬﻩﺍﻟﻘﺮﻳﺔﻭﻛﻠﻮﺍ
Dan
(ingatlah) ketika Kami berfirman: Masuklah kamu ke negeri ini, dan makanlah. (QS.
Al-A’raf : 161)
7) Perbedaan penggunaan kosa kata, seperti:
ﻗﺎﻟﻮﺍﺑﻞﻧﺘﺒﻊﻣﺎﺃﻟﻔﻴﻨﺎﻋﻠﻴﻪﺃﺑﺈﻧﺎ
“Mereka
berkata: Tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati
(alfayna) dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (QS. Al-Baqarah : 170)
ﻗﺎﻟﻮﺍﺑﻞﻧﺘﺒﻊﻣﺎﻭﺟﺪﻧﺎﻋﻠﻴﻪﺃﺑﺈﻧﺎ
“Mereka
berkata: Tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati
(wajadna) dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (QS. Luqman : 21)
8) Perbedaan penggunaan idgham (memasukkan satu huruf
ke huruf lain),
seperti:
ﺫﻟﻚﺑﺄﻧﻬﻢﺷﺎﻗﻮﺍﺍﷲﻭﺭﺳﻮﻟﻪﻭﻣﻦﻳﺸﺎﻕﺍﷲﻓﺈﻥﺍﷲﺷﺪﻳﺪﺍﻟﻌﻘﺎﺏ
“Yang
demikian ini adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasulnya,
barang siapa menentang (yusyaqq) Allah, maka sesungguhnya Allah sangat keras
hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr : 4)
ﺫﻟﻚﺑﺄﻧﻬﻢﺷﺎﻗﻮﺍﺍﷲﻭﺭﺳﻮﻟﻪﻭﻣﻦﻳﺸﺎﻕﺍﷲﻭﺭﺳﻮﻟﻪﻓﺈﻥﺍﷲﺷﺪﻳﺪﺍﻟﻌﻘﺎﺏ
“Yang
demikian ini adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasulnya.
Barang siapa menentang (yusyaqiq) Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah
sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr : 4)
Dalam
mengadakan perbandingan antara ayat-ayat yang berbeda redaksi tersebut di atas,
ditempuh beberapa langkah :
- Mencatat ayat-ayat al-Qur’an
yang memiliki redaksi yang berbeda dalam kasus yang sama atau yang sama
dalam kasus berbeda,
- Mengelompokkan ayat-ayat itu
berdasarkan persamaan dan perbedaan redaksinya,
- Meneliti setiap kelompok ayat
tersebut dan menghubungkannya dengan kasus-kasus yang dibicarakan ayat
bersangkutan, dan
- Melakukan perbandingan.
2.
Membandingkan
Ayat Dengan Hadits
Mufasir membandingkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan Hadits Nabi
SAW yang terkesan bertentangan. Dan mufasir berusaha untuk menemukan kompromi
antara keduanya. Contoh perbedaan antara ayat Al-Qur’an surat An-Nahl: 32
dengan hadits riwayat Tirmidzi:
ﺍﺩﺧﻠﻮﺍﺍﻟﺠﻨﺔﺑﻤﺎﻛﻨﺘﻢﺗﻌﻤﻠﻮﻥ
“Masuklah
kamu ke dalam surga disebabkan apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Al-Nahl : 32)
ﻟﻦﻳﺪﺧﻞﺃﺣﺪﻛﻢﺍﻟﺠﻨﺔﻳﻌﻤﻠﻪ﴿ﺭﻭﺍﻩﺍﻟﺘﺮﻣﺬﯼ﴾
“Tidak
akan masuk seorang pun diantara kamu ke dalam surga disebabkan perbuatannya”
(HR. Tirmidzi)
Antara
ayat al-Qur’an dan hadits tersebut di atas terkesan ada pertentangan. Untuk
menghilangkan pertentangan itu, al-Zarkasyi mengajukan dua cara:
Pertama, dengan menganut pengertian harfiah hadits, yaitu bahwa
orang-orang tidak masuk surga karena amal perbuatannya, tetapi karena ampunan
dan rahmat Tuhan. Akan tetapi, ayat di atas tidak disalahkan, karena
menurutnya, amal perbuatan manusia menentukan peringkat surga yang akan
dimasukinya. Dengan kata lain, posisi seseorang di dalam surga ditentukan amal
perbuatannya. Pengertian ini sejalan dengan hadits lain, yaitu :
ﺇﻥﺃﻫﻞﺍﻟﺠﻨﺔﺇﺫﺍﺩﺧﻠﻮﻫﺎﻧﺰﻟﻮﺍﻓﻴﻬﺎﺑﻔﻀﻞﻋﻤﻠﻬﻢ﴿ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﯼ﴾
“Sesungguhnya
ahli surga itu, apabila memasukinya, mereka mendapat posisi di dalamnya
berdasarkan keutamaan perbuatannya”. (HR. Tirmidzi)
Kedua, dengan menyatakan bahwa huruf ba’ pada ayat di atas
berbeda konotasinya dengan yang ada pada hadits tersebut. Pada ayat berarti
imbalan, sedangkan pada hadits berarti sebab.
3. Membandingkan Pendapat Para Mufasir
Mufasir membandingkan penafsiran ulama tafsir, baik ulama
salaf maupun ulama khalaf, dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, baik yang
bersifat manqul (Al-tafsir al-ma’tsur) maupun yang
bersifat ra’yu (Al-tafsir al-ra’yi).
Manfaat
yang dapat diambil dari metode tafsir ini adalah:
- Membuktikan ketelitian
al-Qur’an,
- Membuktikan bahwa tidak ada
ayat-ayat al-Qur’an yang kontradiktif,
- Memperjelas makna ayat, dan
- Tidak menggugurkan suatu hadits
yang berkualitas sahih.
Sedang
dalam hal perbedaan penafsiran mufasir yang satu dengan yang yang lain, mufasir
berusaha mencari, menggali, menemukan, dan mencari titik temu di antara
perbedaan-perbedaan itu apabila mungkin, dan mentarjih salah satu pendapat
setelah membahas kualitas argumentasi masing-masing.
C. Kelebihandan
Kekurangan metode Muqorrin
a.
Kelebihan
Metode Muqarin
1.
Memberikan wawasan penafsiran yang relative lebih luas
kepada para pembaca bila dibandingkan dengan metode-metode lain.
2.
Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap
pendapat orang lain yang kadang-kadang jauh berbeda dari pendapat kita dan tak
mustahil ada yang kontradiktif.
3.
Tafsir dan metode komparatif ini amat berguna bagi mereka
yang ingin mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat.
4.
Dengan metode ini mufasir didorong untuk mengaji berbagai
ayat dan hadits-hadits serta pendapat para mufasir yang lain.
b.
Kekurangan
Metode Muqarin
1.
Penafsiran dengan metode ini tidak dapat diberikan kepada
para pemula seperti [3]mereka
yang sedang belajar pada tingkat sekolah menengah kebawah.
2.
Kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial
yang tumbuh ditengah masyarakat.
3.
Terkesan banyak menelusuri penafsiran-penafsiran yang pernah
diberikan oleh ulama daripada mengemukakan penafsiran-penafsiran baru.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Secara garis besarnya penafsiran al-Qur’an dengan Metode Muqarrin (perbandingan)
adalah metode penafsiran dengan cara mengkomparasikan dengan sumber nash yang
lain. Perbandingannya bisa dengan perbandingan antar satu ayat dengan ayat
lainya, atau bias dengan perbandingan natr ayat Al-qur’an dengan hadits, atau
juga perbandingan ayat A-qur’an dengan pendapat ahli tafsir yang lain.
2.
Metode penafsiran al-Qur’an dengan Metode Muqarrin (perbandingan)
memiliki kelemahan-kelemahan disamping memiliki kelebihan. Diantara kelemahan
a.
Kelebihan dari metode muqorrin
adalah senantiasa membuka kesempatan untuk mengkaji lebih luas ayat-ayat
al-qur’an dan hadits daserta pendapat para ahli tafsir yang lain. Selain itu
metode ini lebih memberikan wawasan yang lebih luas, dan menjadikan kita lebih
toleran terhadap pendapat orang lain.
b.
Kekurangan metode muqorrin ini
adalah hanya diperuntukan bagi yang sudah memiliki pengetahuan dasar tentang
ilmu tafsir. Juga biasanya hanya terfokus pada penelusuran penafsiran yang
pernah diberikan oleh para ulama tafsir, jarang mengemukakan penafisran yang
baru.
B.
Saran
- Al-Quran dan As-Sunnah
merupakan sumber rujukan hukum dalam islam, yang mana dari keduanya pasti
ada yang membuat bingung dalam memahami apa maksud dari sebagian ayat
tersebut, oleh karena itu ilmu tafsir berguna untuk mengetahui apa yang
tersirat dalam ayat, maka kita harus memahami dengan benar ilmu tafsir
tersebut sebelum menafsirkan ayat-ayat, sehingga terhindar dari
menafsirkan ayat yang asal-asalan.
- Apa dan bagaimanapun bentuk
suatu metodologi, ia tetap merupakan hasil ijtihad, yakni hasil olah pikir
manusia. Manusia, meskipun dikaruniai kepintaran tetap mempunyai kelemahan
dan keterbatasan, yang tidak bisa mereka hindarkan seperti sifat lupa,
lalai, dan sebagainya. Sehingga harus tetap saling menghargai satu sama
lain, menghargai pendapat orang lain, menghargai keragaman pendapat.
DAFTAR PUSTAKA
Mardan,
Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh, ( Jakarta: Pustaka Mapan
), 2009.
Mahmud,
Ali. 2006. Metodologi Tafsir. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada)
Baidan, Nasruddin, Metodologi
Penafsiran Al-Quran, Pustaka Pelajar: Yogyakarta. 2000
Baidan, Nasruddin, Metode
Penafsiran Al-Quran, Pustaka Pelajar: Yogyakarta. 2002
Harahap, Syahrin, Metodologi
Studi dan Peneliltian Ilmu-Ilmu Ushuluddin, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta. 2000
Nasir, M Ridwan., Memahami
Al-Quran, Perspektif Baru Metodologi Tafsir Muqaranah, CV. Indra Media:
Surabaya. 2003
Abdu al-Hay al-Farmawi, Al Bidayah fi
al-Tafsir al Maudlu’I, Mesir: t.p, 1977
Az Zarkasyi, Al Burhan Fi Ulumil Qur’an,
Mesir: Isa al Halabi wa Syurakauhu
NATA, Abudin, Metodologi Studi Islam,
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada 2003
Ridlwan Nasir, Memahami Al-Qur’an perspektif
Baru Metodogi Tafsir Muqarin,Surabaya:Indra
Media,2003
http://santri-ppmu.blogspot.com/2011/03/metode-muqarin-dalam-menafsirkan-al.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar