Senin, 26 Mei 2014

FIQIH WAKTU SHOLAT KAJIAN ZAWAL DAN GHURUB DALAM TINJAUAN ASTRONOMI DAN SYAR’I

FIQIH WAKTU SHOLAT KAJIAN ZAWAL DAN GHURUB
DALAM TINJAUAN ASTRONOMI DAN SYAR’I
Dosen : Dr. KH. Abdus Salam Nawawi, MAg
Disusun oleh: Abdulloh Hasan,S.Pd.I

A.       PENDAHULUAN
Alloh SWT berfirman dalam QS. Yunus ayat 05 :
uqèd Ï%©!$# Ÿ@yèy_ š[ôJ¤±9$# [ä!$uÅÊ tyJs)ø9$#ur #YqçR ¼çnu£s%ur tAÎ$oYtB (#qßJn=÷ètFÏ9 yŠytã tûüÏZÅb¡9$# z>$|¡Åsø9$#ur 4 $tB t,n=y{ ª!$# šÏ9ºsŒ žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ã@Å_ÁxÿムÏM»tƒFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôètƒ  
“ Dia-lah yang menjadikan Matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Alloh tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”
Dalam QS. Al Anbiya’ ayat 33 :
uqèdur Ï%©!$# t,n=y{ Ÿ@ø©9$# u$pk¨]9$#ur }§ôJ¤±9$#ur tyJs)ø9$#ur ( @@ä. Îû ;7n=sù tbqßst7ó¡o    
“ Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, Matahari dan bulan. masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.”Dalam QS. Yaasin ayat 38 :
ß§ôJ¤±9$#ur ̍øgrB 9hs)tGó¡ßJÏ9 $yg©9 4 y7Ï9ºsŒ ãƒÏø)s? ̓Íyèø9$# ÉOŠÎ=yèø9$#  
dan Matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.”
Banyak sekali ayat kajian dalam Al Qur’an yang menyampaikan tentang keadaan alam untuk dipelajari lebih mendalam. Diantaranya adalah kutipan ayat diatas yang mana mengisyaratkan tentang peredaran Matahari yang sudah ditetapkan oleh Alloh SWT untuk dapat dikaji oleh manusia dan dimanfaatkan. Alloh SWT sudah menetapkan peredaran Matahari pada tempat peredarannya. Dalam hal ini sangatlah memberikan manfaat yang besar kepada manusia dalam menentukan musim, lama waktu siang dan malam, penentuan waktu kalender, fotosintesis tumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan baik yang bersifat eksakta maupun dalam tata surya.
Matahari atau juga disebut Surya (dari nama Dewa "Surya" - Dewa Matahari dalam kepercayaan Hindu) merupakan bintang sejati (fixed star) berdiameter 1.392.000 km dan berjarak 149 juta km dari bumi.[1] Matahari adalah sebuah bintang, dalam tata surya Matahari merupakan pusat dan penggerak anggota-anggotanya yaitu planet-planet, karena grafitasinya planet-planet  beredar mengelilingi Matahari berulangkali. Matahari menjadi pusat peredaran planet-planet dalam tatasurya kita yang orbitnya berbentuk eliptik, sedangkan Matahari berada pada salah satu fokus elips.[2] Matahari mengatur kecepatan planet yang sedang melintas dalam orbitnya. Pada titik terdekat Matahari, yakni perihelionnya, kecepatan planet mengorbit mencapai puncaknya dan pada afelionnya, yakni titik terjauh dari Matahari planet melambat.[3]
Sinar Matahari berkecepatan 300 ribu km perdetik, sehingga waktu yang diperlukan sinar Matahari sampai ke permukaan bumi selama sekitar 8 menit, selain itu Matahari memiliki temperature di permukaan Matahari sekitar 6000 derajat Celcius.[4] Jarak antara planet-planet dan Matahari diukur dalam “satuan astronomi” atau AU untuk setiap satuan sama dengan jarak rata- rata antara Bumi dan Matahari atau 149, 6 juta km.[5] Matahari memeiliki Diameter equatorial 1,4 juta km, dengan volume Matahari 1.306. 000 kali volume bumi; massa Matahari 333.000 kali massa bumi. Lapisan terluar Matahari adalah korona yang berada di lapisan fotosfer sekaligus merupakan bagian dari Matahari yang cahayanya dapat kita tangkap melalui pnca indera yang tebalnya sekitar 300- 400 km.[6]
Matahari memerlukan 25 hari untuk melakukan rotasi penuh, kutub-kutub Matahari memerlukan hamper 30 hari untuk melakukan rotasi.[7] Matahari sebagai pusat tata surya menjadi pusat orbit dan edar dari benda- benda langit dalam tata surya, termasuk bumi dan bulan. Bumi melakukan peredaran mengelilingi matahari dari arah barat ke timur dengan kecepatan sekitar 30 km per detik. Satu kali putaran penuh memerlukan waktu 365,2425 hari, sehingga gerak bumi disebut juga dengan gerak tahunan.[8] Selain gerak mengelilingi Matahari, bumi juga melakukan gerak rotasi selama sehari semalam yakni 24 jam.(23 jam 56 menit).
Dari pergerakan bumi, menjadikan Matahari seolah-olah tampak beredar mengelilingi bumi dari arah timur ke barat, gerak ini disebut Gerak Semu Matahari. Ada dua macam perputaran atau peredaran matahari, yaitu : Pertama, peredaran Matahari bersama-sama sekalian benda- benda angkasa yang mengelilinginya mengitari pusat galaksi. Tepat di jalannya 57 km dalam satu detik. Kedua, perputaran Matahari pada sumbunya sekali dalam 25 ½ hari. Dari hasil peredaran ini memeberikan banyak manfaat kepada manusia dalam berbagai macam hal. Energi pancaran matahari telah membuat bumi tetap hangat bagi kehidupan, membuat udara dan air di bumi bersirkulasi, tumbuhan bisa berfotosintesis, dan banyak hal lainnya. Merupakan sumber energi (sinar panas). Energi yang terkandung dalam batu bara dan minyak bumi sebenarnya juga berasal dari matahari. Mengontrol stabilitas peredaran bumi yang juga berarti mengontrol terjadinya siang dan malam, tahun serta mengontrol planet-planet lainnya. [9]
Diantara Manfaat dari Gerak Harian Matahari sebagai acuan untuk dijadikan dasar dalam penentuan waktu- waktu sholat. Dalam QS. Surat Al Isra’ : 78 Alloh berfirman :
ÉOÏ%r& no4qn=¢Á9$# Ï8qä9à$Î! ħôJ¤±9$# 4n<Î) È,|¡xî È@ø©9$# tb#uäöè%ur ̍ôfxÿø9$# ( ¨bÎ) tb#uäöè% ̍ôfxÿø9$# šc%x. #YŠqåkôtB 
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).

Ayat tersebut  menerangkan waktu-waktu shalat maktubah yang diperinci berdasarkan peredaran Matahari. Waktu tergelincir matahari untuk menunjukkan waktu shalat Zhuhur dan Ashar yang dilaksanakan pada siang hari sedangkan malam hari dipergunakan untuk menunjukkan waktu Magrib dan Isya dan sholat Shubuh ditentukan berdasarkan fajar.
     Adapun ayat-ayat Al Qur’an yang lain terkait dengan waktu sholat dan juga hadist- hadist Nabi SAW yang memberikan acuan dalam penetapan waktu sholat, kesemuanya tidak lepasa dari peredaran Matahari mulai dari terbit matahari, kulminasi, terbenam, midninght dan terbit kembali selama 24 jam. Dalam penentuan waktu sholat sholat para pakar ilmu falak memperkenalkan istilah- istilah Zawal untuk menunjukkan waktu Dhuhur, bayang- bayang Ashar untuk menunjukkan waktu Ashar, Ghurub untuk menentukan waktu Maghrib, Syafaq untuk menentukan waktu Maghrib dan Isya’, Fajar untuk menentukan waktu Shubuh, Syuruq untuk menunjukkan waktu matahari terbit dan Dhuha untuk menunjukkan waktu Dhuha. Dalam makalah ini akan menguraikan kajian Zawal dan Ghurub dalam penentuan waktu sholat.

B.       PEMBAHASAN
1.        Pengaruh Gerak Bumi
Bumi sebagai salah satu planet dalam tata surya, sekaligus sebagai tempat hidup dan berkembang berbagai macam makhluk hidup, tidaklah diam tanpa bergerak. Bumi memiliki dua macam pergerakan memutar yang membentuk lintasan garis edar yang disebut orbit. Seperti sudah diuraikan sekilas pada pendahuluan, bahwa gerak semu matahari merupakan gerak yang dihasilkan akibat proses rotasi dan revolusi bumi.       
a.       Rotasi Bumi
Pada pengamatan di bumi, matahari bergerak secara periodik dari arah timur ke barat dalam waktu sehari semalam dengan rata- rata waktu tempuh 24 jam.. Hal ini disebabkan karena gerak rotasi bumi, yaitu gerak perputaran bumi pada porosnya dari barat ke timur. Dari pergerakan bumi ini mengakibatkan semua benda langit yang berada di sekitar bumi tampak berjalan dari timur ke barat tegak lurus dengan poros bumi. Untuk menyelesaikan satu putaran penuh bumi memerlukan waktu periode selama 23 jam 56 menit 4,1 detik.[10]
Akibat dari rotasi bumi adalah peredaran semu benda langit dari Timur ke Barat, adanya peredaran bintang, matahari, bulan dan planet-planet yang seolah-olah mengelilingi bumi. Pengaruh rotasi ini mengakibatkan matahari seolah-olah bergerak dari timur pada waktu terbit kemudian bergerak tegak lurus pada saat tengah hari dan tenggelam di ufuk barat. Perjalanan semu matahari dan juga benda-benda langit lainnya selalu sejajar dengan equator langit. Arah pergerakan matahari ini memberikan perubahan efek bayangan yang dijadikan sebagai acuan dalam menentukan waktu- waktu sholat.[11] Selain itu juga terjadinya peristiwa siang dan malam yang dalam rata-rata perhitungan lama waktu siang dan malam diperoleh dari waktu rotasi bumi 24 jam dibagi 2 busur siang dan malam, sehingga lama rata-rata siang dan malam adalah 12 jam. Bagian bumi yang menghadap matahari akan mengalami siang dan bagian bumi yang membelakangi matahari akan mengalami malam.
Karena selubung udara di atmosfer bumi turut serta berputar. maka angin kencang akan menerpa seluruh permukaan bumi dan tentunya tidak ada kehidupan yang tenang karena kencangnya rotasi bumi.[12] Kecepatan rata-rata rotasi bumi pada porosnya 108 ribu km perjam.[13] Coba saja kita banyangkan keliling bumi di khatulistiwa panjangnya 345444 km dan untuk satu kali putaran diperlukan 24 jam, maka kecepatan rotasi di khatulistiwa akan mencapai  1667 km dalam sejam. Bentuk bumi yang bulat mengakibatkan  kecepatan rotasi bumi berbeda antara kecepatan di garis khatulistiwa dengan garis lintang yang lain, apalagi di titik kutub bumi yang gerak rotasi akan berputar di tempat tersebut.
Perbedaan waktu terhadap rotasi bumi adalah sebesar 1 jam untuk setiap perbedaan 15 derajat bujur, atau 4 menit untuk setiap 1 derajat bujur.[14]Lingkaran tengah bumi adalah 3600, dalam satu kali putaran rotasi bumi membutuhkan waktu 24 jam atau 24 x 60 menit = 1.440 menit. Dengan demikian setiap 1 derajat ditempuh dalam waktu 4 menit, setiap 10 derajat ditempuh dalam waktu 40 menit atau setiap 150 ditempuh dalam waktu 1 jam, 15 menit busur ditempuh dalam 4 menit waktu, dan 1 menit waktu ditempuh dalam 4 menit busur.[15]
Berdasarkan para penelitian Astronom dikatakan bahwa keliling bumi pada garis equator/ khatulistiwa (0o lintang ) kurang lebih 40.000 km. Dengan demikian maka 1o (derajat busur) pada garis khatulistiwa sama dengan 111 km, hal ini diperoleh dari 40.000 km : 360 o . Hal ini berarti untuk jarak bujur 360 derajat ditempuh dalam waktu 24 jam dengan jarak tempuh 40.000 km, untuk 15 o waktu tempuhnya 1 jam dengan jarak tempuh 1665 km, untuk 1 o ditempuh dalam 4 menit dengan jarak 111 km, 15’ ditempuh dalam waktu 1 menit dengan jarak tempuh 27,5 km dan dalam 1’ ditempuh dalam waktu 4 detik dengan jarak tempuh 1,85 km. [16]
b.       Revolusi Bumi
Revolusi Bumi adalah peredaran bumi mengelilingi matahari dari arah Barat ke Timur. [17]Satu kali periode putaran penuh (360o)  memerlukan waktu 365,2425 hari.[18]atau dalam waktu 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik.[19] Gerak revolusi Bumi ini disebut dengan gerak tahunan atau gerak annual.[20] Jangka waktu revolusi bumi ini dijadikan sebagai dasar dalam penanggalan Masehi (Tahun Syamsiyah), yang mana dalam satu tahun syamsiyah dihitung 365 hari, sementara kelebihan waktu yang ada dikumpulkan menjadi satu hari sehingga dihitunh 366 hari. Tahun dengan jumlah 365 hari disebut tahun pendek atau Tahun Basithoh sedangkan tahun dngan jumlah 366 hari disebut tahun panjang atau Tahun Kabisat yang terjadi selama 4 tahun sekali dan diletakkan pada bulan Februari.
Dalam revolusinya sumbu bumi memiliki kemiringan 66,5o dengan arah kemiringan yang tetap terhadap bidang ekliptika. Ekliptika adalah bidang edar bumi berdasarkan lintasan orbit bumi mengelilingi matahari. Kemiringan bumi pada bidang ekliptika inilah yang menyebabkan adanya deklinasi matahari. Lintasan  matahari dalam perjalanannya akan tampak berubah dari waktu ke waktu. Pergerakan dimulai dari lintang 0o pada tanggal 21 Maret, yaitu pada saat matahari tepat pada equator bumi, sehingga nilai deklinasinya 0o. Pada bulan berikutnya matahari bergerak dan bergerak ke utara hingga puncaknya pada tanggal 21 Juni matahari mengalami deklinasi maksimum  sebesar 23,27o. Pada deklinasi maksimum ini matahari akan mulai bergerak kembali ke arah selatan, sehingga lintasan maksimumnya disebut Garis Balik Utara(GBU) yang terletak pada garis lintang utara 23,27 0 Utara.
Pada bulan berikutnya matahari bergerak menuju selatan hingga sampai pada equator pada tanggal 23 September, kemudian bergerak ke selatan equator dengan nilai deklinasi negative hingga pada puncaknya pada tanggal 22 Desember. Pada tanggal ini matahari berada pada deklinasi maksimumnya sebesar – 23,27 0. Pada puncak deklinasi ini matahari akan kembali menuju utara, sehingga titik maksimum matahari ini disebut Garis Balik Selatan (GBS) yang terletak pada lintang selatan 23,270. Setelah itu matahari menuju equator kembali dengan nilai negative yang semakin mengecil hingga mencapai deklinasi 00 ketika sejajar dengan equator bumi pada tanggal 21 Maret.
Revolusi bumi ini mengakibatkan:1) Perubahan rasi bintang dari waktu ke waktu sepanjang ekliptika. 2) Perubahan panjang waktu busur siang dan busur malam.3) Gerak tahunan matahari dari Garis Balik Utara ke Garis Balik Selatan. 4) Perhitungan tarikh syamsiah (Solar Calendar). 5) Terjadinya paralaks[21] bintang. 6). Terjadinya perubahan musim.
2.        Pengaruh Gerak Semu Matahari dalam Penentuan Waktu Sholat
Gerak semu matahari dipergunakan oleh umat islam dalam penentuan waktu sholat, karena perjalanan semu matahari relative tetap. Demikian pula kapan matahari akan membuat bayang-bayang suatu benda sama dengan panjang bendanya juga dapat diperhitungkan untuk tiap-tiap hari sepanjang tahun.[22] Dalam penentuan jadwal salat, data astronomi terpenting adalah posisi matahari dalam koordinat horizon, terutama ketinggian atau jarak zenit. Fenomena yang dicari kaitannya dengan posisi matahari adalah fajar (morning twilight), terbit, melintasi meridian, terbenam, dan senja (evening twilight). Dalam hal ini astronomi berperan menafsirkan fenomena yang disebutkan dalam dalil agama (Al-Qur’an dan hadits Nabi) menjadi posisi matahari.[23]
Posisi matahari dalam peredarannya sangat menentukan nilai besar sudut waktu yang dibentuk oleh matahari. Pada saat matahari berkulminasi atas (tengah hari), sudut waktunya = 0o. Ketika matahari turun (bergeser ke Barat pada sore hari) sudut waktu ini makin besar sampai saat kulminasi bawah = 180° (tengah malam) Selanjutnya ketika matahari berbalik keatas, (bergeser ke Timur lagi), sudut waktunya menjadi negatif sampai titik kulminasi atas lagi.[24] Sedangkan pada saat matahari terbit dan terbenam nilai ketinggian matahari h= 00. Nilai ketinggian matahari ketika berada di bawah ufuk memiliki nilai negative (-) sedangkan ketika berada diatas ufuk memiliki nilai positif (+).[25]
Sebelum melakukan perhitungan waktu sholat harus diketahui terlebih dahulu tentang : 1) Sudut Waktu Matahari. 2) Deklinasi Matahari. 3) Tinggi Matahari.  4) Perata Waktu atau Equation of Time. 5) Lintang dan Bujur Tempat. 6) Ikhtiyat, 7) Waktu Daerah dan Waktu Setempat. Selain itu juga perlu diketahui tentang istilah Merr Pass/ Kulminasi, Waktu Zawal dan Waktu Ghurub.
Diagram Waktu Sholat berdasarkan posisi Matahari

a.       Sudut Waktu Matahari
Sudut waktu matahari adalah busur sepanjang lingkaran harian matahari dihitung dari titik kulminasi atas sampai posisi matahari berada. Atau sudut pada kutub langit selatan atau utara yang diapit oleh garis meridian dan lingkaran deklinasi yang meliwati matahari yang dalam ilmu falak disebut dengan Fadlul Dair dan dilambangkan dengan to. [26] Dalam bahasa astronomi sudut waktu disebut dengan Hour Angle.[27]
Harga atau nilai sudut waktu adalah antara 0o sampai 180o. Nilai sudut waktu 0o adalah ketika matahari berada di titik kulminasi atas, sedangkan nilai sudut waktu 180o adalah ketika matahari berada di kulminasi bawah. Apabila matahari berada di sebelah barat Meridian atau belahan langit sebelah Barat, maka sudut waktu bertanda positif (+). Dan apabila matahari berada di sebelah timur Meridian atau belahan langit sebelah timur, maka sudut waktu bertanda negative (-).[28]
b.      Tinggi Matahari
Tinggi matahari adalah jarak busur yang dihitung sepanjang lingkaran vertical dihitung dari ufuk sampai matahari. Dalam ilmu falak tinggi matahari disebut Irtifa’us Syams yang diberi symbol ho atau dalam astronomi disebut dengan hight of sun atau lebih lazim disebut dengan Altitude. Ketinggian benda langit bertanda positif (+) apabila benda langit yang bersangkutan tersebut berada diatas ufuk. Dan apabila berada dibawah ufuk, memiliki tanda negative (-). Ketinggian matahari dimulai dari titik minimum 0o hingga mencapai titik maksimumnya sebesar 90o.
c.       Deklinasi Matahari
Deklinasi biasa juga disebut dengan mail Syamsi  yaitu jarak sepanjang lingkaran deklinasi diukur dari equator sampai posisi matahari berada yang dilambangkan dengan “delta = ɸ “. [29] Nilai ketika berada di utara garis equator maka nilainya positif (+) sedangkan ketika berada di selatan garis equator maka nilainya negative(-). Besar deklinasi matahari maksimal adalah 23,5 derajat ketika matahari berada di Garis Balik Utara atau -23,5 derajat ketika matahari berada di Garis Balik Selatan, sedangkan deklinasi terbesar dari matahari adalah 23,27 derajat. Nilai deklinasi matahari disebut juga Obliquity atau Mail A’dzam dan bisa dihitung dengan rumus :
Sin δo = Sin Bujur Astronomi Matahari x Sin (Obliquity)
d.      Equation Of Time (EoT)
Equation of Time disebut juga dengan Ta’dilul Waqti/ Ta’dilul Zaman yang diterjemahkan dengan “Perata Waktu”, yaitu selisih waktu antara waktu matahari hakiki dengan matahari rata-rata (pertengahan), dan biasa dilambangkan dengan e kecil. Waktu matahari hakiki yaitu waktu yang berdasarkan rotasi bumi pada sumbunya yang sehari semalam tidak tentu 24 jam, melainkan kadang-kadang kurang atau lebih dari 24 jam. [30] Jika waktu matahari hakiki lebih awal dari waktu matahari pertengahan, maka nilai EoT bernilai positif, sedangkan jika waktu matahari pertengahan lebih cepat dari waktu matahari hakiki, maka EoT bernilai negative. Equation of Time dinyatakan dalam bentuk sudut atau waktu ( 1 derajat = 4 menit). Untuk kurun waktu setahun nilai maksimum Equation of Time sebesar 16 menit  atau 4 derajat dan nilai minimumnya minus 14 menit (3,5 derajat).[31]
Equation of Time disebabkan karena peredaran matahari berbentuk ellips, sedangkan matahari berada pada salah satu titik api. Pada saat titik terdekat dengan matahari atau titik Perehelium perputaran bumi menjadi cepat yang mengakibatkan sehari semalam kurang dari 24 jam. Pada saat titik ter jauh dengan matahari atau titik Aphelium menyebabkan perputaran bumi menjadi lambat yang mengakibatkan sehari semalam lebih dari 24 jam.
e.       Lintang dan Bujur
Lintang  yaitu jarak sepanjang meridian bumi yang diukur dari ekuator bumi (katulistiwa) sampai ke suatu tempat yang memisahkan antara selatan dan utara. Apabila tempat berada di Utara katulistiwa, maka disebut dengan Lintang Utara dan diberi tanda positif, jika terletak di sebelah selatan katulistiwa, maka disebut Lintang Selatan dan diberi tanda negative. Nilai dari lintang berkisar antara 0 – 90 derajat. Dalam astronomi disebut dengan istilah Lattitude atau ‘Ardhul Balad dan diberi symbol phi (Ҩ).
Bujur Tempat yaitu jarak sudut yang diukur  sejajar dengan  Equator Bumi yang dihitung dari garis bujur yang melewati kota Greenwich sampai garis bujur yang melewati suatu tempat tertentu. Bagi tempat yang berada di sebelah timur Greenwich disebut Bujur Barat, dan bagi yang berada di Timur Greenwich disebut Bujur Timur. Nilai dari bujur tempat adalah berkisar antara 0 – 180o. Dalam astronomi disebut dengan Longitude atau ‘Ardhul Balad dengan symbol Lambda (λ)
f.       Ikhtiyat
Ikhtiyat adalah “pengaman”, yaitu suatu langkah pengaman dalam perhitungan awal waktu sholat dengan cara menambah atau mengurangi sebesar 1- 2 menit waktu dari perhitungan yang sebenarnya, agar pelaksanaan ibadah benar-benar tepat berada di dalam  waktunya. Muslih mendefinisikan ihtiyath adalah angka pengaman yang ditambahkan pada hasil hisab waktu salat. dan agar tidak mendahului awal waktu dan tidak melampaui batas akhir waktu.[32] Pemberian ihtiyath ini perlu dilakukan disebabkan adanya beberapa hal, sebagai berikut [33]:
1.      Adanya pembulatan-pembulatan dalam pengambilan data. Walaupun pembulatan itu sangat kecil yang biasanya dalam satuan detik, lalu disederhanakan sampai satuan menit.
2.      Jadwal salat kadang diberlakukan dalam jangka waktu yang sangat lama.
3.      Penentuan data lintang dan bujur suatu kota biasa diukur pada titik yang dijadikan markaz di pusat kota (pada saat itu). Waktu ihtiyath diperlukan untuk mengantisipasi daerah di sebelah baratnya @ ± 27,5 km.
4.      Untuk memberikan koreksi atas kesalahan dalam perhitungan, agar menambah keyakinan bahwa waktu sholat telah masuk.
Besaran nilai ikhtiyat ini tergantung kepada luasan daerah, karena wilayah dengan luasan wilayah yang kecil maka nilai ihktiyatnya sekitar 1,5 menit. Perhitungan luas yang daerah yang dapat dicover dengan besaran waktu yang dijadikan pengaman (ihtiyath) itu diasumsikan bahwa bola Bumi 360° dengan kelilingnya di ekuator 40.000 km. maka untuk 1° busur jaraknya adalah:  40.000: 360 x 1 km = 111,1 km.
Sehingga untuk 1 menit waktu sama dengan 111,11 km: 4 = 27,77 km. Sehingga jika kita menggunakan ihtiyath 1 menit maka jangkauannya dari pusat kota (tempat yang dijadikan sebagai acuan koordinat geografis kota tersebut) sampai ke tepi barat kota sejauh 27,77 km. Kemenag dalam perhitungan awal waktu salat menggunakan waktu ihtiyath  2 menit sehingga mencakup daerah di sebelah barat  kota sejauh 27,77 km x 2 = 55,54 km.
g.      Waktu Daerah dan Waktu Setempat
Waktu Setempat adalah waktu yang pertengahan menurut bujur tempat di suatu tempat, sehingga sebanyak bujur tempat dipermukaan bumi, sebanyak itu pula waktu pertengahan didapati.  Waktu ini disebut Local Mean Time (LMT). [34] Waktu daerah adalah waktu yang diberlakukan untuk satu wilayah bujur tempat (meridian) tertentu, sehingga dalam satu wilayah bujur yang bersangkutan hanya berlaku satu waktu daerah. Daerah dalam satu wilayah disebut Daerah Kesatuan Waktu. Dalam merubah waktu pertengan menjadi waktu daerah diperlukan sebuah koreksi yang disebut dengan Interpolasi Waktu.dapat dipahami bahwa interpolasi waktu sebagai selisih waktu antara dua tempat.

3.      Kajian Zawal dan Ghurub dalam Penentuan Waktu Sholat
a.      Kajian Zawal dalam Penentuan Waktu Dhuhur
Waktu dhuhur dimulai apabila matahari terlepas dari titik kulminasi atas, atau matahari terlepas dari meridian langit. Waktu dhuhur inilah yang disebut dengan zawal. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW :
Artinya: “Dan waktu dhuhur dimulai ketika matahari telah tergelincir (Zawal).” (HR. Muslim dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash).
Dalam penentuan waktu dhuhur (baca: Waktu Zawal), harus memahami fenomena matahari pada saat-saat posisi matahari menunjukkan pertanda bagi awal atau akhir waktu sholat. Diantara kedudukan matahari terkait waktu shokat khususnya waktu dhuhur adalah posisi matahari pada saat kulminasi atau Meridian Pass. Kulminasi (Meridian Pass) adalah posisi pada saat matahari tepat di titik kulminasi atas atau tepat di meridian langit menurut waktu pertengahan, yang menurut waktu hakiki saat itu menunjukkan tepat jam 12 siang. Titik kulminasi ini merupakan posisi matahari  pada kedudukannya yang tertinggi dalam perjalanan hariannya. [35]
Titik tengah yang ditentukan sebagai titik kulminasi ini merupakan garis perjalanan matahari yang ditarik dari ufuk barat dan ufuk timur sepanjang horizon.  Nilai ketinggian atau altitude matahari tertinggi dalam perjalanannya adalah 90o yang mana pada saat itu posisi matahari tepat pada meridian bumi.[36] Sehingga garis meridian merupakan garis setengah lingkaran langit yang menghubungkan titik arah utara, zenith dan titik selatan. Pada saat kulminasi, matahari memiliki hour angle sama dengan nol derajat. Sementara, azimuth matahari pada saat kulminasi menurut suatu tempat   pengamatan tertentu bisa bernilai 0 o atau 180o. Jika pada saat transit, matahari terletak di belahan langit utara, atau tepat di titik pada garis yang menghubungkan titik  zenith dengan titik arah utara, nilai azimuth matahari sama dengan 0o. Sementara jika terletak di belahan langit selatan, atau tepat di titik pada   garis yang menghubungkan titik zenith dengan titik arah selatan, nilai azimuth matahari sama dengan 180o.[37]
Untuk mengetahui awal waktu dimulainya waktu zawal atau waktu dhuhur, harus diketahui terlebih dahulu letak bayangan suatu benda pada saat kulminasi yang bisa diketahui dengan melihat deklinasi matahari. Jika arah bayangan benda pada saat kulminasi terletak di sebelah selatan benda, berarti posisi matahari berada disebelah utara ekuator sehingga nilai azimuth matahari bernilai 180o. Jika  arah bayangan benda pada saat kulminasi berada disebelah utara benda, berarti matahari terletak di sebelah selatan ekuator sehingga nilai azimuth matahari sebesar 0o. Dan jika bayangan suatu benda tidak ada sama sekali, berarti matahari berada pada posisi tepat 90o diatas zenith dengan azimuth matahari sebesar 90o diukur dari ufuk timur.[38]
Kajian tentang titik kulminasi matahari harus dipahami dengan seksama karena pada saat itu merupakan titik acuan dalam penentuan waktu zawal. Dengan kata lain pada satu kulminasi nilai sudut matahari (t) sebesar 0o dan ketinggian matahari (h) pada titik tertingginya sebesar 90o. Penghitungan nilai sudut matahari dengan menarik garis lurus dari zenith ke titik pusat matahari. Pada pergeseran matahari dari titik pusatnya hingga seluruh busur matahari bergeser ke arah barat meninggalkan garis meridian sebesar 16 menit bususr atau 0,27 derajat, saat itulah disebut dengan waktu zawal.
Jadi waktu zawal adalah waktu ketika seluruh piringan matahari meninggalkan garis meridian. Pada waktu inilah merupakan awal waktu dari sholat dhuhur. Dalam penghitungan waktu dhuhur ketika kulminasi terjadi sudut waktu matahari adalah 0o dan pada waktu tersebut matahari menunjukkan jam 12.00 menurut waktu matahari hakiki, sedangkan pada waktu matahari pertengahan belum tentu menunjukkan jam 12, terkadang lebih dan terkadang malah kurang dari jam 12 tergantung pada nilai Equation of Time (e).[39] Dalam hal ini waktu Meridian Pass dihitung dengan rumus 12 – e. Agar seluruh piringan matahari meninggalkan meridian memerlukan waktu 2 menit, sehingga para ahli falak untuk kehati-hatian diberikan ihktiyat sebesar 2 menit, sehingga dari waktu Meridian Pass terhitung sudah masuk zawal dengan ditambahkan 4 menit.
Untuk mengkonversikan waktu ini ke waktu daerah dipergunakan rumus (λ d- λt) : 15. Hal ini dilakukan ketika waktu tersebut akan dikonversikan ke waktu daerah, khususnya di Indonesia, karena sesuai dengan keputusan Presiden No 47 Tahun 1987 tentang pembagian wilayah Indonesia menjadi tiga wilayah waktu[40], yaitu Waktu Indonesia Barat (WIB), Waktu Indonesia Tengah (WITA) dan Waktu Indonesia Timur (WIT), nilai dari λd disesuaikan dengan koreksi waktu daerah dengan pembagian wilayah bujur WIB = 105o, WITA= 120o dan WIT= 135 o. [41]
Oleh karena itu waktu dhuhur dihitung dengan rumus :
12 – e – KWD (Koreksi Waktu Daerah) + i
12       = Jam 12 hakiki
e         = Equation of Time
KWD  = Dihitung dengan Bujur Daerah dikurangi Bujur Tempat : 15 derajat busur
I         = Ikhtiyat (dalam hal ini ikhtiyat yang dipergunakan 2 menit)
Contoh dalam perhitungan : Tentukan jadwal waktu Dhuhur untuk daerah Kota Banjar Jawa Barat dengan Lintang : - 7o23’ LS dan Bujur : 108o56’ pada tanggal 4 Pebruari 2010. Data dari Buku Ephemeris Tahun 2010, tanggal 4 Pebruari 2010, jam 22.00 GMT. Deklinasi matahari (do)  : -15° 59' 02" Eq. of time (eo)  : - 0° 14' 00"
Maka dapat dihitung :
Waktu Dhuhur     : 12 – e + (KWD) + i
                             : 12 – ( - 0° 14' 00") + (105o- 108o56’: 15) + 2 menit
                             : 12o14’ 00” – 0° 15' 44" + 2 menit
                 WIB    : 12 o00’ 16”
Jadi waktu dhuhur untuk daerah Kota Banjar Jawa Barat pada tanggal 4 Februari 2010 adalah jam 12 o00’ 16” WIB.
     Waktu dhuhur ini merupakan acuan untuk penentuan waktu sholat lainnya
b.      Kajian Ghurub dalam Penentuan Waktu Maghrib
Ghurub atau matahari terbenam adalah piringan atas matahari telah bersinggungan dengan ufuk barat. Sehingga didefinisikan matahari terbenam saat jarak zenith berada pada posisi 90o ditambah 1o bila memasukkan koreksi kerendahan ufuk akibat ketinggian pengamat 30 meter dari permukaan tanah. [42] Perhitungan harga tinggi matahari pada awal waktu maghrib ketika memandang nilai Horizontal Paralaks Matahari, Kerendahan Ufuk atau Dip, Refraksi Cahaya, dan Semi Diameter matahari dihitung dari ufuk sepanjang lingkaran vertical (h) dirumuskan:
h = - (SD + Refraksi + Dip)
dengan nilai SD = 0 o16’ 00” ; nilai Refraksi = 0 o34’ 30” dan nilai Dip = 0,0293 Sedangkan untuk nilai parallak matahari yang memiliki nilai sekitar 0 o00’ 8” bisa diabaikan.[43]
Perhitungan ini merupakan perhitungan kedudukan atau posisi titik pusat matahari diukur atau dipandang dari titik pusat bumi, sehingga dalam melakukan perhitungan diperlukan memasukkan Horizontal Paralaks matahari[44], Kerendahan ufuk atau Dip[45], Refraksi Cahaya[46], dan Semi Diameter Matahari.[47] Untuk mengambil kehati-hatian nilai dari seluruh yang mempengaruhi terbenamnya matahari dibulatkan menjadi 1o . sehingga nilai h untuk waktu maghrib adalah – 1o .
Proses ghurub berakhir setelah piringan atas matahari benar-benar telah tenggelam ke ufuk  dengan ditambah ikhtiyat sebanyak 2 menit, karena ada larangan pelaksanaan sholat pada saat waktu matahari terbenam. Dalam hal ini ufuk dibagi menjadi 3 macam, yaitu : Ufuk Hakiki yaitu garis yang diambil sejajar dengan bidang horizon dan tegak lurus dengan bidang vertikal dengan mata pengamat. Jarak ufuk hakiki dari zenith sebesar 90 o. Ufuk Mar’i/ Ufuk Kodrat  yaitu ufuk yang dilihat berdasarkan permukaan air laut dengan mata pengamat dan kedudukannya lebih renda dari ufuk hakiki yang dilihat berdasarkan ketinggian tempat pengamat. Ufuk Sejati yaitu ufuk yang diukur tegak lurus dengan inti bumi.[48]
 Apabila seluruh piringan matahari telah terbenam seluruhnya ke dalam ufuk mar’i maka itu merupakan awal waktu maghrib. Dalam perhitungan waktu maghrib, yang perlu diketahui adalah sudut yang dibentuk matahari (nilai t) yang dapat dicari dengan menggunakan rumus :
Cos t = - tan ɸ tan d + sin h / cos ɸ / cos d
Ket :         t = Sudut Waktu Matahari                  h = Ketinggian Matahari
ɸ = Lintang Tempat                            d = deklinasi matahari
Untuk menentukan ketinggian matahari pada waktu maghrib nilai dari h = - 1o . nilai ketinggian matahari bernilai negative karena pada saat ghurub posisi matahari berada di bawah ufuk sehingga nilainya negative. Jadi misalkan Kota Banjar Jawa Barat dengan Lintang : - 7o23’ LS dan Bujur : 108o56’ pada tanggal 4 Pebruari 2010. Data dari Buku Ephemeris Tahun 2010, tanggal 4 Pebruari 2010, jam 22.00 GMT. Deklinasi matahari (do)  : -15° 59' 02" Eq. of time (eo)  : - 0° 14' 00"
Nilai sudut matahari dapat dapat dihitung sebagai berikut :
Cos t = - tan ɸ tan d + sin h / cos ɸ / cos d
Cos t = - tan - 7o23’ x tan -15° 59' 02" + sin -1o : cos - 7o23’ : cos -15° 59' 02"
Cos  t =   -0° 3' 19,52"
        t = Cos-1 (-0° 3' 19,52")
        t = 93° 10' 37,78"/ 15
       t = 6o12’42,5”
Setelah diketahui nilai sudut waktu matahari, untuk mengetahui waktu maghrib dengan memasukkan rumus : 12 – e + t + Kwd + i
Waktu Maghrib = 12 – (- 0° 14' ) + 6o12’42,5” + (105o - 108o56’) : 15 + 0o 2’
                          = 18o12’58,5”
Jadi waktu maghrib untuk Kota Banjar Jawa Barat adalah pada pukul 18:12:58,5 WIB.
Dan waktu maghrib akan berakhir ketika sudah masuk waktu isya’ yaitu ketika posisi matahari berada – 18 derajat di bawah ufuk, sehingga mega putih sudah keluar.
C.    KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari kajian waktu zawal dan ghurub dalam penentuan waktu sholat adalah sebagai berikut :
1.      Waktu Zawal adalah waktu ketika piringan matahari sudah melewati meridian langit sehingga bayangan suatu benda mulai nampak. Waktu zawal merupakan awal masuknya waktu dhuhur dan merupakan acuan dari waktu sholat lainnya, karena pada saat kulminasi nilai sudut matahari bernilai 0o Pembentukan bayang benda ini dipengaruhi oleh letak lintang dan bujur suatu daerah, perata waktu dan deklinasi matahari. Waktu Dhuhur dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
12 – e + KWD (Koreksi Waktu Daerah) + i
Untuk menjaga kehati-hatian agar tidak melaksanakan sholat pada tengah hari tepat yaitu pada saat kulminasi ditambahkan nilai ikhtiyat sebesar 2 menit.
2.      Waktu Ghurub adalah waktu pada saat terbenamnya seluruh piringan matahari di ufuk barat. Waktu ghurub ini merupakan awal dari waktu maghrib, dengan memberikan nilai ketinggian matahari h = -1o karena matahari terletak di bawah ufuk. Perhitungan ini disebabkan adanya pengaruh Semi Diameter Matahari, Paralaks Matahari, Ketinggian Ufuk atau Dip dan Refraksi Cahaya Matahari. Waktu maghrib dapat dihitung dengan rumus :
12 – e + t + Kwd + i  dalam penghitungan waktu maghrib ini ditambahkan ikhtiyat sebesar 2 menit dikarenakan menjaga kehati-hatian adanya larangan melaksanakan sholat pada saat matahari terbenam.






DAFTAR PUSTAKA
Dorling Kindersley, Jendela IPTEK terj. Pusat Penerjemah FSUI, Balai Pustaka Jakarta, Jakarta, 1996
Kementerian Agama Republik Indonesia, Almanak Hisab Rukyat, Dirjen Bimas Kementerian Agama RI, 2010
Maskufa, Ilmu Falak, Gaung Persada Press, Jakarta 2010
Muhyidin Khozin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Buana Pustaka, Yogyakarta, 2011
Muhyidin Khozin, Kamus Ilmu Falak , Buana Pustaka, Yogyakarta, 2005      
Mushlih Ar&Ade Mansyur, Belajar Ilmu Falak 1, Ihya Media Cilacap, 2001
Djakaria M Nur dan Ahmad Yani, Handout Mata Kuliah Kosmoggrafi, Fakultas Geografi, UPI Bandung, 2008
Eng. Rinto Anugraha, Makalah : Mekanika Benda Langit, 2011
Fathurrohman Sani, Diktat Ilmu Astronomi dan Ilmu Falak 1, tanggal 23 Desember 2012.
Hari Murti, Makalah : Pembelajaran Rotasi dan Revolusi Bumi diintegrasikan dengan Al Qur’an, Guru Ilmu Falak, MA PK Tasikmalaya, 2007
Ibnu Zahid Abdul Mu’id Makalah Waktu Sholat dan Cara Menghitungnya, , 20 Juli 2010
Nabhan Masputra, Makalah Perhitungan Waktu Sholat, 2009
Sabar Nurrohman, Modul 1Astronomi Prodi Pendidikan FMIPA UNY , Yogyakarta 2008
Sabar Nurrohman, Modul 2Astronomi Prodi Pendidikan FMIPA UNY , Yogyakarta, 2008
Suryadi Siregar, Modul Astronomi Bola, Simposium Guru, Makassar, 2008









FIQIH WAKTU SHOLAT
KAJIAN ZAWAL DAN GHURUB
DALAM TINJAUAN ASTRONOMI DAN SYAR’I
Dosen : Dr. KH. Abdus Salam Nawawi, M.Ag
















Disusun Oleh :
ABDULLOH HASAN
Mahasiswa Program Beasiswa Pasca Sarjana (S2) Pendidikan Kader Ulama
Konsentrasi Ilmu Falak tahun 2012

Ma’had Aly Al Mahfudz- Seblak- Diwek- Jombang- Jatim




[1] Dorling Kindersley,  Jendela IPTEK terj. Pusat Penerjemah FSUI, Balai Pustaka Jakarta, Jakarta, 1996 hlm. 38
[2] Maskufa, Ilmu Falak, Gaung Persada Press, Jakarta 2010, hlm. 42
[3] Ibid hlm 36
[4] Muhyidin Khozin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik, Buana Pustaka, Yogyakarta, 2011, hlm. 125.
[5] Satuan Astronomi (SA) Astronomical Unit : Satu satuan astronomi adalah satu kali jarak bumi-matahari (150 juta km). satuan ukuran itu digunakan utuk menentukan jarak benda- benda di sekitar tata surya. 1 AU = 150.000.000 km.2. Satuan Kecepatan Cahaya : Dalam tiap-tiap satu detik, cahaya dapat merambat dengan kecepatan 300.000km. 1 detik cahaya = 300.000 km 1 tahun cahaya = 60 x 60 x 24 x 365 x 300.000 km = 9,5 triliun km.3. Parsec (Parralax per second) : Adalah satuan ukuran jarak yang lebih besar. Paralaks bintang yang besarnya 1 detik busur (1/3600 derajat), disebut 1 persec. Paralaks yang terdekat dengan bumi ialah alfa centauri=0,76 detik busur atau sama dengan 4,3 tahun cahaya. 1 parsec = 3,26 tahun cahaya 1 kilo parsec = 1.000 parsec 1 mega parsec = 1.000.000 parsec. http:// www.slideshare.net/ viperenz02/ geografi-galaksi-bintang-satuan-jarak-di-jagad-raya tanggal 12 Januari 2013
[6] Dorling Kindersley, hlm 39
[7] Ibid,hlm 39
[8] Muhyidin Khozin, Ibid hlm. 129
[10] Sabar Nurrohman, Modul 1Astronomi Prodi Pendidikan FMIPA UNY , Yogyakarta, hlm 9
[11] Maskufa, Op. Cit  hlm 44
[12] Djakaria M Nur dan Ahmad Yani, Handout Mata Kuliah Kosmoggrafi, Fakultas Geografi, UPI Bandung, 2008. hlm 33
[13] Muhyidin Khozin,Op.Cit 129
[14] Ibid, 129 Lihat Mushlih Ar&Ade Mansyur, Belajar Ilmu Falak 1, Ihya Media Cilacap, 2001, hlm. 33
[15] Ibid, Lihat Mushlih Ar&Ade Mansyur, Belajar Ilmu Falak 1, Ihya Media Cilacap, 2001, hlm. 33, Maskufa,Ilmu Falak, hlm 44.
[16] Mushlih Ar & Ade Mansyur, Belajar Ilmu Falak 1, Ihya Media Cilacap, Cilacap, 2001, hlm. 34. (lihat Salamun Sulaiman, Ilmu Falak (Surabaya : Pustaka Progressif 1995) hlm 26.
[17] Ibid ,hlm 41
[18] Ibid, hlm 34. Lihat Mushlih Ar&Ade Mansyur, Belajar Ilmu Falak 1, Ihya Media Cilacap, 2001, hlm. 33, Maskufa,Ilmu Falak, hlm 44.
[19] Hari Murti, Makalah : Pembelajaran Rotasi dan Revolusi Bumi diintegrasikan dengan Al Qur’an
[20] Sabar Nurrohman, Modul 2Astronomi Prodi Pendidikan FMIPA UNY , Yogyakarta, hlm 13
[21] Paralaks adalah beda lihat terhadap suatu benda langit bila dilihat dari titik pusat bumi dengan dilihat dari permukaan bumi. Dalam ilmu falak diformulasikan dengan besarnya sudut antara dua garis yang ditarik dari benda langit ke titik pusat bumi dan garis yang ditarik dari benda langit yang bersangkutan ke mata peninjau di permukaan bumi. Paralaks selalu berubah-ubah harganya setiap saat tergantung pula dengan ketinggian benda langit itu dari ufuk. Semakin tinggi posisi benda langit dari ufuk semakin kecil pula harganya. (lihat. Muhyidin Khozin, Kamus Ilmu Falak , Buana Pustaka, Yogyakarta, 2005, hlm. 32)
[22] Kementerian Agama Republik Indonesia, Almanak Hisab Rukyat, Dirjen Bimas Kementerian Agama RI, 2010, hlm. 23.
[24] Nabhan Masputra, Makalah Perhitungan Waktu Sholat,,2010
[25] Suryadi Siregar, Modul Astronomi Bola, Simposium Guru, Makassar, 2008
[26] Muhyidin Khozin, Op.Cit hlm. 81
[27] Muhyidin Khozin, Kamus Ilmu Falak, hlm.24
[28] Ibid
[29] Ibid, hlm. 51
[30] Muhyidin Khozin, Ilmu Falak Praktis, hlm 67
[31] Eng. Rinto Anugraha, Makalah : Mekanika Benda Langit,
[32] Kementerian Agama RI, Almanak Hisab Rukyat, Dirjen Bimas Kemenag RI, 2010, hlm 262
[33] http://jayusmanfalak.blogspot.com/search/label/Jadwal%20salat
[34] Muhyidin Khozin,Ilmu Falak Praktis, Op.Cit. hlm 69
[35] Muhyidin Khozin, Ibid hlm 68.
[36] Ibnu Zahid Abdul Mu’id Makalah Waktu Sholat dan Cara Menghitungnya, , 20 Juli 2010. hlm. 01
[37] Eng. Rinto Anugraha, Makalah : Mekanika Benda Langit, hlm 76
[38] Ibnu Zahid Abdul Mu’id, Ibid hlm. 3. Di wilayah pulau jawa kejadian seperti ini hanya terjadi 2 kali dalam setahun yaitu terjadi pada tanggal 28 Februari sampai 4 Maret dan pada tanggal 9 sampai 14 Maret, yang dalam istilah jawa disebut dengan istilah tumbuk.
[39] Muhyidin Khozin,Ilmu Falak dalam teori dan Praktik, hlm 88
[40] Kementerian Agama RI, Lop. Cit. Lampiran hlm312
[41]Djakaria M Nur,  Ahmad Yani, Lop. Cit. hlm 43 
[43] Ibid, hlm 90
[44] Paralaks matahari dapat juga didefinisikan  sebagai sudut yang memisahkan titik pusat Bumi dengan tempat pengamat dilihat dari benda langit tersebut. Kementerian Agama RI, Almanak Ilmu Hisab, hlm.221
[45] Kerendahan Ufuk atau Dip adalah perbedaan kedudukan antara ufuk yang sebenarnya (hakiki) dengan ufuk yang terlihat (mar’i) oleh seorang pengamat. Dalam istilah astronomi disebut dengan Dip (kedalaman) yang dapat dihitung dengan rumus Dip = 0,0293√Tinggi Tempat dari permukaan laut. Hal ini disebabkan kerendahan ufuk mar’I lebih rendah dari pada ufuk hakiki (Muhyidin Khozin, Lop. Cit. hlm 138
[46] Refraksi adalah  pembiasan cahaya matahari yang dalam hal ini adalah atmosfer bumi. Semakin miring cahaya yang dating pada lapisan luar atmosfer, makin besar pula pengaruh pembiasan terhadap ketinggian benda tersebut. Penghitungan sudutnya diukur dari titik pengamat atau titik zenitnya. (Kementerian Agama RI, Lop.Cit.hlm 221).
[47] Semi Diameter Matahari adalah separuh dari diameter matahari yang dihitung dari kaki langit hingga sepanjang lingkaran tegak dari matahari. (Muhyidin Khozin,Lop.Cit. hlm 90).
[48] Fathurrohman Sani, Diktat Ilmu Astronomi dan Ilmu Falak 1, tanggal 23 Desember 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar