FIQIH WAKTU SHOLAT KAJIAN ZAWAL
DAN GHURUB
DALAM TINJAUAN ASTRONOMI DAN
SYAR’I
Dosen : Dr. KH. Abdus Salam
Nawawi, MAg
Disusun oleh: Abdulloh Hasan,S.Pd.I
A.
PENDAHULUAN
Alloh
SWT berfirman dalam QS. Yunus ayat 05 :
uqèd Ï%©!$# @yèy_ [ôJ¤±9$# [ä!$uÅÊ tyJs)ø9$#ur #YqçR ¼çnu£s%ur tAÎ$oYtB (#qßJn=÷ètFÏ9 yytã tûüÏZÅb¡9$# z>$|¡Åsø9$#ur 4 $tB t,n=y{ ª!$# Ï9ºs wÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ã@Å_Áxÿã ÏM»tFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôèt
“ Dia-lah yang menjadikan Matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,
supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Alloh tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”
Dalam QS. Al Anbiya’ ayat 33 :
uqèdur Ï%©!$# t,n=y{ @ø©9$# u$pk¨]9$#ur }§ôJ¤±9$#ur tyJs)ø9$#ur ( @@ä. Îû ;7n=sù tbqßst7ó¡o
“ Dan Dialah yang telah menciptakan
malam dan siang, Matahari
dan bulan. masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.”Dalam
QS. Yaasin ayat 38 :
ß§ôJ¤±9$#ur ÌøgrB 9hs)tGó¡ßJÏ9 $yg©9 4 y7Ï9ºs ãÏø)s? ÍÍyèø9$# ÉOÎ=yèø9$#
“ dan Matahari berjalan ditempat peredarannya.
Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.”
Banyak sekali ayat kajian dalam Al
Qur’an yang menyampaikan tentang keadaan alam untuk dipelajari lebih mendalam. Diantaranya
adalah kutipan ayat diatas yang mana mengisyaratkan tentang peredaran Matahari
yang sudah ditetapkan oleh Alloh SWT untuk dapat dikaji oleh manusia dan
dimanfaatkan. Alloh SWT sudah menetapkan peredaran Matahari pada tempat
peredarannya. Dalam hal ini sangatlah memberikan manfaat yang besar kepada
manusia dalam menentukan musim, lama waktu siang dan malam, penentuan waktu
kalender, fotosintesis tumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan baik yang
bersifat eksakta maupun dalam tata surya.
Matahari atau juga disebut Surya (dari nama Dewa
"Surya" - Dewa Matahari dalam kepercayaan Hindu) merupakan bintang
sejati (fixed star) berdiameter 1.392.000 km dan berjarak 149 juta km
dari bumi.[1]
Matahari adalah sebuah bintang, dalam tata surya Matahari merupakan pusat dan penggerak
anggota-anggotanya yaitu planet-planet, karena grafitasinya planet-planet beredar mengelilingi Matahari berulangkali. Matahari
menjadi pusat peredaran planet-planet dalam tatasurya kita yang orbitnya
berbentuk eliptik, sedangkan Matahari berada pada salah satu fokus elips.[2]
Matahari mengatur kecepatan planet yang sedang melintas dalam orbitnya. Pada
titik terdekat Matahari, yakni perihelionnya, kecepatan planet mengorbit
mencapai puncaknya dan pada afelionnya, yakni titik terjauh dari Matahari
planet melambat.[3]
Sinar Matahari berkecepatan 300 ribu km perdetik, sehingga
waktu yang diperlukan sinar Matahari sampai ke permukaan bumi selama sekitar 8
menit, selain itu Matahari memiliki temperature di permukaan Matahari sekitar
6000 derajat Celcius.[4]
Jarak antara planet-planet dan Matahari diukur dalam “satuan astronomi” atau AU
untuk setiap satuan sama dengan jarak rata- rata antara Bumi dan Matahari atau
149, 6 juta km.[5]
Matahari memeiliki Diameter equatorial 1,4 juta km, dengan volume Matahari
1.306. 000 kali volume bumi; massa Matahari 333.000 kali massa bumi. Lapisan
terluar Matahari adalah korona yang berada di lapisan fotosfer sekaligus
merupakan bagian dari Matahari yang cahayanya dapat kita tangkap melalui pnca
indera yang tebalnya sekitar 300- 400 km.[6]
Matahari memerlukan 25 hari untuk melakukan rotasi penuh,
kutub-kutub Matahari memerlukan hamper 30 hari untuk melakukan rotasi.[7]
Matahari sebagai pusat tata surya menjadi pusat orbit dan edar dari benda-
benda langit dalam tata surya, termasuk bumi dan bulan. Bumi melakukan
peredaran mengelilingi matahari dari arah barat ke timur dengan kecepatan
sekitar 30 km per detik. Satu kali putaran penuh memerlukan waktu 365,2425
hari, sehingga gerak bumi disebut juga dengan gerak tahunan.[8]
Selain gerak mengelilingi Matahari, bumi juga melakukan gerak rotasi
selama sehari semalam yakni 24 jam.(23 jam 56 menit).
Dari pergerakan bumi, menjadikan Matahari seolah-olah tampak
beredar mengelilingi bumi dari arah timur ke barat, gerak ini disebut Gerak
Semu Matahari. Ada dua macam perputaran atau peredaran matahari, yaitu : Pertama,
peredaran Matahari bersama-sama sekalian benda- benda angkasa yang
mengelilinginya mengitari pusat galaksi. Tepat di jalannya 57 km dalam satu
detik. Kedua, perputaran Matahari pada sumbunya sekali dalam 25 ½ hari. Dari hasil peredaran ini memeberikan banyak manfaat kepada
manusia dalam berbagai macam hal. Energi pancaran matahari telah membuat bumi
tetap hangat bagi kehidupan, membuat udara dan air di bumi bersirkulasi,
tumbuhan bisa berfotosintesis, dan banyak hal lainnya. Merupakan sumber energi
(sinar panas). Energi yang terkandung dalam batu bara dan minyak bumi
sebenarnya juga berasal dari matahari. Mengontrol stabilitas peredaran bumi
yang juga berarti mengontrol terjadinya siang dan malam, tahun serta mengontrol
planet-planet lainnya. [9]
Diantara Manfaat dari Gerak Harian Matahari sebagai
acuan untuk dijadikan dasar dalam penentuan waktu- waktu sholat. Dalam QS.
Surat Al Isra’ : 78 Alloh berfirman :
ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# Ï8qä9à$Î! ħôJ¤±9$# 4n<Î) È,|¡xî È@ø©9$# tb#uäöè%ur Ìôfxÿø9$# ( ¨bÎ) tb#uäöè% Ìôfxÿø9$# c%x. #Yqåkô¶tB
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari
tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya
shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).
Ayat tersebut menerangkan waktu-waktu shalat maktubah yang
diperinci berdasarkan peredaran Matahari. Waktu tergelincir matahari untuk menunjukkan
waktu shalat Zhuhur dan Ashar yang dilaksanakan pada siang hari sedangkan malam
hari dipergunakan untuk menunjukkan waktu Magrib dan Isya dan sholat Shubuh
ditentukan berdasarkan fajar.
Adapun
ayat-ayat Al Qur’an yang lain terkait dengan waktu sholat dan juga hadist-
hadist Nabi SAW yang memberikan acuan dalam penetapan waktu sholat, kesemuanya
tidak lepasa dari peredaran Matahari mulai dari terbit matahari, kulminasi,
terbenam, midninght dan terbit kembali selama 24 jam. Dalam penentuan waktu
sholat sholat para pakar ilmu falak memperkenalkan istilah- istilah Zawal
untuk menunjukkan waktu Dhuhur, bayang- bayang Ashar untuk menunjukkan
waktu Ashar, Ghurub untuk menentukan waktu Maghrib, Syafaq untuk
menentukan waktu Maghrib dan Isya’, Fajar untuk menentukan waktu Shubuh,
Syuruq untuk menunjukkan waktu matahari terbit dan Dhuha untuk
menunjukkan waktu Dhuha. Dalam makalah ini akan menguraikan kajian Zawal dan
Ghurub dalam penentuan waktu sholat.
B. PEMBAHASAN
1.
Pengaruh Gerak
Bumi
Bumi
sebagai salah satu planet dalam tata surya, sekaligus sebagai tempat hidup dan
berkembang berbagai macam makhluk hidup, tidaklah diam tanpa bergerak. Bumi
memiliki dua macam pergerakan memutar yang membentuk lintasan garis edar yang
disebut orbit. Seperti sudah diuraikan sekilas pada pendahuluan, bahwa gerak
semu matahari merupakan gerak yang dihasilkan akibat proses rotasi dan revolusi
bumi.
a. Rotasi
Bumi
Pada
pengamatan di bumi, matahari bergerak secara periodik dari arah timur ke barat
dalam waktu sehari semalam dengan rata- rata waktu tempuh 24 jam.. Hal ini disebabkan karena gerak
rotasi bumi, yaitu gerak perputaran bumi pada porosnya dari barat ke timur. Dari
pergerakan bumi ini mengakibatkan semua benda langit yang berada di sekitar
bumi tampak berjalan dari timur ke barat tegak lurus dengan poros bumi. Untuk
menyelesaikan satu putaran penuh bumi memerlukan waktu periode selama 23 jam 56
menit 4,1 detik.[10]
Akibat dari rotasi bumi adalah
peredaran semu benda langit dari Timur ke Barat, adanya peredaran bintang,
matahari, bulan dan planet-planet yang seolah-olah mengelilingi bumi. Pengaruh
rotasi ini mengakibatkan matahari seolah-olah bergerak dari timur pada waktu
terbit kemudian bergerak tegak lurus pada saat tengah hari dan tenggelam di
ufuk barat. Perjalanan semu matahari dan juga benda-benda langit lainnya selalu
sejajar dengan equator langit. Arah pergerakan matahari ini memberikan
perubahan efek bayangan yang dijadikan sebagai acuan dalam menentukan waktu-
waktu sholat.[11]
Selain itu juga terjadinya peristiwa siang dan malam yang dalam rata-rata
perhitungan lama waktu siang dan malam diperoleh dari waktu rotasi bumi 24 jam
dibagi 2 busur siang dan malam, sehingga lama rata-rata siang dan malam adalah
12 jam. Bagian bumi yang menghadap matahari akan mengalami siang dan bagian
bumi yang membelakangi matahari akan mengalami malam.
Karena selubung udara di atmosfer bumi
turut serta berputar. maka angin kencang akan menerpa seluruh permukaan bumi
dan tentunya tidak ada kehidupan yang tenang karena kencangnya rotasi bumi.[12]
Kecepatan rata-rata rotasi bumi pada porosnya 108 ribu km perjam.[13]
Coba saja kita banyangkan keliling bumi di khatulistiwa panjangnya 345444 km dan
untuk satu kali putaran diperlukan 24 jam, maka kecepatan rotasi di khatulistiwa
akan mencapai 1667 km dalam sejam. Bentuk
bumi yang bulat mengakibatkan kecepatan rotasi
bumi berbeda antara kecepatan di garis khatulistiwa dengan garis lintang yang lain,
apalagi di titik kutub bumi yang gerak rotasi akan berputar di tempat tersebut.
Perbedaan waktu terhadap rotasi bumi
adalah sebesar 1 jam untuk setiap perbedaan 15 derajat bujur, atau 4 menit
untuk setiap 1 derajat bujur.[14]Lingkaran
tengah bumi adalah 3600, dalam satu kali putaran rotasi bumi
membutuhkan waktu 24 jam atau 24 x 60 menit = 1.440 menit. Dengan demikian
setiap 1 derajat ditempuh dalam waktu 4 menit, setiap 10 derajat ditempuh dalam
waktu 40 menit atau setiap 150 ditempuh dalam waktu 1 jam, 15 menit
busur ditempuh dalam 4 menit waktu, dan 1 menit waktu ditempuh dalam 4 menit
busur.[15]
Berdasarkan para penelitian Astronom
dikatakan bahwa keliling bumi pada garis equator/ khatulistiwa (0o
lintang ) kurang lebih 40.000 km. Dengan demikian maka 1o (derajat
busur) pada garis khatulistiwa sama dengan 111 km, hal ini diperoleh dari
40.000 km : 360 o . Hal ini berarti untuk jarak bujur 360 derajat
ditempuh dalam waktu 24 jam dengan jarak tempuh 40.000 km, untuk 15 o
waktu tempuhnya 1 jam dengan jarak tempuh 1665 km, untuk 1 o
ditempuh dalam 4 menit dengan jarak 111 km, 15’ ditempuh dalam waktu 1 menit
dengan jarak tempuh 27,5 km dan dalam 1’ ditempuh dalam waktu 4 detik dengan
jarak tempuh 1,85 km. [16]
b.
Revolusi Bumi
Revolusi Bumi adalah peredaran bumi
mengelilingi matahari dari arah Barat ke Timur. [17]Satu kali
periode putaran penuh (360o) memerlukan
waktu 365,2425 hari.[18]atau dalam
waktu 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik.[19] Gerak
revolusi Bumi ini disebut dengan gerak tahunan atau gerak annual.[20] Jangka waktu
revolusi bumi ini dijadikan sebagai dasar dalam penanggalan Masehi (Tahun
Syamsiyah), yang mana dalam satu tahun syamsiyah dihitung 365 hari, sementara
kelebihan waktu yang ada dikumpulkan menjadi satu hari sehingga dihitunh 366
hari. Tahun dengan jumlah 365 hari disebut tahun pendek atau Tahun Basithoh sedangkan
tahun dngan jumlah 366 hari disebut tahun panjang atau Tahun Kabisat
yang terjadi selama 4 tahun sekali dan diletakkan pada bulan Februari.
Dalam revolusinya sumbu bumi
memiliki kemiringan 66,5o dengan arah kemiringan yang tetap terhadap
bidang ekliptika. Ekliptika adalah bidang edar bumi berdasarkan lintasan orbit
bumi mengelilingi matahari. Kemiringan bumi pada bidang ekliptika inilah yang
menyebabkan adanya deklinasi matahari. Lintasan
matahari dalam perjalanannya akan tampak berubah dari waktu ke waktu.
Pergerakan dimulai dari lintang 0o pada tanggal 21 Maret, yaitu pada
saat matahari tepat pada equator bumi, sehingga nilai deklinasinya 0o.
Pada bulan berikutnya matahari bergerak dan bergerak ke utara hingga puncaknya
pada tanggal 21 Juni matahari mengalami deklinasi maksimum sebesar 23,27o. Pada deklinasi
maksimum ini matahari akan mulai bergerak kembali ke arah selatan, sehingga
lintasan maksimumnya disebut Garis Balik Utara(GBU) yang terletak pada
garis lintang utara 23,27 0 Utara.
Pada bulan berikutnya matahari
bergerak menuju selatan hingga sampai pada equator pada tanggal 23 September,
kemudian bergerak ke selatan equator dengan nilai deklinasi negative hingga
pada puncaknya pada tanggal 22 Desember. Pada tanggal ini matahari berada pada
deklinasi maksimumnya sebesar – 23,27 0. Pada puncak deklinasi ini
matahari akan kembali menuju utara, sehingga titik maksimum matahari ini
disebut Garis Balik Selatan (GBS) yang terletak pada lintang selatan
23,270. Setelah itu matahari menuju equator kembali dengan nilai
negative yang semakin mengecil hingga mencapai deklinasi 00 ketika
sejajar dengan equator bumi pada tanggal 21 Maret.
Revolusi bumi ini mengakibatkan:1) Perubahan
rasi bintang dari waktu ke waktu sepanjang ekliptika. 2) Perubahan panjang
waktu busur siang dan busur malam.3) Gerak tahunan matahari dari Garis Balik
Utara ke Garis Balik Selatan. 4) Perhitungan tarikh syamsiah (Solar Calendar).
5) Terjadinya paralaks[21] bintang.
6). Terjadinya perubahan musim.
2.
Pengaruh
Gerak Semu Matahari dalam Penentuan Waktu Sholat
Gerak
semu matahari dipergunakan oleh umat islam dalam penentuan waktu sholat, karena
perjalanan semu matahari relative tetap. Demikian pula kapan matahari akan
membuat bayang-bayang suatu benda sama dengan panjang bendanya juga dapat
diperhitungkan untuk tiap-tiap hari sepanjang tahun.[22] Dalam penentuan jadwal salat, data
astronomi terpenting adalah posisi matahari dalam koordinat horizon, terutama
ketinggian atau jarak zenit. Fenomena yang dicari kaitannya dengan posisi matahari
adalah fajar (morning twilight), terbit, melintasi meridian, terbenam,
dan senja (evening twilight). Dalam hal ini astronomi berperan
menafsirkan fenomena yang disebutkan dalam dalil agama (Al-Qur’an dan hadits
Nabi) menjadi posisi matahari.[23]
Posisi matahari dalam peredarannya
sangat menentukan nilai besar sudut waktu yang dibentuk oleh matahari. Pada saat
matahari berkulminasi atas (tengah hari), sudut waktunya = 0o.
Ketika matahari turun (bergeser ke Barat pada sore hari) sudut waktu ini makin
besar sampai saat kulminasi bawah = 180° (tengah malam) Selanjutnya ketika
matahari berbalik keatas, (bergeser ke Timur lagi), sudut waktunya menjadi
negatif sampai titik kulminasi atas lagi.[24]
Sedangkan pada saat matahari terbit dan terbenam nilai ketinggian matahari h= 00.
Nilai ketinggian matahari ketika berada di bawah ufuk memiliki nilai negative
(-) sedangkan ketika berada diatas ufuk memiliki nilai positif (+).[25]
Sebelum
melakukan perhitungan waktu sholat harus diketahui terlebih dahulu tentang : 1)
Sudut Waktu Matahari. 2) Deklinasi Matahari. 3) Tinggi Matahari. 4) Perata Waktu atau Equation of Time. 5)
Lintang dan Bujur Tempat. 6) Ikhtiyat, 7) Waktu Daerah dan Waktu Setempat.
Selain itu juga perlu diketahui tentang istilah Merr Pass/ Kulminasi, Waktu
Zawal dan Waktu Ghurub.
Diagram Waktu
Sholat berdasarkan posisi Matahari
a. Sudut Waktu Matahari
Sudut waktu matahari adalah busur
sepanjang lingkaran harian matahari dihitung dari titik kulminasi atas sampai
posisi matahari berada. Atau sudut pada kutub langit selatan atau utara yang
diapit oleh garis meridian dan lingkaran deklinasi yang meliwati matahari yang
dalam ilmu falak disebut dengan Fadlul Dair dan dilambangkan dengan to.
[26] Dalam
bahasa astronomi sudut waktu disebut dengan Hour Angle.[27]
Harga atau nilai sudut waktu adalah
antara 0o sampai 180o. Nilai sudut waktu 0o
adalah ketika matahari berada di titik kulminasi atas, sedangkan nilai sudut
waktu 180o adalah ketika matahari berada di kulminasi bawah. Apabila
matahari berada di sebelah barat Meridian atau belahan langit sebelah Barat,
maka sudut waktu bertanda positif (+). Dan apabila matahari berada di sebelah
timur Meridian atau belahan langit sebelah timur, maka sudut waktu bertanda
negative (-).[28]
b. Tinggi Matahari
Tinggi matahari adalah jarak busur
yang dihitung sepanjang lingkaran vertical dihitung dari ufuk sampai matahari.
Dalam ilmu falak tinggi matahari disebut Irtifa’us Syams yang diberi
symbol ho atau dalam astronomi disebut dengan hight of sun
atau lebih lazim disebut dengan Altitude. Ketinggian benda langit
bertanda positif (+) apabila benda langit yang bersangkutan tersebut berada
diatas ufuk. Dan apabila berada dibawah ufuk, memiliki tanda negative (-).
Ketinggian matahari dimulai dari titik minimum 0o hingga mencapai
titik maksimumnya sebesar 90o.
c. Deklinasi Matahari
Deklinasi biasa juga disebut dengan
mail Syamsi yaitu jarak sepanjang
lingkaran deklinasi diukur dari equator sampai posisi matahari berada yang
dilambangkan dengan “delta = ɸ “. [29] Nilai
ketika berada di utara garis equator maka nilainya positif (+) sedangkan ketika
berada di selatan garis equator maka nilainya negative(-). Besar deklinasi
matahari maksimal adalah 23,5 derajat ketika matahari berada di Garis Balik
Utara atau -23,5 derajat ketika matahari berada di Garis Balik Selatan,
sedangkan deklinasi terbesar dari matahari adalah 23,27 derajat. Nilai
deklinasi matahari disebut juga Obliquity atau Mail A’dzam dan
bisa dihitung dengan rumus :
Sin δo = Sin Bujur
Astronomi Matahari x Sin (Obliquity)
d. Equation Of Time (EoT)
Equation of Time disebut juga
dengan Ta’dilul Waqti/ Ta’dilul Zaman yang diterjemahkan dengan “Perata
Waktu”, yaitu selisih waktu antara waktu matahari hakiki dengan matahari
rata-rata (pertengahan), dan biasa dilambangkan dengan e kecil. Waktu
matahari hakiki yaitu waktu yang berdasarkan rotasi bumi pada sumbunya yang
sehari semalam tidak tentu 24 jam, melainkan kadang-kadang kurang atau lebih
dari 24 jam. [30]
Jika waktu matahari hakiki lebih awal dari waktu matahari pertengahan, maka
nilai EoT bernilai positif, sedangkan jika waktu matahari pertengahan lebih
cepat dari waktu matahari hakiki, maka EoT bernilai negative. Equation of Time
dinyatakan dalam bentuk sudut atau waktu ( 1 derajat = 4 menit). Untuk kurun
waktu setahun nilai maksimum Equation of Time sebesar 16 menit atau 4 derajat dan nilai minimumnya minus 14
menit (3,5 derajat).[31]
Equation of Time disebabkan karena
peredaran matahari berbentuk ellips, sedangkan matahari berada pada salah satu
titik api. Pada saat titik terdekat dengan matahari atau titik Perehelium
perputaran bumi menjadi cepat yang mengakibatkan sehari semalam kurang dari 24
jam. Pada saat titik ter jauh dengan matahari atau titik Aphelium
menyebabkan perputaran bumi menjadi lambat yang mengakibatkan sehari semalam
lebih dari 24 jam.
e. Lintang dan Bujur
Lintang yaitu jarak sepanjang meridian bumi yang
diukur dari ekuator bumi (katulistiwa) sampai ke suatu tempat yang memisahkan
antara selatan dan utara. Apabila tempat berada di Utara katulistiwa, maka
disebut dengan Lintang Utara dan diberi tanda positif, jika terletak di sebelah
selatan katulistiwa, maka disebut Lintang Selatan dan diberi tanda negative.
Nilai dari lintang berkisar antara 0 – 90 derajat. Dalam astronomi disebut
dengan istilah Lattitude atau ‘Ardhul Balad dan diberi symbol phi
(Ҩ).
Bujur Tempat yaitu jarak sudut yang
diukur sejajar dengan Equator Bumi yang dihitung dari garis bujur
yang melewati kota Greenwich sampai garis bujur yang melewati suatu tempat
tertentu. Bagi tempat yang berada di sebelah timur Greenwich disebut Bujur
Barat, dan bagi yang berada di Timur Greenwich disebut Bujur Timur. Nilai dari
bujur tempat adalah berkisar antara 0 – 180o. Dalam astronomi
disebut dengan Longitude atau ‘Ardhul Balad dengan symbol Lambda
(λ)
f. Ikhtiyat
Ikhtiyat adalah “pengaman”, yaitu
suatu langkah pengaman dalam perhitungan awal waktu sholat dengan cara menambah
atau mengurangi sebesar 1- 2 menit waktu dari perhitungan yang sebenarnya, agar
pelaksanaan ibadah benar-benar tepat berada di dalam waktunya. Muslih
mendefinisikan ihtiyath adalah angka pengaman yang ditambahkan pada hasil hisab
waktu salat. dan agar tidak mendahului awal waktu dan tidak melampaui batas
akhir waktu.[32] Pemberian
ihtiyath ini perlu dilakukan disebabkan adanya beberapa hal, sebagai berikut [33]:
1. Adanya pembulatan-pembulatan dalam pengambilan
data. Walaupun pembulatan itu sangat kecil yang biasanya dalam satuan detik,
lalu disederhanakan sampai satuan menit.
2. Jadwal salat kadang diberlakukan dalam jangka
waktu yang sangat lama.
3. Penentuan data lintang dan bujur suatu kota
biasa diukur pada titik yang dijadikan markaz di pusat kota (pada saat itu).
Waktu ihtiyath diperlukan untuk mengantisipasi daerah di sebelah baratnya @ ±
27,5 km.
4. Untuk memberikan koreksi atas kesalahan dalam
perhitungan, agar menambah keyakinan bahwa waktu sholat telah masuk.
Besaran nilai ikhtiyat ini tergantung kepada
luasan daerah, karena wilayah dengan luasan wilayah yang kecil maka nilai
ihktiyatnya sekitar 1,5 menit. Perhitungan luas yang daerah yang dapat dicover dengan
besaran waktu yang dijadikan pengaman (ihtiyath) itu diasumsikan bahwa bola
Bumi 360° dengan kelilingnya di ekuator 40.000 km. maka untuk 1° busur jaraknya
adalah: 40.000: 360 x 1 km = 111,1 km.
Sehingga
untuk 1 menit waktu sama dengan 111,11 km: 4 = 27,77 km. Sehingga jika kita
menggunakan ihtiyath 1 menit maka jangkauannya dari pusat kota (tempat yang
dijadikan sebagai acuan koordinat geografis kota tersebut) sampai ke tepi barat
kota sejauh 27,77 km. Kemenag dalam perhitungan awal waktu salat menggunakan
waktu ihtiyath 2 menit sehingga mencakup daerah di sebelah barat
kota sejauh 27,77 km x 2 = 55,54 km.
g. Waktu
Daerah dan Waktu Setempat
Waktu
Setempat adalah waktu yang pertengahan menurut bujur tempat di suatu tempat,
sehingga sebanyak bujur tempat dipermukaan bumi, sebanyak itu pula waktu
pertengahan didapati. Waktu ini disebut Local
Mean Time (LMT). [34]
Waktu daerah adalah waktu yang diberlakukan untuk satu wilayah bujur tempat
(meridian) tertentu, sehingga dalam satu wilayah bujur yang bersangkutan hanya
berlaku satu waktu daerah. Daerah dalam satu wilayah disebut Daerah Kesatuan
Waktu. Dalam merubah waktu pertengan menjadi waktu daerah diperlukan sebuah
koreksi yang disebut dengan Interpolasi Waktu.dapat dipahami bahwa
interpolasi waktu sebagai selisih waktu antara dua tempat.
3. Kajian
Zawal dan Ghurub dalam Penentuan Waktu Sholat
a. Kajian
Zawal dalam Penentuan Waktu Dhuhur
Waktu
dhuhur dimulai apabila matahari terlepas dari titik kulminasi atas, atau
matahari terlepas dari meridian langit. Waktu dhuhur inilah yang disebut dengan
zawal. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW :
Artinya: “Dan waktu dhuhur
dimulai ketika matahari telah tergelincir (Zawal).” (HR. Muslim dari
Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash).
Dalam penentuan waktu dhuhur (baca:
Waktu Zawal), harus memahami fenomena matahari pada saat-saat posisi matahari
menunjukkan pertanda bagi awal atau akhir waktu sholat. Diantara kedudukan
matahari terkait waktu shokat khususnya waktu dhuhur adalah posisi matahari
pada saat kulminasi atau Meridian Pass. Kulminasi (Meridian
Pass) adalah posisi pada saat matahari tepat di titik kulminasi atas atau
tepat di meridian langit menurut waktu pertengahan, yang menurut waktu hakiki
saat itu menunjukkan tepat jam 12 siang. Titik kulminasi ini merupakan posisi
matahari pada kedudukannya yang
tertinggi dalam perjalanan hariannya. [35]
Titik tengah yang ditentukan sebagai
titik kulminasi ini merupakan garis perjalanan matahari yang ditarik dari ufuk
barat dan ufuk timur sepanjang horizon.
Nilai ketinggian atau altitude matahari tertinggi dalam
perjalanannya adalah 90o yang mana pada saat itu posisi matahari
tepat pada meridian bumi.[36]
Sehingga garis meridian merupakan garis setengah lingkaran langit yang
menghubungkan titik arah utara, zenith dan titik selatan. Pada saat kulminasi,
matahari memiliki hour angle sama dengan nol derajat. Sementara, azimuth
matahari pada saat kulminasi menurut suatu tempat pengamatan tertentu bisa bernilai 0 o atau
180o. Jika pada saat transit, matahari terletak di belahan langit
utara, atau tepat di titik pada garis yang menghubungkan titik zenith dengan titik arah utara, nilai azimuth
matahari sama dengan 0o. Sementara jika terletak di belahan langit
selatan, atau tepat di titik pada garis
yang menghubungkan titik zenith dengan titik arah selatan, nilai azimuth
matahari sama dengan 180o.[37]
Untuk mengetahui awal waktu
dimulainya waktu zawal atau waktu dhuhur, harus diketahui terlebih dahulu letak
bayangan suatu benda pada saat kulminasi yang bisa diketahui dengan melihat
deklinasi matahari. Jika arah bayangan benda pada saat kulminasi terletak di
sebelah selatan benda, berarti posisi matahari berada disebelah utara ekuator
sehingga nilai azimuth matahari bernilai 180o. Jika arah bayangan benda pada saat kulminasi
berada disebelah utara benda, berarti matahari terletak di sebelah selatan
ekuator sehingga nilai azimuth matahari sebesar 0o. Dan jika
bayangan suatu benda tidak ada sama sekali, berarti matahari berada pada posisi
tepat 90o diatas zenith dengan azimuth matahari sebesar 90o
diukur dari ufuk timur.[38]
Kajian tentang titik kulminasi
matahari harus dipahami dengan seksama karena pada saat itu merupakan titik
acuan dalam penentuan waktu zawal. Dengan kata lain pada satu kulminasi nilai
sudut matahari (t) sebesar 0o dan ketinggian matahari (h)
pada titik tertingginya sebesar 90o. Penghitungan nilai sudut
matahari dengan menarik garis lurus dari zenith ke titik pusat matahari. Pada
pergeseran matahari dari titik pusatnya hingga seluruh busur matahari bergeser
ke arah barat meninggalkan garis meridian sebesar 16 menit bususr atau 0,27
derajat, saat itulah disebut dengan waktu zawal.
Jadi waktu zawal adalah waktu ketika
seluruh piringan matahari meninggalkan garis meridian. Pada waktu inilah
merupakan awal waktu dari sholat dhuhur. Dalam penghitungan waktu dhuhur ketika
kulminasi terjadi sudut waktu matahari adalah 0o dan pada waktu
tersebut matahari menunjukkan jam 12.00 menurut waktu matahari hakiki,
sedangkan pada waktu matahari pertengahan belum tentu menunjukkan jam 12,
terkadang lebih dan terkadang malah kurang dari jam 12 tergantung pada nilai Equation
of Time (e).[39]
Dalam hal ini waktu Meridian Pass dihitung dengan rumus 12 – e. Agar
seluruh piringan matahari meninggalkan meridian memerlukan waktu 2 menit,
sehingga para ahli falak untuk kehati-hatian diberikan ihktiyat sebesar 2
menit, sehingga dari waktu Meridian Pass terhitung sudah masuk zawal dengan
ditambahkan 4 menit.
Untuk mengkonversikan waktu ini ke
waktu daerah dipergunakan rumus (λ d- λt) : 15. Hal ini dilakukan ketika waktu
tersebut akan dikonversikan ke waktu daerah, khususnya di Indonesia, karena
sesuai dengan keputusan Presiden No 47 Tahun 1987 tentang pembagian wilayah
Indonesia menjadi tiga wilayah waktu[40],
yaitu Waktu Indonesia Barat (WIB), Waktu Indonesia Tengah (WITA) dan Waktu
Indonesia Timur (WIT), nilai dari λd disesuaikan dengan koreksi waktu
daerah dengan pembagian wilayah bujur WIB = 105o, WITA= 120o
dan WIT= 135 o. [41]
Oleh karena itu waktu dhuhur dihitung
dengan rumus :
12 – e – KWD (Koreksi Waktu
Daerah) + i
|
12 = Jam 12 hakiki
e = Equation of Time
KWD = Dihitung dengan Bujur Daerah dikurangi
Bujur Tempat : 15 derajat busur
I = Ikhtiyat (dalam hal ini ikhtiyat
yang dipergunakan 2 menit)
|
Contoh
dalam perhitungan : Tentukan jadwal waktu Dhuhur untuk daerah Kota Banjar Jawa
Barat dengan Lintang : - 7o23’ LS dan Bujur : 108o56’
pada tanggal 4 Pebruari 2010. Data dari Buku Ephemeris Tahun 2010, tanggal 4
Pebruari 2010, jam 22.00 GMT. Deklinasi matahari (do) : -15°
59' 02" Eq. of time (eo) : - 0° 14' 00"
Maka dapat dihitung :
Waktu Dhuhur : 12 – e + (KWD) + i
:
12 – ( - 0° 14' 00") + (105o- 108o56’: 15) + 2 menit
:
12o14’ 00” – 0° 15' 44" + 2 menit
WIB : 12 o00’ 16”
Jadi waktu dhuhur untuk daerah Kota
Banjar Jawa Barat pada tanggal 4 Februari 2010 adalah jam 12 o00’
16” WIB.
Waktu dhuhur ini merupakan acuan untuk
penentuan waktu sholat lainnya
b. Kajian
Ghurub dalam Penentuan Waktu Maghrib
Ghurub atau matahari terbenam adalah
piringan atas matahari telah bersinggungan dengan ufuk barat. Sehingga
didefinisikan matahari terbenam saat jarak zenith berada pada posisi 90o
ditambah 1o bila memasukkan koreksi kerendahan ufuk akibat
ketinggian pengamat 30 meter dari permukaan tanah. [42]
Perhitungan harga tinggi matahari pada awal waktu maghrib ketika memandang
nilai Horizontal Paralaks Matahari, Kerendahan Ufuk atau Dip, Refraksi Cahaya,
dan Semi Diameter matahari dihitung dari ufuk sepanjang lingkaran vertical (h)
dirumuskan:
h = - (SD + Refraksi + Dip)
dengan nilai SD = 0 o16’ 00” ; nilai Refraksi = 0
o34’ 30” dan nilai Dip = 0,0293 Sedangkan untuk nilai parallak matahari
yang memiliki nilai sekitar 0 o00’ 8” bisa diabaikan.[43]
Proses ghurub berakhir setelah piringan atas
matahari benar-benar telah tenggelam ke ufuk
dengan ditambah ikhtiyat sebanyak 2 menit, karena ada larangan
pelaksanaan sholat pada saat waktu matahari terbenam. Dalam hal ini ufuk dibagi
menjadi 3 macam, yaitu : Ufuk Hakiki yaitu garis yang diambil sejajar
dengan bidang horizon dan tegak lurus dengan bidang vertikal dengan mata
pengamat. Jarak ufuk hakiki dari zenith sebesar 90 o. Ufuk Mar’i/
Ufuk Kodrat yaitu ufuk yang dilihat
berdasarkan permukaan air laut dengan mata pengamat dan kedudukannya lebih
renda dari ufuk hakiki yang dilihat berdasarkan ketinggian tempat pengamat. Ufuk
Sejati yaitu ufuk yang diukur tegak lurus dengan inti bumi.[48]
Apabila seluruh
piringan matahari telah terbenam seluruhnya ke dalam ufuk mar’i maka itu
merupakan awal waktu maghrib. Dalam perhitungan waktu maghrib, yang perlu
diketahui adalah sudut yang dibentuk matahari (nilai t) yang dapat
dicari dengan menggunakan rumus :
Cos t
= - tan ɸ tan d + sin h / cos ɸ / cos d
Ket
: t = Sudut Waktu Matahari h = Ketinggian Matahari
ɸ = Lintang Tempat d = deklinasi
matahari
Untuk
menentukan ketinggian matahari pada waktu maghrib nilai dari h = - 1o .
nilai ketinggian matahari bernilai negative karena pada saat ghurub posisi
matahari berada di bawah ufuk sehingga nilainya negative. Jadi misalkan Kota
Banjar Jawa
Barat dengan Lintang : - 7o23’ LS dan Bujur : 108o56’
pada tanggal 4 Pebruari 2010. Data dari Buku Ephemeris Tahun 2010, tanggal 4
Pebruari 2010, jam 22.00 GMT. Deklinasi matahari (do) : -15°
59' 02" Eq. of time (eo) : - 0° 14' 00"
Nilai
sudut matahari dapat dapat dihitung sebagai berikut :
Cos
t = - tan ɸ tan d +
sin h / cos ɸ / cos d
Cos
t = - tan -
7o23’ x tan -15° 59' 02" + sin -1o : cos - 7o23’
: cos -15° 59' 02"
Cos t = -0°
3' 19,52"
t
= Cos-1 (-0° 3' 19,52")
t
= 93° 10' 37,78"/ 15
t =
6o12’42,5”
Setelah
diketahui nilai sudut waktu matahari, untuk mengetahui waktu maghrib dengan
memasukkan rumus : 12
– e + t + Kwd + i
Waktu
Maghrib = 12 – (-
0° 14' ) + 6o12’42,5” + (105o - 108o56’) : 15
+ 0o 2’
= 18o12’58,5”
Jadi
waktu maghrib untuk Kota Banjar Jawa Barat adalah pada pukul 18:12:58,5 WIB.
Dan
waktu maghrib akan berakhir ketika sudah masuk waktu isya’ yaitu ketika posisi
matahari berada – 18 derajat di bawah ufuk, sehingga mega putih sudah keluar.
C. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari
kajian waktu zawal dan ghurub dalam penentuan waktu sholat adalah sebagai
berikut :
1. Waktu
Zawal adalah waktu ketika piringan matahari sudah melewati meridian
langit sehingga bayangan suatu benda mulai nampak. Waktu zawal merupakan
awal masuknya waktu dhuhur dan merupakan acuan dari waktu sholat lainnya,
karena pada saat kulminasi nilai sudut matahari bernilai 0o
Pembentukan bayang benda ini dipengaruhi oleh letak lintang dan bujur suatu
daerah, perata waktu dan deklinasi matahari. Waktu Dhuhur dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
12 – e + KWD (Koreksi Waktu Daerah)
+ i
Untuk menjaga kehati-hatian agar
tidak melaksanakan sholat pada tengah hari tepat yaitu pada saat kulminasi
ditambahkan nilai ikhtiyat sebesar 2 menit.
2. Waktu
Ghurub adalah waktu pada saat terbenamnya seluruh piringan matahari di
ufuk barat. Waktu ghurub ini merupakan awal dari waktu maghrib, dengan
memberikan nilai ketinggian matahari h = -1o karena matahari
terletak di bawah ufuk. Perhitungan ini disebabkan adanya pengaruh Semi
Diameter Matahari, Paralaks Matahari, Ketinggian Ufuk atau Dip dan Refraksi
Cahaya Matahari. Waktu maghrib dapat dihitung dengan rumus :
12 – e + t + Kwd + i dalam penghitungan waktu maghrib ini
ditambahkan ikhtiyat sebesar 2 menit dikarenakan menjaga kehati-hatian adanya
larangan melaksanakan sholat pada saat matahari terbenam.
DAFTAR
PUSTAKA
Dorling Kindersley, Jendela IPTEK terj. Pusat Penerjemah FSUI,
Balai Pustaka Jakarta, Jakarta, 1996
Kementerian Agama Republik Indonesia, Almanak
Hisab Rukyat, Dirjen Bimas Kementerian Agama RI, 2010
Maskufa, Ilmu Falak, Gaung Persada Press, Jakarta 2010
Muhyidin Khozin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Buana
Pustaka, Yogyakarta, 2011
Muhyidin Khozin, Kamus Ilmu Falak , Buana
Pustaka, Yogyakarta, 2005
Mushlih Ar&Ade Mansyur, Belajar Ilmu Falak 1, Ihya Media
Cilacap, 2001
Djakaria M Nur dan Ahmad Yani, Handout Mata Kuliah Kosmoggrafi,
Fakultas Geografi, UPI Bandung, 2008
Eng. Rinto Anugraha, Makalah : Mekanika Benda
Langit, 2011
Fathurrohman Sani, Diktat Ilmu Astronomi dan Ilmu
Falak 1, tanggal 23 Desember 2012.
Hari Murti, Makalah : Pembelajaran Rotasi dan Revolusi Bumi
diintegrasikan dengan Al Qur’an, Guru Ilmu Falak, MA PK Tasikmalaya, 2007
Ibnu Zahid Abdul Mu’id Makalah Waktu Sholat dan
Cara Menghitungnya, , 20 Juli 2010
Nabhan Masputra, Makalah Perhitungan Waktu Sholat,
2009
Sabar Nurrohman, Modul 1Astronomi Prodi Pendidikan FMIPA UNY ,
Yogyakarta 2008
Sabar Nurrohman, Modul 2Astronomi Prodi Pendidikan FMIPA UNY ,
Yogyakarta, 2008
Suryadi Siregar, Modul Astronomi
Bola, Simposium Guru, Makassar, 2008
http://jayusmanfalak.blogspot.com/search/label/Jadwal%20salat tanggal 23 Desember 2012
http://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/04/19/matahari-dan-penentuan-jadwal-shalat/ tgl 23 Januari 2013
http://syauqingisab.blogspot.com/2011/12/bab-ii.html tanggal 23 Januari 2013
FIQIH
WAKTU SHOLAT
KAJIAN
ZAWAL DAN GHURUB
DALAM
TINJAUAN ASTRONOMI DAN SYAR’I
Dosen : Dr. KH. Abdus Salam
Nawawi, M.Ag
Disusun Oleh :
ABDULLOH HASAN
Mahasiswa Program Beasiswa Pasca Sarjana (S2) Pendidikan Kader Ulama
Konsentrasi Ilmu Falak tahun 2012
Ma’had Aly Al Mahfudz- Seblak- Diwek- Jombang- Jatim
[1] Dorling
Kindersley, Jendela IPTEK terj.
Pusat Penerjemah FSUI, Balai Pustaka Jakarta, Jakarta, 1996 hlm. 38
[2] Maskufa, Ilmu
Falak, Gaung Persada Press, Jakarta 2010, hlm. 42
[3] Ibid hlm 36
[4] Muhyidin
Khozin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Buana Pustaka, Yogyakarta,
2011, hlm. 125.
[5] Satuan Astronomi (SA) Astronomical Unit : Satu
satuan astronomi adalah satu kali jarak bumi-matahari (150 juta km). satuan
ukuran itu digunakan utuk menentukan jarak benda- benda di sekitar tata surya.
1 AU = 150.000.000 km.2. Satuan Kecepatan Cahaya : Dalam tiap-tiap satu detik,
cahaya dapat merambat dengan kecepatan 300.000km. 1 detik cahaya = 300.000 km 1
tahun cahaya = 60 x 60 x 24 x 365 x 300.000 km = 9,5 triliun km.3. Parsec
(Parralax per second) : Adalah satuan ukuran jarak yang lebih besar. Paralaks bintang
yang besarnya 1 detik busur (1/3600 derajat), disebut 1 persec. Paralaks yang
terdekat dengan bumi ialah alfa centauri=0,76 detik busur atau sama dengan 4,3
tahun cahaya. 1 parsec = 3,26 tahun cahaya 1 kilo parsec = 1.000 parsec 1 mega
parsec = 1.000.000 parsec. http://
www.slideshare.net/ viperenz02/
geografi-galaksi-bintang-satuan-jarak-di-jagad-raya tanggal 12 Januari 2013
[6] Dorling
Kindersley, hlm 39
[7] Ibid,hlm
39
[8] Muhyidin
Khozin, Ibid hlm. 129
[10] Sabar
Nurrohman, Modul 1Astronomi Prodi Pendidikan FMIPA UNY , Yogyakarta, hlm
9
[11] Maskufa, Op.
Cit hlm 44
[12] Djakaria M Nur
dan Ahmad Yani, Handout Mata Kuliah Kosmoggrafi, Fakultas Geografi, UPI
Bandung, 2008. hlm 33
[13] Muhyidin
Khozin,Op.Cit 129
[14] Ibid, 129
Lihat Mushlih Ar&Ade Mansyur, Belajar Ilmu Falak 1, Ihya Media
Cilacap, 2001, hlm. 33
[15] Ibid,
Lihat Mushlih Ar&Ade Mansyur, Belajar Ilmu Falak 1, Ihya Media
Cilacap, 2001, hlm. 33, Maskufa,Ilmu Falak, hlm 44.
[16] Mushlih Ar
& Ade Mansyur, Belajar Ilmu Falak 1, Ihya Media Cilacap, Cilacap,
2001, hlm. 34. (lihat Salamun Sulaiman, Ilmu Falak (Surabaya : Pustaka Progressif
1995) hlm 26.
[17] Ibid ,hlm
41
[18] Ibid, hlm
34. Lihat Mushlih Ar&Ade Mansyur, Belajar Ilmu Falak 1, Ihya Media
Cilacap, 2001, hlm. 33, Maskufa,Ilmu Falak, hlm 44.
[19] Hari Murti, Makalah
: Pembelajaran Rotasi dan Revolusi Bumi diintegrasikan dengan Al Qur’an
[20] Sabar
Nurrohman, Modul 2Astronomi Prodi Pendidikan FMIPA UNY , Yogyakarta, hlm
13
[21] Paralaks
adalah beda lihat terhadap suatu benda langit bila dilihat dari titik pusat
bumi dengan dilihat dari permukaan bumi. Dalam ilmu falak diformulasikan dengan
besarnya sudut antara dua garis yang ditarik dari benda langit ke titik pusat
bumi dan garis yang ditarik dari benda langit yang bersangkutan ke mata
peninjau di permukaan bumi. Paralaks selalu berubah-ubah harganya setiap saat
tergantung pula dengan ketinggian benda langit itu dari ufuk. Semakin tinggi
posisi benda langit dari ufuk semakin kecil pula harganya. (lihat. Muhyidin
Khozin, Kamus Ilmu Falak , Buana Pustaka, Yogyakarta, 2005, hlm.
32)
[22] Kementerian
Agama Republik Indonesia, Almanak Hisab Rukyat, Dirjen Bimas Kementerian
Agama RI, 2010, hlm. 23.
[24] Nabhan
Masputra, Makalah Perhitungan Waktu Sholat,,2010
[25] Suryadi
Siregar, Modul Astronomi Bola, Simposium Guru, Makassar, 2008
[26] Muhyidin
Khozin, Op.Cit hlm. 81
[27] Muhyidin
Khozin, Kamus Ilmu Falak, hlm.24
[28] Ibid
[29] Ibid, hlm.
51
[30] Muhyidin
Khozin, Ilmu Falak Praktis, hlm 67
[31] Eng. Rinto
Anugraha, Makalah : Mekanika Benda Langit,
[32] Kementerian
Agama RI, Almanak Hisab Rukyat, Dirjen Bimas Kemenag RI, 2010, hlm 262
[33]
http://jayusmanfalak.blogspot.com/search/label/Jadwal%20salat
[34] Muhyidin
Khozin,Ilmu Falak Praktis, Op.Cit. hlm 69
[35] Muhyidin
Khozin, Ibid hlm 68.
[36] Ibnu Zahid
Abdul Mu’id Makalah Waktu Sholat dan Cara Menghitungnya, , 20 Juli 2010.
hlm. 01
[37] Eng. Rinto
Anugraha, Makalah : Mekanika Benda Langit, hlm 76
[38] Ibnu Zahid Abdul
Mu’id, Ibid hlm. 3. Di wilayah pulau jawa kejadian seperti ini hanya
terjadi 2 kali dalam setahun yaitu terjadi pada tanggal 28 Februari sampai 4
Maret dan pada tanggal 9 sampai 14 Maret, yang dalam istilah jawa disebut
dengan istilah tumbuk.
[39] Muhyidin
Khozin,Ilmu Falak dalam teori dan Praktik, hlm 88
[40] Kementerian
Agama RI, Lop. Cit. Lampiran hlm312
[41]Djakaria M
Nur, Ahmad Yani, Lop. Cit. hlm
43
[43] Ibid,
hlm 90
[44] Paralaks
matahari dapat juga didefinisikan
sebagai sudut yang memisahkan titik pusat Bumi dengan tempat pengamat
dilihat dari benda langit tersebut. Kementerian Agama RI, Almanak Ilmu
Hisab, hlm.221
[45] Kerendahan
Ufuk atau Dip adalah perbedaan kedudukan antara ufuk yang sebenarnya (hakiki)
dengan ufuk yang terlihat (mar’i) oleh seorang pengamat. Dalam istilah
astronomi disebut dengan Dip (kedalaman) yang dapat dihitung dengan rumus Dip =
0,0293√Tinggi Tempat dari permukaan laut. Hal ini disebabkan kerendahan ufuk
mar’I lebih rendah dari pada ufuk hakiki (Muhyidin Khozin, Lop. Cit. hlm
138
[46] Refraksi
adalah pembiasan cahaya matahari yang
dalam hal ini adalah atmosfer bumi. Semakin miring cahaya yang dating pada
lapisan luar atmosfer, makin besar pula pengaruh pembiasan terhadap ketinggian
benda tersebut. Penghitungan sudutnya diukur dari titik pengamat atau titik
zenitnya. (Kementerian Agama RI, Lop.Cit.hlm 221).
[47] Semi Diameter
Matahari adalah separuh dari diameter matahari yang dihitung dari kaki langit
hingga sepanjang lingkaran tegak dari matahari. (Muhyidin Khozin,Lop.Cit.
hlm 90).
[48] Fathurrohman
Sani, Diktat Ilmu Astronomi dan Ilmu Falak 1, tanggal 23 Desember 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar