Senin, 26 Mei 2014

PERANAN ASBABUN NUZUL DALAM MENAFSIRKAN AL-QURAN

PERANAN ASBABUN NUZUL DALAM MENAFSIRKAN AL-QURAN
Oleh: Nur Arif Fuadi, S.Si.

I.      Pendahuluan
Di antara bukti bahwa Alloh Maha Pengasih terhadap manusia, adalah Alloh mengutus para nabi dan rosul. Dia tidak hanya menganugerahkan fitrah yang suci yang dapat membimbing jiwa manusia kepada kebaikan, bahkan Dia telah mengutus RosulNya dari masa ke masa yang membawa kitab dari Alloh sebagai pedoman hidup, mengajak manusia agar beribadah hanya kepada Alloh saja tanpa mempersekutukanNya dengan suatu apapun. Sebagai penutup para nabi dan rosul, diutuslah Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam yang menyampaikan kabar gembira den memberikan peringatan kepada seluruh manusia bahkan sampai akhir zaman. Setiap nabi diutus kepada kaumnya secara khusus, akan tetapi tidak dengan Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam. Beliau diutus untuk kepada seluruh manusia. Alloh Subhanahu wata’ala telah mengajarkan al-Quran kepada Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam melalui Jibril ‘alaihissalam agar disampaikan kepada seluruh ummatnya. Bahkan, bukti terbesar bahwa Alloh Maha Pengasih terhadap manusia, adalah Dia mengajarkan al-Quran. Pada awal surat Ar-Rahman, Alloh berfirman:
الرَّحْمَنُ عَلَّمَ الْقُرْآنَ
Artinya: “(Allah) Yang Maha Pengasih, Yang telah Mengajarkan al-Quran.”
Terhadap ayat ini, Ibnu Abbas menafsirkan sebagai berikut:
Ar-rahmān ([Allah] Yang Maha Pengasih). ‘Allamal qur-ān (Dia telah Mengajarkan al-Quran) kepada Jibril ‘alaihissalam, Jibril alaihissalam mengajarkan kepada Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam, dan Nabi Muhammad saw. mengajarkan kepada umatnya. Maksudnya, Allah Ta‘ala telah Mengutus Jibril alaihissalam dengan membawa al-Quran kepada Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam, dan beliau menyampaikan al-Quran kepada umatnya.
Jika diperhatikan kelanjutan dari ayat tersebut, Surat ar-Rahman memaparkan nikmat-nikmat yang Alloh karuniakan kepada manusia, agar manusia mau bersyukur. Dan nikmat yang kali pertama disebutkan adalah bahwasannya Alloh telah mengajarkan al-Quran. Hal ini menunjukkan bahwa nikmat terbesar yang diberikan kepada seluruh manusia adalah pengajaran al-Quran. Sedangkan al-Quran ini sampai kepada kita dengan perantara. Dalam hal ini, perantaranya adalah Malaikat Jibril ‘alaihissalam dan Rasululloh Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam, yang secara resmi mendapatkan tugas untuk menyampaikan wahyu suci tersebut.
Al-Qur’an adalah merupakan kalamullah (firman Allah) yang mengandung mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir (Muhammad Shollaoohu ‘alaihi wasallam), dengan perantaraan Al-Amin Jibril ‘alaihissalam. Yang tertulis dalam mushaf (lembaran), yang disampaikan kepada kita secara mutawatir yang dianggap sebagai ibadah membacanya, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas. Al-Qur’an sebagaimana dimaksud dalam definisi tersebut adalah merupakan pedoman utama ummat Islam dalam hidup dan kehidupannya sehari-hari baik dalam hal ibadah maupun dalam hal muamalah. Untuk itu, Al-Qur’an perlu dikaji, dipelajari dan dihayati sehingga isi kandungan Al-Qur’an tersebut dapat dipedomani dan dilaksanakan serta dapat dijadikan petunjuk bagi ummat manusia dalam hidup dan kehidupan sehar-hari.
Mengingat bahwa al-Qur’an adalah merupakan firman Allah Subhanahu wata’ala, maka tidak seorang pun yang dapat memahaminya secara utuh dan benar sebagaimana yang dimaksud oleh Allah Subhanahu wata’ala, keculai Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam, sebab beliaulah yang menerima al-Quran, mendapat pelajaran tentangnya dan beliau pula yang diperintahkan untuk menyampaiklannya kepada ummat manusia. Dan apabila beliau kurang memahami al-Qur’an yang diturunkan kepadanya maka beliau secara langsung dapat meminta penjelasan kepada Malaikat Jibril ‘alaihissalam. Berbeda halnya dengan kita yang tidak dapat lagi meminta penjelasan secara langsung kepada Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam.
Oleh karena itu, diperlukan ilmu-ilmu bantu yang berkaitan dengan al-Qur’an seperti penguasaan terhadap Bahasa dan Sastra Arab, Ilmu Nahwu, Ilmu Sharaf, Ilmu Manthiq, Ilmu Balaghah, Kondisi Sosiologis tempat turunnya Al-Qur’an, Ilmu Ushul Fiqh apabila hal itu berkaitan dengan bidang hukum, Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul dan lain-lain sebagainya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai Asbabun Nuzul yang kaitannya dengan memahami isi kandingan al-Qur’an, sebab Asbabun Nuzul sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Taimiyah, “mengetahui alasan (sabab) penurunan membantu dalam memahami ayat, karena pengetahuan tentang sebab (sabab) menghasilkan pengetahuan tentang efek (musabbab).

II.   Pembahasan
Asbabun Nuzul secara bahasa berarti sebab-sebab turunnya ayat-ayat al-Qur’an. Sebagaimana diketahui bahwa Al-Qur’an diturunkan Allah Subhanalloh wata’ala selama masa 22 tahun 2 bulan dan 22 hari atau kurang lebih 23 tahun. Al-Qur’an diturunkan kepada Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam, pada dasarnya adalah untuk memperbaiki aqidah, ibadah, akhlak dan pergaulan manusia yang telah menyimpang dari rel kebenaran. Adapun pengertian Asbabun Nuzul secara ishtilahi sebagaimana disebutkan oleh Shubhi Al-Shalih adalah sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut.
Definisi yang dikemukakan oleh Shubhis Shalih tersebut memberikan pengertian bahwa sebab turun ayat adakalanya berbentuk peristiwa dan adakalanya berbentuk pertanyaan. Oleh karena itulah maka setiap turun suatu ayat atau beberapa ayat, hal itu adalah untuk menerangkan hal-hal yang berhubungan dengan peristiwa atau sebagai jawaban atas suatu pertanyaan yang diajukan kepada Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam. Namun demikian, tidak semua ayat Al-Qur’an itu turun dengan adanya Asbabun Nuzul, sebab banyak juga ayat-ayat Al-Qur’an yang turun tanpa sebab dan bahkan banyak ayat-ayat yang berkaitan dengan keimanan, kewajiban, syari’at agama dan kisah para Nabi dan Rasul terdahulu turun tanpa sebab. Al Ja’bari menyebutkan bahwa al-Quran diturunkan dalamdua kategori, yang turun tanpa sebab dan yang turun karena suatu peristiwa atau pertanyaan. Sehingga didefinisikan, Asbabun nuzul adalah sesuatu yang karenanya al-Qur’an diturunkan, sebagai penjelas terhadap apa yang terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan.
Memang harus diakui bahwa ada sebagian sahabat seperti Ali Ibn Abi Thalib, Ibn Mas’ud dan lainnya Rodhiyallohu ‘anhum yang menyatakan bahwa tidak suatu ayatpun diturunkan kecuali salah seorang mereka mengetahui tentang apa ayat itu diturunkan, tentang siapa ayat itu diturunkan, dan dimana ayat itu diturunkan. Pernyataan ini tidak perlu ditanggapi secara leterlek sebab merupakan suatu hal yang masuk akal bahwa tidak semua Asbabun Nuzul ayat Al-Qur’an itu mereka saksikan. Untuk itu pernyataan mereka itu harus dipahami melalui beberapa kemungkinan, yaitu :
1.     Mereka bermaksud mengungkapkan betapa kuatnya perhatian mereka terhadap Al-Qur’an dan mengikuti setiap keadaan yang berhubungan dengannya.
2.     Mereka berbaik sangka dengan segala apa yang mereka dengar dan saksikan pada masa Rasul dan menginginkan agar orang mengambil apa yang mereka ketahui itu sehingga tidak akan lenyap dengan berakhirnya hidup mereka.
3.     Para periwayat menambah dalam periwayatannya dan membangsakannya kepada sahabat.
Ramli Abdul Wahid menyebutkan tentang Asbabun Nuzul, bahwa sebab-sebab turun ayat yang berhubungan dengan peristiwa ada tiga macam dan yang berhubungan dengan pertanyaan juga ada tiga macam. Adapun sebab-sebab turun ayat yang berhubungan dengan peristiwa adalah sebagai berikut :
1.     Peristiwa berupa pertengkaran, seperti perselisihan yang berkecamuk antara segolongan dari suku Aus dan segolongan dari suku Khazraj. Perselisihan itu timbul dari intrik-intrik yang ditiupkan orang-orang Yahudi sehingga mereka berteriak-teriak : “Senjata, senjata”, maka turunlah Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 100.
2.     Peristiwa berupa kesalahan yang serius, seperti peristiwa seorang sahabat yang mengimami sholat, namun dia sedang dalam keadaan mabuk sehingga keliru di dalam membaca surah Al-Kafirun, sehingga turunlah Al-Qur’an surat Al-Nisa’ ayat 42.
3.     Peristiwa itu berupa cita-cita dan keinginan, seperti persesuaian-persesuaian (muwafaqat) Umar Ibn Al-Khaththab Rodhiyallohu ‘anhu dengan ketentuan ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam sejarah, ada beberapa harapan Umar yang dikemukakannya kepada Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam, kemudian turunlah ayat yang sesuai dengan harapan-harapan Umar tersebut. Sebagai contoh adalah keinginan Umar Ibn Khaththab Rodhiyallohu ‘anhu untuk menjadikan Maqam (prasasti) Ibrahim sebagai tempat shalat, maka turunlah ayat yang memerintahkan untuk melaksanakan sholat di Maqam Ibrahim.
Adapun sebab-sebab turun ayat yang berkaitan dalam bentuk pertanyaan adalah terbagi tiga macam, yaitu :
1.     Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang telah lalu, seperti ayat pertanyaan tentang Zul Qarnain, “Mereka bertanya kepadamu tentang Zul Qarnain”.
2.     Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlangsung pada waktu itu, seperti pertanyaan tentang ruh, “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah bahwa urusan ruh itu adalah urusan Tuhanku, dan kamu tidak diberi ilmu kecuali yang sedikit”.
3.     Pertaanyaan yang berhubunagn dengan masa yang akan datang, seperti pertanyaan tentang kapan terjadinya Hari Kiamat, “Mereka bertanya kepadamu tentang Hari Kiamat, Bila terjadinya ?”.
Para sahabat dalam menyampaikan sebab-sebab turunnya ayat memiliki ungkapan-ungkapan yang berbeda-beda antara satu sama yang lain. Ungkapan-ungkapan itu dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1.     Sebab-sebab nuzul ayat diungkapkan secara jelas seperti dengan ungkapan “Sebab turun ayat ini adalah demikian”. Ungkapan ini sangat jelas, definitif dan pasti serta tidak mengandung makna lain.
2.     Sebab nuzul tidak ditunjukkan dengan lafal sebab, tetapi dengan mendatangkan lafal “fa” yang masuk kepada ayat dimaksud secara langsung setelah pemaparan satu peristiwa atau kejadian. Ungkapan seperti ini juga menunjukkan bahwa peristiwa itu adalah sebab bagi turunnya ayat tersebut. Hal ini sebagaimana dapat dilihat dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah (2) ayat 223.
3.     Sebab nuzul dapat dipahami secara pasti dari konteksnya. Dalam hal ini Rasul ditanya orang, maka ia diberi wahyu dan menjawab pertanyaan itu dengan ayat yang baru diterimanya. Para mufassir tidak menunjukkan sebab turunnya dengan lafal Asbabun Nuzul dan tidak dengan mendatangkan “fa”, akan tetapi Asbabun Nuzulnya dipahami melalui konteks dan jalan ceritanya, seperti sebab turunnya ayat tentang ruh.
4.     Sebab nuzul tidak disebutkan dengan ungkapan sebab secara jelas, tidak dengan mendatangkan “fa” yang menunjukkan sebab, dan tidak pula merupakan jawaban yang dibangun atas dasar pertanyaan, namun ungkapan itu mengandung makna sebab dan makna lainnya, yaitu tentang hukum kasus atau persoalan yang sedang dihadapi. Apabila hal ini yang terjadi maka para ulama tafsir berbeda pendapat, ada yang menyatakan bahwa yang diambil adalah mengenai hukum ini bukan mengenai sebab turun ayat ini, hal ini sebagaimana dikemukan oleh Al-Zarkasyi. Namun menurut Al-Zarqani, satu-satunya jalan untuk menentukan salah satu dari dua makna yang terkandung dalam ungkapan itu adalah konteks pembicaraannya. Dan nampaknya pendapat Al-Zarqani ini adalah merupakan jalan tengah atas dua kutub perbedaan pendapat dalam masalah ini.
Kadang-kadang satu ayat memiliki beberapa riwayat yang berhubungan dengan Asbabun Nuzul. Dalam masalah ini, sikap seorang mufassir kepadanya adalah sebagai berikut:
1.     Apabila bentuk-bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, seperti “ayat ini turun mengenai urusan ini” atau “aku mengira ayat ini turun mengenai urusan ini”, maka tidak ada kontradiksi di antara riwayat-riwayat itu, sebab maksud riwayat-riwayat tersebut adalah menafsirkan atau menjelaskan bahwa hal itu termasuk ke dalam makna ayat yang disimpulkan darinya, bukan menyebutkan Asbabun Nuzul, kecuali bila ada indikasi pada salah satu riwayat yang menunjukkan kepada penjelasan Asbabun Nuzul.
2.     Jika salah satu redaksi riwayat itu tidak tegas, misalnya “ayat ini turun mengenai urusan ini”, sedangkan riwayat yang lain menyebutkan dengan tegas, misalnya “Rosululloh ditanya tentang hal begini, kemudian turunlah ayat ini” atau “telah terjadi peristiwa begini, kemudian turunlah ayat ini”. Maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang menyebutkan Asbabun Nuzul secara tegas.
3.     Jika riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan sebab nuzulnya ayat, salah satu riwayat di antaranya itu shahih, maka yang dijadikan pegangan adalah riwayat yang shahih.
4.     Jika riwayat-riwayat tersebut sama-sama shahih, tapi terdapat segi yang memperkuat salah satunya, seperti kehadiran perawi dalam kisah tersebut, atat salah satu dari riwayat-riwayat itu lebih shahih, maka riwayat yang lebih kuat itulah yang didahulukan.
5.     Jika riwayat-riwayat tersebut sama-sama kuat, maka riwayat-riwayat itu dipadukan atau dikompromikan jika mungkin, hingga dinyatakann bahwa ayat ini turun sesudah terjadi dua buah sebab atau lebih karena rentang waktu di antar sebab itu berdekatan.
6.     Bila riwayat-riwayat tersebut tidak dapat dikompromikan karena rentang waktu yang berjauhan, maka dibawa kepada masalah banyak dan berulangnya nuzul.
Untuk memahami Al-Qur’an sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman dan petunjuk dalam hidup dan kehidupan sehari-hari sangatlah diperlukan pengetahuan tentang Asbabun Nuzul sebab dengan mengetahui Asbabun Nuzul kita dapat memahami makna yang terkandung secara utuh dari ayat suci Al-Qur’an itu. Al-Qur’an memang adalah merupakan kalamullah dan dia sudah ada sebelum peristiwa, kejadian atau pertanyaan ada, namun fakta menunjukkan bahwa setiap ayat suci Al-Qur’an turun maka hal itu tidak terlepas dari situasi dan kondisi saat itu, baik itu berupa peristiwa maupun berupa pertanyaan yang dialamatkan kepada Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam.
Untuk meyakinkan kita betapa pentingnya pengetahuan tentang asbabun nuzul ini para ulama mufassirin telah banyak menulis buku-buku tentang Asbabun Nuzul dan menekankan betapa pentingnya pengetahuan tentang Asbabun Nuzul dalam rangka untuk memahami Al-Qur’an secara utuh dan benar. Mereka itu antara lain adalah Al-Wahidi berkata : “Tidak mungkin kita mengetahui penafsiran ayat Al-Qur’an tanpa mengetahui kisahnya dan sebab turunnya”. Hal yang sama dikemukakan oleh Ibn Daqiq Al-‘id berkata: “Menjelaskan sebab turun ayat adalah jalan yang kuat dalam memahami makna Al-Qur’an”. Sementara itu Ibnu Taimiyah berkomentar : “Mengetahui alasan (sabab) penurunan membantu dalam memahami ayat karena pengetahuan tentang sebab (sabab) menghasilkan pengetahuan tentang yang disebabkan (akibat).
Komentar mereka ini memang dapat dimaklumi sebab Asbabun Nuzul-lah yang dapat menjelaskan siapa pelaku sejarah turunnya ayat, bagaimana rentetan kejadiannya, dan seterusnya. Alhasil dengan memahami Asbabun Nuzul, kita mengetahui aspek historis penafsiran Al-Qur’an.
Adapun manfaat yang diperoleh dalam mengetahui Asbabun Nuzul dalam kaitannya dengan memahami makna daripada ayat-ayat suci Al-Qur’an antara lain adalah sebagai berikut :
1.     Mengetahui hikmah (rahasia) dan tujuan Allah secara khusus dalam mensyari’atkan agamaNya yang terkandung di balik ayat-ayat yang mempersoalkan syari’at (hukum). Misalnya kita dapat memahami lewat pengetahuan Asbabun Nuzul kenapa judi, riba, memakan harta anak yatim itu diharamkan. Sebaliknya bagaimana Allah mula-mula mensyari’atkan sholat Khouf (sholat yang dilakukan waktu situasi gawat/perang), kenapa tidak boleh melakukan sholat jenazah atas orang musyrik, bagaimana pembagian harta rampasan perang, dan sebagainya. Hampir semua aspek hukum itu mengandung aspek filosofis yang sebagian di antara dapat diketahui lewat pengertian tentang Asbabun Nuzul.
2.     Mengetahui pengecualian hukum (takhshish) terhadap orang yang berpendirian bahwa hukum itu harus dilihat terlebih dahulu dari sebab-sebab yang khusus.
3.     Mengetahui Asbabun Nuzul adalah cara yang paling kuat dan paling baik dalam memahami pengertian ayat, sehingga para sahabat yang paling mengetahui tentang sebab-sebab turunnya ayat lebih didahulukan pendapatnya tentang pengertian dari satu ayat, dibandingkan dengan pendapat sahabat yang tidak mengetahui tentang sebab-sebab turunnya ayat.
4.     Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya, sebagai contoh adalah dalam memahami ayat Al-Qur’an : “Dan bagi Allah timur dan barat maka kemana sajapun kamu menghadap maka di sana wajah Allah, sesungguhnya Allah Maha Luas dan Maha Mengetahui”. Ayat ini sepintas kilas membicarakan bolehnya orang melaksanaka sholat dengan mengahadap kemana saja yang ia sukai, padahal ayat ini berbicara untuk orang yang mengerjakan sholat sunnat dalam suasana musafir dimana ia tidak mengetahui arah kiblat secara pasti atau orang yang sholat dengan ijtihadnya dimana dia juga tidak mengetahui arah kiblat secara pasti. Dalam suasana yang seperti ini maka orang sah melaksanakan sholat menghadap kemana saja.
5.     Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul dapat menolak dugaan adanya hashr (pembatasan) dalam ayat yang menurut lahirnya mengandung hashr (pembatasan), tetapi sebetulnya bukanlah pembatasan, sebagai contoh adalah Al-Qur’an Surat Al-An’am ayat 145 dalam hal makanan yang diharamkan.
6.     Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul dapat mengkhususkan (takhshish) hukum pada sebab menurut ulama yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab dan bukan keumuman lafal. Hal ini sebagaimana pada ayat-ayat tentang zhihar (suami menyerupakan istrinya dengan ibunya, seperti ia berkata pada istrinya, “Punggungmu seperti punggung ibuku) yang terdapat pada permulaan Surat Al-Mujadalah, dimana sebab turunnya adalah Aus Bin Shamit yang menzhihar istrinya Khaulah Binti Hakam Ibn Tsa’labah. Menurut pandangan ini, hukum yang berlaku pada ayat ini khusus untuk kasus ini. Dan adapun hukum yang berlaku bagi selainnya dapat diketahui pada dalil-dalil yang lain.
7.     Dengan mempelajari Asbabun Nuzul diketahui pula bahwa sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hukum yang terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang mukhashshishnya (yang mengkhususkannya). Hal ini didasarkan atas Ijma’ yang menyatakan bahwa hukum sebab tetap selama-lamanya.
8.     Dengan Asbabun Nuzul diketahui orang ayat tertentu yang turun padanya secara tepat sehingga tidak terjadi kesamaran, sebab kesamaran bisa membawa kepada penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan pembebasan bagi orang yang bersalah.
9.     Pengetahuan tentang Asbabun Nuzul akan mempermudah orang menghafal ayat-ayat Al-Qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika ia mengetahui sebab turunnya, sebab pertalian antara sebab dan musabbab, hukum dan peristiwanya, peristiwa dan pelaku, masa dan tempatnya, semua ini merupakan faktor-faktor yang menyebabkan mantapnya dan terlukisnya sesuatu dalam ingatan.
Dari kesembilan manfaat yang diperoleh dalam pentingnya memahami Asbabun Nuzul tersebut di atas kesemuanya adalah memiliki hubungan yang erat dengan kepentingan menafsirkan Al-Qur’an dan mengistimbatkan hukum daripadanya, kecuali hanya nomor sembilan yang adalah merupakan pelengkap saja, namun demikian tetap memagang peranan yang cukup penting bagi seorang yang ingin menadalami dan memahami isi kandungan Al-Qur’an.

III. Penutup
Atas dasar pembahasan hal-hal tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.     Asbabun Nuzul adalah satu bidang ilmu pengetahuan yang membeicarakan tentang sebab-sebab turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut.
2.     Ilmu Asbabun Nuzul memagang peranan yang sangat penting dalam memahami Al-Qur’an secara utuh dan benar, sehingga merupakan persyaratan yang sangat penting bagi seorang yang akan menafsirkan Al-Qur’an.



Referensi

Al-Quran al Karim
Al-Kalam Digital Versi 1.0. 2009. Bandung: Penerbit Diponegoro
Al-Qaththan, Syaikh Manna. 2006. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al Kautsar.
Dahlan, H.A.A. 2000. ASBABUN NUZUL Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-Qur’an. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar