Selasa, 26 Mei 2015

POSISI MATAHARI DAN BULAN UNTUK LUNAR ECLIPSE DAN PERHITUNGANNYA

POSISI MATAHARI DAN BULAN
UNTUK LUNAR ECLIPSE DAN PERHITUNGANNYA

Oleh:   Shohabil Mahalli, S.Pd.I. (NIM: 135212028),
Yuzetril, M.Pd. (NIM: 135212029)

A.     Pendahuluan
Dalam sejarah manusia, obyek paling tua yang menjadi perhatian nenek moyang kita adalah benda-benda langit. Begitu indah dan teraturnya benda-benda itu khususnya di malam hari. Kerap kali fenomena langit mereka kaitkan dengan kejadian di Bumi. Misalnya saja terbitnya bintang-bintang  tertentu, dikaitkan dengan pergantian musim-musim, sekalipun mereka tidak mengarti tentang orbit, gerak rotasi dan  revolusi, kemiringan ekliptika dan lain sebagainya yang menjadi penyebab pergantian musim tersebut.
Sebagaimana ilmu-ilmu lainnya, astronomi yang objek kajiannya benda-benda langit mengalami perkembangannya secara bertahap seiring dengan penemuan-penemuan ilmiyah berdasarkan data-data empirik. Langkah-langkah kemajuan ini dibuktikan  dengan berbagai produk teknologi yang dapat kita temukan dan manfaatkan saat ini. Temuan-temuan alat baru ini memberikan kontribusi yang besar bagi umat Islam. Misalnya theodolit dijadikan alat pengukur arah kiblat, teropong digunakan dalam pelaksanaan rukyatul hilal, dan lebih-lebih beberapa aplikasi soft ware komputer. 
Makalah dengan judul “Posisi Matahari dan Bulan untuk Lunar Eclipse dan Perhitungannya”  ini  penulis susun sebagai tugas pada mata kuliah “astronomi bola” di bawah bimbingan Bapak Slamet Hambali, M.S.I. penulis berdua akan membahas konsep tata letak Bumi, Bulan, dan Matahari, Proses gerhana Bulan serta perhitungannya. Kepada sidang pembaca yang budiman, khususnya kepada Bapak Kiai Slamet Hambali, M.S.I kami mohon saran dan koreksi apabila terdapat kekurangan-kekurangan atau pun konsep yang perlu diluruskan pada makalah ini.

B.     Pembahasan
Mengawali pembahasan ini, penulis nukil beberapa mitos yang berkembang di beberapa daerah di balik terjadinya fenomena gerhana Bulan. Tiada maksud lain kecuali hanya mengingat kembali bagaimana sejarah pemahaman nenek moyang manusia memaknai fenomena alam ketika itu sebelum ilmu penetahuan dan sains mengalami kemajuan seperti sekarang ini.
 China, kebudayaan kuno China meyakini bahwa gerhana bulan terjadi karena seekor naga raksasa murka dan memangsa Bulan. Fenomena ini mereka sebut ” Chih ” yang artinya memangsa. Untuk mengusir naga, mereka membuat keributan dengan cara membunyikan petasan agar sang naga pergi. Hingga kini, meski sudah tidak diyakini lagi, guna melestarikan kebudayaan, pembunyian petasan masih saja dilakukan saat gerhana terjadi.
Jepang, orang Jepang jadul menganggap bahwa saat terjadi gerhana para dewa menebarkan racun hitam pekat ke dunia, karena itu mereka selanjutnya berbondong-bondong menutupi sumur-sumur mereka dengan benda apa saja hingga gerhana Bulan berakhir.
Perancis, diceritakan bahwa Raja Louis akhirnya meninggal dalam histeria dan ketakutan yang amat sangat menyadari suatu malam dunia begitu gelap tanpa Bulan pada tahun 840. Menurutnya setan sebentar lagi turun ke dunia.
Jamaika, suatu kali Colombus terdampar di Jamaica karena kerusakan kapal yang cukup parah sehingga membutuhkan perbaikan yang akan memakan waktu lama. Untuk memenuhi kebutuhan makan minum, Colombus menggunakan ilmu pengetahuannya tentang gerhana untuk membohongi penduduk pribumi. Diakatakan bahwa para dewa akan marah jika para pribumi tidak memberi para awak kapal makan minum selama proses perbaikan kapal. Semula penduduk tak percaya, namun ketika Bulan benar-benar lenyap total, mereka menjadi ketakutan dan esok harinya mulai secara sukarela melayani Colombus dkk, dalam hal makan minum.
            Jawa-Indonesia, mungkin kita sudah banyak yang tahu bahwa penduduk jawa dahulu saat gerhana tiba berbondong-bondong menyembunyikan balita mereka di dalam tempayan, kolong tempat tidur dan tempat aman lain demi menghindarkan bocah-bocah itu dari shang Batara Kala, raksasa dalam cerita pewayangan. Sementara
itu kaum laki-laki beranjak memukul kentongan beramai ramai untuk mengusir sang kala sesegera mungkin.

1.      Gerhana menurut bahasa
Dari cerita di atas barangkali kisah Columbus lebih menarik bagi kita dari pada yang lainnya, Karena ia telah mengetahui hakikat di balik fenomena gerhana Bulan di tengah-tengah masyarakat dan bangsa yang masih tertinggal ilmu pengetahuan dan sains, dengan siasatnya itu Columbus dan seluruh awak kapal mendapat fasilitas permakann yang cukup dari masyarakat sekitar.Selanjutnya kita tinggalkan saja kisah di atas, dan untuk mendapatkan pemahaman gerhana Bulan dari sorotan sains, kita awali dengan memahami definisi gerhana sebagaimana di bawah ini.  
            Gerhana, dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “Eclipse” dan dalam bahasa Arab dikenal dengan “Khusuf”. Pada dasarnya istilah كسوف dan خسوف dapat dipergunakan untuk menyebut gerhana Matahari maupun gerhana Bulan. Hanya saja, kata “كسوف” lebih dikenal untuk menyebut gerhana Matahari, sedangkan kata “خسوف” untuk gerhana Bulan (Khazin: 2001).
            Kusuf  berarti “menutupi”. Ini menggambarkan adanya fenomena alam bahwa (dilihat dari Bumi) Bulan menutupi Matahari, sehingga terjadi gerhana Matahari. Sedangkan khusuf berarti “memasuki”, menggambarkan adanya fenomena alam bahwa Bulan memasuki bayangan Bumi, yang mengakibatkan sinar Bulan meredup dilihat dari Bumi. Inilah yang lazim disebut gerhana Bulan.
Wahbah Zuhaily, mendefinisikan gerhana Matahari dan Bulan sebagaimana di bawah ini.
االكُسُوْفُ هُوَ ذِهَابُ ضَوْءِ الشَّمْسِ اَوْ بعضِه فى النَّهَارِ لِحَيْلُوْلَةِ ظُلمَةِ الْقَمَرِ بَيْنَ الشّمْسِ وَاْلأَرْضِ (اجتماع النيّرَيْنِ)
والخُسُوْفُ هُوَ ذَهَابُ ضَوْءِ القَمَرِ اَوْ بَعْضِه لَيْلًا لِحَيْلُولَةِ ظِلِّ الأرْضِ بَينَ الشمْسِ والقمرِ (مقابلة النيّرَينِ)[1]
2.      Macam-Macam Gerhana
Muhyiddin khazin mendefinisikan gerhana Bulan  adalah sebagian atau seluruh piringan Bulan memasuki kerucut bayangan inti Bumi(umbra), oleh sebab itu Bulan menjadi tampak gelap sebagian pada gerhana bulan sebagian atau tampak gelap seluruhnya pada gerhana Bulan total (Khazin: 2005).
Karena bidang lintasan Bulan dan bidang ekliptika tidak berimpit, melainkan membuat sudut sebesar 5o 8”, maka tidak setiap ijtima’ akan terjadi gerhana Matahari, begitu pula tidak setiap istiqbal akan terjadi gerhana Bulan. Gerhana Matahari dapat terjadi 2-5 kali dalam satu tahun, sedangkan gerhana Bulan dapat terjadi 2-3 kali dalam setahun. Namun bisa saja gerhana Bulan tidak terjadi sama sakali dalam setahun (Khazin: 2001)
Gambar 1: Gerhana Bulan.

Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: G:\gerhana-bulan.jpg





           


Gerhana Bulan sebagaimana ditunjukkan gambar di atas adalah gerhana umbra. Sedangkan jika Bulan melintas pada bayangan penumbra Bumi, maka disebut gerhana penumbra kita abaikan, karena tidak begitu nampak jelas jika dilihat dari Bumi dengan mata telanjang, maka umbra sendiri ada dua macam, yaitu gerhana total dan gerhana sebagian. Gerhana Bulan, baik umbra maupun penumbra pasti terjadi pada saat purnama (full moon). Sedangkan purnama dapat terjadi malam ataupun siang hari (Endro: 1997). Ini terjadi akibat adanya gerak Bulan mengorbit Bumi bersamaan dengan berotasinya Bumi itu sendiri pada porosnya yang membutuhkan waktu sehari semalam dalam satu kali putar. Sehingga ketika terjadi gerhana bulan maka hanya penduduk Bumi yang mengalami malam saja yang dapat melihat fenomena gerhana Bulan tersebut. Sementara penduduk belahan Bumi di baliknya sedang mengalami siang. 
Jika kita mendengar kata “Bulan Purnama”, maka secara otomatis tergambar di benak kita suasana di mana malam yang cerah, Bulan bersinar terang dengan bentuk bulat penuh. Namun sebenarnya asumsi seperti ini tidak selamanya benar, sebab di satu sisi purnama terjadi hanya beberapa saat, dan di sisi lainnya waktu kita di Bumi separuh mengalami siang dan separuhnya lagi malam. Sehingga bisa saja fase purnama terjadi di siang hari.
Herman S. Endro SH, mengatakan “Pada tanggal 15 penanggalan Bulan, tidak berarti bahwa selama sehari itu bulan akan penuh terus (purnama). Melainkan hanya beberapa saat saja. Jika pada bulan purnama itu Bulan kelihatan bulat. Maka bentuk bulan yang bulat hanya dapat dilihat beberapa saat saja. Sebelum dan sesudah itu Bulan tidak bulat lagi. Tapi karena bagian Bulan yang gelap kecil sekali secara visual Bulan kelihatan bulat.” (Herman S. Endro SH, 20 th Magabuhi Mengabdi Sasana: 1997)
            Gerhana menjadi fenomena menarik diamati dari Bumi, karena suatu kebetulan yang menakjubkan: ukuran Matahari kira-kira 400 kali lebih besar dari ukuran Bulan, dan jarak Matahari-Bumi juga kira-kira 400 kali lebih jauh dari jarak Bumi-Bulan. Akibatnya: piringan Bulan dan piringan Matahari di langit (dilihat dari Bumi) kurang lebih sama besar. Namun karena orbit Bulan mengelilingi Matahari berbentuk elips, maka ukuran piringan Bulan yang teramati dari Bumi mengalami sedikit variasi.
Demikian pula halnya dengan orbit Bumi mengelilingi Matahari yang juga berbentuk elips, menyebabkan ukuran piringan Matahari pun sedikit bervariasi. Variasi-variasi inilah (di samping beberapa hal lainnya) yang menyebabkan penampakan gerhana menjadi berbeda-beda[2]
3.      Gerhana dalam sorotan agama.
Gerhana adalah salah satu obyek kajian dalam ilmu falak. Selain gerhana yang menjadi kajian dalam falak syar’i adalah waktu sholat, arah kiblat dan awal bulan. Pembatasan pembahasan dalam falak ini didasarkan pada kepentingan agama dimana fenomena alam tertentu dijadikan patokan dalam pelaksnaan beberapa perintah agama.
Bayangan Matahari dijadikan penetu arah kiblat, begitu pula hamburan cahaya atmosfir dijadikan penentu waktu-waktu shalat. Fase Bulan sabit dijadikan petanda masuknya bulan (qamariyah). Begitu pula pada waktu terjadinya gerhana, disunnahkan shalat gerhana. Ini mengindikasikan bahwa umat islam harus mempelajari dan mengembangkan pengetahuan kealaman secara serius, karena memang sebagaian ibadah digantungkan kepada fenomena alam.
            Jika dibandingkan dengan waktu-waktu shalat, waktu gerhana tidak begitu populer. Mungkin disebabkan waktu shalat relatif statis dan rutin setiap hari, sedangkan gerhana kadang-kadang saja dan timingnya pun berubah-rubah disamping terjadinya gerhana hanya sebentar saja. Wajar saja jika kita jarang melihat orang melaksanakan shalat gerhana, kecuali mereka yang mengerti ilmu falak.
            Islam mensyariatkan sholat kusuf/khusuf saat terjadi fenomena gerhana. Sebagaimana dalam sebuah hadis Nabi.
إنَّ الشَّمْسَ وَالقمرَ  آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أحدٍ ولَا لِحَيَاتِهِ فإِذَا رَأَيتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إلَى الصَّلَاةِ (رواه البخاريُّ)
“Sesungguhnya Matahari dan Bulan adalah sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) Allah ‘Azza wa Jalla, tiadalah terjadinya gerhana Matahari dan Bulan itu karena matinya seseorang dan juga bukan karena kelahiran seseorang, maka apabila kamu melihatnya, segeralah kamu melaksanakan sholat”. (H.R. Bukhori) [3]



C.    Perhitungan Gerhana Bulan  Menurut Ephemeris
Perhitungan gerhana Bulan dengan menggunakan perhitungan sistem Ephemeris Hisab Rukyat serta beberapa data yang terdapat pada data Ephemeris tentang Matahari dan Bulan, diproses dengan perhitungan  sebagai berikut :
1.      Perkiraan terjadinya Gerhana Bulan
Sebagai langkah awal untuk menghitung kemungkinan terjadinya gerhana bulan, digunakan tabel kemungkinan terjadinya gerhana yang terdapat pada data jadwal gerhana :
a)      Ambil data dari tabel A menurut kelompok tahunnya
b)      Ambil data dari tabel B menurut satuan tahunya
c)      Ambil data dari tabel C pada kolom gerhana Bulan
d)     Ketiga data tersebut (A,B dan C) dijumlahkan.
NB. Hasilnya antara 00o sampai dengan 360o
Tabel A
TH
DATA

TH
DATA

TH
DATA
00
331o 05’ 12”

1400
084o 50’ 12”

1700
338o 50’ 12”
30
212o 29’ 12”

1430
326o 14’ 12”

1730
220o 14’ 12”
60
093o 53’ 12”

1460
207o 38’ 12”

1770
101o 38’ 12”
90
335o 17’ 12”

1490
089o 02’ 12”

1800
343o 02’ 12”
1220
076o 26’ 12”

1520
330o 26’ 12”

1830
224o 26’ 12”
1250
317o 50’ 12”

1550
211o 50’ 12”

1800
105o 50’ 12”
1280
199o 14’ 12”

1580
093o 14’ 12”

1890
347o 14’ 12”
1310
080o 38’ 12”

1610
334o 38’ 12”

2010
228o 38’ 12”
1340
322o 02’ 12”

1640
216o 02’ 12”

2040
110o 02’ 12”
1370
203o 26’ 12”

1670
097o 26’ 12”

2070
351o 26’ 12”



Tabel B
TH
DATA

TH
DATA

TH
DATA
01
008o 02’ 48”

11
088o 30’ 48”

21
168o 58’ 48”
02
016o 05’ 38”

12
096o 33’ 36”

22
177o 01’ 36”
03
024o 08’ 24”

13
104o 36’ 24”

23
185o 04’ 24”
04
032o 11’ 12”

14
112o 39’ 12”

24
193o 07’ 12”
05
040o 14’ 00”

15
120o 42’ 00”

25
201 o 10’ 00”
06
048o 16’ 48”

16
128o 44’ 48”

26
209o 12’ 48”
07
056o 19’ 36”

17
136o 47’ 36”

27
217o 15’ 36”
08
064o 22’ 24”

18
144o 50’ 24”

28
225o 18’ 24”
09
072o 25’ 12”

19
152o 53’ 12”

29
233o 21’ 12”
10
080o 28’ 00”

20
160o 56’ 00”

30
241o 24’ 00”

Tabel C
NAMA BULAN
GERHANA
MATAHARI
BULAN
Muharram
030o 40’ 15”
015o 20’ 07”
Shofar
061o 20’ 30”
046o 00’ 22”
Robi’ul Awal
092o 00’ 45”
076o 40’ 37”
Robi’ul Akhir
122o 41’ 00”
107o 20’ 52”
Jumadil Ula
153o 21’ 15”
138o 01’ 07”
Jumadil Akhiroh
184o 01’ 30”
168o 41’ 22”
Rajab
214o 41’ 45”
199o 21’ 37”
Sya’ban
245o 22’ 00”
230o 01’ 52”
Romadhon
276o 02’ 15”
260o 42’ 07”
Syawwal
306o 42’ 30”
291o 22’ 22”
Dzulqo’dah
337o 22’ 45”
322o 02’ 37”
Dzulhijjah
008o 03’ 00”
352o 42’ 52”

Gerhana Bulan mungkin akan terjadi apabila hasil penjumlahan tersebut :
·         Antara 000o sampai dengan 014o
·         Antara 165o sampai dengan 194o
·         Antara 345o sampai dengan 360o

a.       Rumus konversi dari kalender Hijriyah ke kalender Masehi adalah sebagai berikut :
Karena
Masehi = Dx10631 + Tx354 + K + B + T + G + 227015
                                          365,25
Dimana :
D = Jumlah Daur 30 tahunan
T = Sisa tahun utuh setelah dihitung Daurnya
K = Jumlah kabisat dihitung dari akhir Daur sampai tahun utuhnya
B = umur bulan utuh
T = tanggal
G = Anggaran Gregorius

2.      Penghitungan Saat terjadinya Istiqbal (Opposisi)
Pertama menyiapkan data Astronomi untuk tanggal hasil Konversi tanggal diatas dari buku Ephemeris Hisab Rukyat atau Program Winhisab.
Catatan :
Data Ephemeris menggunakan Greenwich, artinya bagi tempat-tempat yang berada di bujur Timur waktunya lebih dahulu dari pada waktu Greenwich. Misalnya waktu WIB lebih dahulu 7 jam dari pada waktu Greenwich.  Adapun langkah penghitungan adalah sebagai berikut :
a)      Melacak FIB terbesar pada kolom Fraction Illumination Bulan. Periksa FIB terbesar terjadi pada jam berapa waktu Greenwich.
b)      Periksa sekali lagi adanya kemungkinan terjadi Gerhana Bulan, yaitu dengan melihat nilai atau harga mutlak Lintang Bulan (pada kolom Apparent Lotitude Bulan) saat FIB terbesar.
1)      Jika harga mutlak lintang bulan lebih besar 1o05’07” maka tidak terjadi gerhana bulan.
2)      Jika harga mutlak lintang bulan lebih kecil  1o00’24” maka pasti  terjadi gerhana bulan.
3)      Jika harga mutlak lintang bulan < 1o05’07” dan > 1o00’24” maka kemungkian  terjadi gerhana bulan.
c)      Untuk menghitung Sabaq Matahari (B1) atau gerak Matahari setiap jam dengan cara menghitung harga Mutlak selisih antara data ELM (ELM = Ecliptitic Longitude Matahari) pada jam FIB terbesar tersebut dan pada satu jam berikutnya.
d)     Untuk menghitung Sabaq Bulan (B2) atau gerak Bulan setiap jam dengan cara menghitung harga mutlak selisih antara data ALB (ALB = Apparent Longitude Bulan) pada jam FIB terbesar tersebut dan pada satu jam berikutnya.
Catatan : bila FIB terbesar terjadi pada jam 24 maka satu jam berikutnya adalah jam 01 pada hari atau tanggal berikutnya.
e)     
MB = ELM – (ALB-180)
 
 Untuk menghitung jarak Matahari dan Bulan (MB) dengan rumus sebagai berikut:
   (data ELM dan ALB pada jam FIB terbesar)           
f)        Untuk menghitung Sabaq Bulan Mu’addal (SB) dengan rumus sebagai berikut:
SB=B2-B1
 
 



g)     
Titik Istiqbal = MB : SB
 
Untuk menghitung titik Istiqbal dengan rumus sebagai berikut :

                                                                          
h)     
Istiqbal = Waktu FIB + Titik Istiqbal + WIB
 
Untuk menghitung waktu istiqbal dengan rumus sebagai berikut :


i)        Untuk melacak data berikut ini di dalam Ephemeris pada saat terjadi Istiqbal secara Interpolasi.
a)      Semi Diameter Bulan (SDc) pada kolom semi diameter Bulan.
b)      Horozontal Parallaks Bulan (HPƒ) pada kolom Horizontal Parallaks.
c)      Lintang Bulan (Lƒ) pada kolom apparent lotitude bulan.
d)     Semi Diameter Matahari (SDo) pada Semi Diameter Matahari.
e)      Jarak Bumi (JB) pada kolom True Geocentric Distance Matahari.
j)        Untuk menghitung Horizontal Parallaks Matahari (HPo) dengan rumus sebagai berikut:
Sin HPo = sin 0o0’08.794” : JB
 
 



k)     
Sin H = sin Lƒ : sin 5
 
Untuk menghitung jarak Bulan dari titik simpul (H) dengan rumus sebagai berikut:
l)       
Tan U = (tan Lƒ : sin H)
 
Untuk menghitung Lintang Bulan maksimum terkoreksi (U) dengan rumus sebagai berikut :

m)   
Sin Z = (sin U x sin H)
 
Menghitung Lintang Bulan Minimum terkoreksi (Z) dengan rumus :

n)     
K = cos Lƒ x SB : cos U
 
Untuk menghitung koreksi kecepatan Bulan relatif terhadap Matahari (K) dengan rumus :

o)     
D = (HPƒ + HPo – SDo) x 1.02
 
Menghitung besarnya Semi Diameter Bayangan inti Bumi (D) dengan rumus :
p)     
X = D + SDƒ
 
Menghitung jarak titik pusat bayangan inti Bumi sampai titik pusat Bulan ketika piringan Bulan mulai bersentuhan dengan bayangan inti Bumi (X) dengan rumus:
q)      Menghitung jarak titik pusat bayangan inti Bumi sampai titik pusat Bulan ketika  seluruh piringan Bulan masuk pada bayangan inti bumi (Y) dengan rumus :
Y = D - SDƒ

 
 



r)       Menghitung jarak titik pusat Bulan ketika piringan Bulan mulai bersentuhan dengan bayangan inti Bumi sampai titik pusat Bulan saat segaris dengan bayangan inti Bumi (C) dengan rumus :
Cos C = cos X : cos Z

 
 


s)       Menghitung waktu yang diperlukan oleh Bulan untuk berjalan mulai ketika piringan Bulan mulai bersentuhan dengan bayangan inti Bumi sampai ketika titik pusat Bulan segaris dengan bayangan inti Bumi (T1) dengan rumus
T1 = C : K

 
 



Catatan ;
Bila Y lebih kecil dari pada Z maka akan terjadi Gerhana Bulan sebagian. Oleh karena itu E dan T2 berikut ini tidak perlu dihitung.
t)       Menghitung jarak titik pusat Bulan saat segaris dengan bayangan inti Bumi sampai titik pusat Bulan ketika seluruh piringan Bulan masuk pada bayangan inti Bumi (E) dengan rumus :
Cos E = cos Y : cos Z

 
 



u)       Menghitung waktu yang diperlukan oleh Bulan untuk berjalan mulai dari titik pusat Bulan saat segaris dengan dengan bayangan inti Bumi sampai titik pusat Bulan ketika seluruh piringan Bulan masuk pada bayangan inti Bumi (T2) dengan rumus :

T2 = E : K

 
 


v)     
Ta = cos H : sin K

 
Koreksi pertama terhadap kecepatan Bulan (Ta) dengan rumus :

w)   
Tb = sin Lƒ : sin K

 
Koreksi kedua terhadap kecepatan Bulan (Tb) dengan rumus :

x)     
T0 = (sin 0.05 x Ta x Tb)

 
Menghitung waktu Gerhana (To) dengan rumus

y)      Menghitung waktu titik tengah Gerhana (Tgh) dengan cara: Perhatikan lintang Bulan (Lƒ) dalam kolom Apparent Latitude Bulan pada jam FIB terbesar dan pada satu jam berikutnya.
Jika harga mutlak Lintang Bulan semakin mengecil maka
Tgh = Istiqbal + To - T

 
 


Tgh = Istiqbal -  To - T

 
Jika harga Mutlak Lintang Bulan semakin membesar maka

Catatan:
1)      T adalah koreksi waktu TT menjadi GMT
2)      Bila dikehendaki dengan waktu WIB, tambahkan 7 jam
3)      Bila hasil penambahan tersebut lebih besar dari 24, maka kurangi dengan 24. sisanya itulah titik tengah Gerhana tetapi pada tangalberikutnya dari tanggal Ephemeris.
z)     
Mulai gerhana = Tgh – T1

 
Menghitung waktu mulai Gerhana dengan rumus:

1)     
Mulai Total = Tgh – T2

 
Menghitung waktu mulai Gerhana total dengan rumus:

2)     
Selesai  Total = Tgh + T2

 
Menghitung waktu selesai Gerhana total dengan rumus:

3)     
Selesai  Gerhana = Tgh + T1

 
Menghitung waktu selesai Gerhana dengan rumus:

Catatan:
Bila awal Gerhana lebih besar dari pada waktu Matahari terbit di suatu tempat atau akhir Gerhana lebih kecil dari pada waktu terbenam Matahari di tempat itu maka Gerhana Bulan tidak tampak dari tempat tersebut.
å)     
LG = (D+SDƒ – Z) : (2 x SDƒ) x 100%

 
Menghitung lebar piringan Bulan yang masuk dalam bayangan inti Bulan pada Gerhana Bulan (LG) dengan rumus:

Apabila dikehendaki satuan ukurnya dengan Usbhu’ (jari), maka hasil perhitungan lebar Gerhana ini dikalikan 12
ä)      Mengambil kesimpulan dari hasil perhitungan, yakni menyatakan hari apa, tanggal dan jam berapa terjadi gerhana bulan.
  1. Contoh Perhitungan Gerhana Bulan Menurut Ephemeris
Sedangkan untuk perhitungan penentuan gerhana Bulan, dengan menggunakan sistem Ephemeris  yang perlu dilakukan terlebih dahulua adalah  menentukan kapan gerhana bulan tersebut terjadi, dengan memjumlahkan tabel  A, B dan C. Kemudian mengkonversi tanggal 14 atau tanggal 15 bualan Hijriyah ke tahun Masehi, untuk mendapatkan tanggal, hari dan bulan Masehi. Dikarenakan data yang terdapat pada tabel Ephemeris menggunakan tanggal dan bulan Masehi.  
Untuk dapat menganalisa dan membandingkan hasil perhingan gerhana Bulan pada tanggal 16 juni 2011, antara Hisab Taqribi dengan Hisab Kontemporer, kami coba untuk melakukan perhitungan, sebagai berikut :
1)      Menentukan perkiraan terjadinya Gerhana.
Ü  Th. Majmu’ah             1430                 326o 14’ 12”
Ü  Th. Mabsuthoh                 2                 016o 05’ 38”
Ü  Bulan                         Rojab                 199o 21’ 37”  +
                                                            181° 41’ 27”   

2)      Menentukan pertengahan bulan Rojab 1432 H dengan perbandingan tarekh.
14 Rojab 1432 H
1431 tahun + 6 bulan + 14 hari
1431 / 30         = 47 siklus + 21 tahun + 6 bulan + 14 hari
47 siklus      = 47 x 10631 hari           =       499.657 hari
21 tahun      = 21 x 354 + 8                =            7.442 hari
6 bulan                                              =               177 hari
14 hari                                                =                 14 hari   +
Jumlah hari s.d tgl. 14 Rojab 1432 H    =        507.290 hari
Selisih tetap M – H                                =        227.015 hari   +         
Jumlah                                                    =        734.305 hari
Anggaran Gregorius XIII                      =                 13 hari   + 
Jumlah                                                    =        734.318 hari  
734.318 / 1461 hari = 502 daur + 896 hari
502 daur = 502 x 4                                 = 2008 tahun + 896 hari      
896 hari = 896 / 365 hari                        =       2 tahun + 166 hari
166 hari = 166 - 151                               =  5 bulan   + 15 hari  
                                                               = 2010 tahun + 5 bulan + 15 hari
                                                               = 15 JUNI 2011 M.
507.290 / 7 = 72.470      sisa 0 (Rabu)
507.290 / 5 = 101.458    sisa 0 (Wage)
atau
734.305 / 7 = 104.900    sisa 5 (Rabu)
734.305 / 5 = 146.861    sisa 0 (Wage)
Jadi tanggal 14 Rojab 1431 H bertepatan dengan tanggal 15 JUNI 2011 M hari Rabu Wage.
3)      Menentukan saat terjadinya Istiqbal.
a.       FIB terbesar tanggal 15 Juni 2011 adalah 1,00000  jam 20:00 GMT. / 03:00 WIB tanggal 16 Juni 2011.
b.      ELM pada jam 20:00 GMT          = 84º 22’ 56”
c.       ALB pada jam 20:00 GMT           = 264º 14’ 59”
d.      Sabaq Matahari (B1)
ELM pada jam 20:00 GMT          = 84º 22’ 56”
ELM pada jam 21:00 GMT          = 84º 25’ 19”
                                                                                    2’ 23”
e.       Sabaq Bulan (B2) 
ALB pada pukul 20:00 GMT       = 264º 14’ 59”  
ALB pada pukul 21:00 GMT       = 264˚ 49’ 19”
                                                                        34’ 39”
f.       Sabaq Bulan Mu’addal (SB)
0º 34’ 39” - 0º 2’ 23” = 0º 32’ 16”
g.      Jarak Matahari ke Bulan
MB = 84º 22’ 56” – (264º 14’ 59” – 180) = 0º 7’ 57”  
h.      Rumus mencari saat terjadinya istiqbal
R. = MB / SB + jam FIB
=   0º 7’ 57”/ 0º 32’ 16” + 20 (GMT) + 7 (WIB)
= 20j 14m 46.8d GMT / 03j 14m 46.8d WIB.
4)      Interpolasi Data Ephemeris
Rumus : A – (A - B) x C / 1
a.       sdo jam 20 GMT    = 0º 15’ 44.74”
                               21 GMT    = 0º 15’ 44.74”
                                                = 0º 15’ 44.74” (S)
b.      sd) jam 20 GMT    = 0º 15’ 15.41”
                               21 GMT    = 0º 15’ 57”
                                                = 0º 15’ 15.31” (S1)
c.       HP jam 20 GMT   = 0º 58’ 33”
                               21 GMT    = 0º 58’ 32”
                                                = 0º 58’ 32.75” (P1)
d.      AL) jam20 GMT    = 0º 4’ 24”
                               21 GMT    = 0º 7’ 36”
                                                = 0º 5’ 11.31” (L1)
5)      Menentukan Horizintal Parallaks Matahari. 
Rumus = Sin P = Sin S / 109.15068
= sin 0º 15’ 44.74” / 109.15068
= 4.196229246 x10-05
= 2.404262257 x10-03
= 0º 0’ 8.66”
6)      Menentukan jari-jari inti bayangan bumi
Rumus = SB    = 51/50 x (P1 + P - S)
                                    = 51/50 x (0º 58’ 14.25” + 0º 0’ 8.94” - 0º 16’ 15.48”)
                                    = 0º 42’ 58.26”
7)      Menentukan awal dan akhir gerhana
e.       Rumus = sin H      = Sin L1 / Sin 5
                                                = sin 0º 5’ 11.31” / sin 5
                                                = 0.017316964
                                                = 0.992238572 
                                                = 0º 59’ 32.06” 
f.       Rumus = Tan U     = Tan L1 / sin H
                                                = Tan 0º 5’ 11.31” / Sin 0º 59’ 32.06”
                                                = 0.087155842
                                                = 4.981075038
                                                = 4º 58’ 51.87”

g.      Rumus = Sin Z      = Sin U x Sin H
                                                = Sin  4º 58’ 51.87” x Sin 0º 59’ 32.06”
                                                = 0.001503575
                                                = 0.086148546 
                                                = 0º 5’ 10.13”
h.      Rumus  =  K          = Cos L1 x (B2 – B1) / Cos U
                                                = Cos 0º 5’ 11.31” x (0º 34’ 39” - 0º 2’ 23”) / Cos 4º 58’ 51.87”
                                                = Cos 0º 5’ 11.31” x 0º 32’ 16” / Cos 0º 18’ 50.15”
                                                = 0º 32’ 23.34”
i.        Rumus  = DD        = SB + S1
                                                = 0º 42’ 58.26” + 0º 15’ 15.31”
                                                = 0º 5’ 45.51”
j.        Rumus   = BD       = SB - S1
                                                = 0º 42’ 58.26” - 0º 15’ 15.31”
                                                = 0º 27’ 50.89”
k.      Rumus = Cos c      = Cos DD x Cos Z
                                                = Cos  0º 5’ 45.51”x Cos 0º 5’ 10.13”
                                                = 0.999847788
                                                = 0.99969335
                                                = 0º 59’ 58.9”

l.        Rumus = Cos e      = Cos BD / Cos Z
                                                = Cos 0º 27’ 50.89” / Cos 0º 5’ 10.13”
                                                = 0.999966069
                                                = 0.472063032
                                                = 0º 28’ 19.43”
m.    Rumus     =  T1     = c / K
                                                =  0º 59’ 58.9” / 0º 32’ 23.34”
                                                = 1j 51m 6.89d
n.      Rumus     =  T2     = e - K
                                                = 0º 28’ 19.43” - 0º 32’ 23.34”
                                                = 0j 5m 1.48d
o.      Rumus    =  t         = (Sin 0.05 x Cos H / Sin K x Sin L1 / Sin K)
                                                = (sin 0.05 x cos 0º 59’ 32.06” / sin 0º 32’ 23.34” x sin 0º 5’ 11.31” / sin 0º 32’ 23.34”)
                                                = 0j 0m 53.41d
8)      Saat awal dan akhir gerhana
a.       Tengah Gerhana
Rumus =  To          = saat istiqbal – t
                                                = 20j 14m 46.8d - 0j 0m 53.41d
                                                = 20j 13m 53.57d GMT / 03j 13m 53.57d WIB
b.      Awal Gerhana
Rumus                   = To - T1  
                                                = 20j 13m 53.57d - 1j 51m 6.89d
                                                = 18j 22m 46.68d GMT / 01j 22m 46.68d WIB
c.       Awal Total 
Rumus                   = To – T2 
                                                = 20j 13m 53.57d –0j 5m 1.48d)
                                                = 20j 08m 52.03d GMT / 03j 17m 52.03d WIB 
d.      Akhir Total
Rumus                   = To + T2 
                                                = 20j 13m 53.57d + 0j 5m 1.48d
                                                = 20j 18m 55.71d GMT / 03j 9m 55.71d WIB 
e.       Akhir Gerhana
Rumus                   = To + T1  
                                                = 20j 13m 53.57d + 1j 51m 6.89d
                                                = 22j 5m 0.46d GMT / 05j 5m 0.46d WIB
KESIMPULAN :

No
Fase Gerhana
GMT
WIB
Keterangan
1.
Awal Gerhana
18j 22m 46.68d
01j 22m 46.68d
Gerhana Bulan Total  dapat dilihat di wilayah Indonesia
2.
Awal Total 
20j 18m55.71d
03j 09m 55.71d
3.
Tengah Gerhana
20j 13m 53.57d
03j 13m 53.57d
4.
Akhir Total
20j 08m52.03d
03j 17m 52.03d
5.
Akhir Gerhana
22j 05m 0.46d
05j 05m 0.46d



D.      Penutup.

Gerhana Bulan adalah sebagian atau seluruhpiringan Bulan memasuki kerucut bayangan inti Bumi (umbra). Oleh sebab itu Bulan menjadi nampak gelap sebagian pada gerhana bulan sebagian atau nampak gelap seluruhnya pada gerhana bulan total. Gerhana bulan ini hanya terjadi saat oposisi atau istiqbal dengan Matahari, yaitu bila bujur astronominya berselisih 180o  serta berdeklinasi 0o atau mempunyai deklinasi yang harga mutlaknya hampir sama. Dalam astronomi, gerhana bulan dimungkinkan terjadi apabila Bulan  pada saat purnama berada pada posisi 12o atau kurang dari titik simpul.
Macam gerhana bulan ada tiga, yaitu pertama: gerhana bulan semu, yakni manakala Bulan memasuki bayangan semu Bumi (penumbra). Gerhana semu ini tidak begitu nampak dan terasa dari Bumi. Kedua: gerhana bulan sebagian yakni manakala  hanya sebagian piringan bulan saja yang masuk pada bayangan inti bumi (umbra) kemudian keluar lagi. Ketiga: gerhana bulan total yakni seluruh piringan Bulan masuk dalam bayangan inti Bumi (Khazin: 2005. Hlm.45) 
Tontowy Jauhari dalam tafsir al-jawahir menyatakan ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang ilmu pengetahuan berjumlah lebih dari 750 (tujuh ratus lima puluh ayat), sementara ayat yang berbicara tentang hukum (baca: fiqh) jumlah ayatnya tidak lebih dari 150 (seratus lima puluh) (Jauhary: hlm.3). Ini artinya begitu besarnya Allah mendorong umat manusia secara umum dan umat Islam secara khusus untuk memperdalam dan mengembangkan ilmu kealaman. Sehingga sebagian sebagian aturan ibadah umat Islam yang pelaksanaannya dihubung-kaitkan dengan waktu dan tempat dapat ditentukan secara akurat.

DAFTAR PUSTAKA


Zuhaily Wahbah, 2007, Al Fiqhul Islamy wa Adillatuhu, Juz II, Dimasyqy: Darul Fikr
Khazin Muhyiddin, 2005, Ilmu falak dalam teori dan praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka.
Khazin Muhyiddin,     ,Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana Pustaka,
Endro S Herman, 1997 Hari Raya umat Budha dan Kalender Budhis 1996-2026, Jakarta Pusat :Yayasan Dhammadiepa Arama, cetakan ke II.
Faturrahman, 2012, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak, Jombang: tidak diterbitkan
Tontowi Jauhari, 1350 H, Tafsir al-Jawahir, Juz I. Cetakan kedua. Mesir: Percetakan Mustafa Baby al-Halaby. 1350 H




[1]Wahbah Zuhaily Al Fiqhul Islamy wa AdillatuhuJuz II, , (Dimasyqy: DarulFikr) thn. 2007 hlm. 1421
[3]Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al’Asqalany, Fathul Bari Juz II, (Beirut: .darul fikr, tth), hlm. 547

Tidak ada komentar:

Posting Komentar