WARISAN
ILMU HISAB ABAD PERTENGAHAN (IBNU YUNUS)
Tak dapat dipungkiri, bahwa ilmu hisab
sangat terkait dengan ibadah utama, seperti shalat, puasa dan haji. Karena itu
sejak Islam datang, tegak dan menyebar ke seluruh penjuru dunia, ilmu astronomi
juga turut berkembang. Sumbangan yang diberikan ilmuwan muslim di bidang
astronomi pada abad pertengahan atau di masa-masa kejayaan Islam sangat besar.
Saat penulis menyimak sejumlah literatur
tentang warisan astronomi Islam di abad pertengahan, penulis menemukan warisan
yang kaya. Agak sedikit mengejutkan saat penulis menemukan bahwa sejumlah
ilmuwan Barat banyak menelaah warisan astronomi Islam dalam literatur ilmiah
modern (jurnal dan buku) seperti David King (Profesor Sejarah di Frankfurt
University, Jerman), Edward Stewart Kennedy, Jan P. Hogendijk (Utrecht) dan
lain-lain. Sebagai contoh, Prof. David King menulis buku “IN
SYNCHRONY WITH THE HEAVENS: Studies in Astronomical Timekeeping and
Instrumentation in Medieval Islamic Civilization”. Volume I
berjudul “The Call of the Muezzin” [1], sedangkan Volume II
berjudul “Instruments of Mass Calculation” [2].
Volume I tersebut yang tebalnya sekitar
1000 halaman banyak mengupas tentang tabel waktu-waktu Islam (sholat),
tabel ketinggian (altitude) dan bujur ekliptika
(longitude) matahari untuk lintang geografik (latitude)
tertentu, tabel ketinggian bintang (stellar), tabel azimuth
matahari, tabel deklinasi (declination) matahari, tabel
ketinggian pusat bola matahari, tabel untuk menghitung lama waktu di siang
hari, tabel menentukan waktu twilight untuk empat musim,
karya-karya astronom muslim dari berbagai belahan negeri seperti negeri Hijaz,
Yaman, Andalusia, Maghribi, Iraq, Syria, Mesir, bahkan karya sundial dari tanah
Jawa. Disajikan pula peran muazzin dan muwaqqit
(astronom profesional pada institusi keagamaan) dalam masyarakat Islam di masa
itu, sumbangan Syria dan Mesir pada berupa solusi astronomi secara universal,
orientasi seni arsitektur bangunan Islam dan kota-kota abad pertengahan, peta
dunia yang berpusat di Mekkah, praktek astronomi di masjid dan lain-lain.
Sementara itu, volume dua yang tak kalah tebalnya, banyak menyajikan informasi
tentang macam ragam alat astronomi yang digunakan astronom Islam seperti
astrolabe, quadrant, sundial, equatoria, kompas magnetik, pendulum dan
lain-lain.
Semuanya menunjukkan betapa kemajuan dan
sumbangan Islam pada masa itu bagi peradaban dunia. Sejauh kajian penulis
terhadap buku tersebut, tidak dijumpai hal-hal yang menyudutkan atau menyimpan
motivasi perang pemikiran kepada Islam. Buku tersebut banyak mengungkap warisan
astronom muslim dengan pendekatan saintifik matematik dan tingkat obyektifitas
juga cukup terjaga. Menurut hemat penulis, ada baiknya dan tiada salahnya untuk
meresume hasil riset dari buku tersebut untuk dipaparkan disini, mengingat hal
ini termasuk bagian dari hikmah, barang yang hilang dari kaum muslimin. Jika
kita menemukannya, mengutip sebuah ungkapan bijak, maka kitalah yang paling
berhak untuk memilikinya.

Di abad pertengahan, banyak sekali
nama-nama ilmuwan astronom Islam dan karya mereka dalam menyumbang peradaban
pada masa itu. Salah satu astronom muslim yang banyak melahirkan karya adalah
Abu’l Hasan ‘ali ibn ‘Abd al-Rahman atau yang lebih dikenal dengan nama Ibn
Yunus. Ibn Yunus adalah seorang astronom muslim abad 10 M yang berasal dari
Kairo. Beliau banyak mewarisi tabel-tabel astronomis, seperti pada Gambar 2, 3
dan 4. Gambar-gambar tersebut banyak bersumber dari sejumlah museum di negara
muslim, seperti Egyptian National Museum.



Gambar 4. Tabel Ibn Yunus tentang azimuth sebagai fungsi ketinggian (altitude) matahari saat equinox dan soltice. Dikutip dari [1].
(yaitu sebagai fungsi l
Ibn Yunus juga menyusun rumus waktu = a(h,
untuklketinggian
(altitude) matahari h dan bujur (longitude) matahari kota Kairo (lintang/latitude sebesar 30 N).
Ibn Yunus menggunakan nilai kemiringan sudut rotasi bumi terhadap bidang
ekliptika sebesar 23,5 derajat. Tabel fungsi waktu tersebut disusun untuk h =
1, 2, 3, …, 83 = 1, 2, …, 90 dan 181,
182, …, 270 derajat. Tabellderajat, dan tersebut
cukup akurat, walaupun terdapat beberapa error untuk altitude yang besar. Ibn
Yunus juga menyusun tabel yang disebut Kitab as-Samt berupa azimuth matahari
sebagai fungsi altitude dan longitude matahari untuk kota Kairo. Selain itu,
disusun pula tabel a(h) saat equinox untuk h = 1, 2, …, 60 derajat.
Tabel untuk menghitung lama siang hari
(length of daylight) juga disusun oleh Ibn Yunus. Beliau juga menyusun tabel
untuk menentukan azimuth matahari untuk kota Kairo (latitude 30 derajat) dan
Baghdad (latitude 33:25), tabel sinus untuk amplitude terbitnya matahari di
Kairo dan Baghdad. Ibn Yunus juga disebut sebagai kontributor utama untuk penyusunan
jadual waktu di Kairo.
Secara ringkas, sejumlah astronom muslim
lainnya adalah sebagai berikut. Al-Mizzi (Damaskus), Al-Khalili (Damaskus),
Ahmad Efendi (Istanbul), al-Kutubi (Kairo), Al-Karaki (Jerusalem), Shalih
Efendi (Istanbul), Husain Husni (Mekkah) serta Al-Tanthawi (Damaskus) menyusun
tabel waktu sebagai fungsi altitude dan longitude matahari untuk latitude
tertentu. Tabel waktu sebagai fungsi altitude meridian untuk latitude tertentu
dibuat oleh ‘Ali ibn Amajur (Baghdad), Al-Tusi (Maroko), dan Taqi al-Din
(Istanbul). Tabel waktu untuk terbit matahari atau bintang tetap untuk seluruh
latitude disusun oleh Najmuddin al-Mishri (Kairo). Tabel waktu malam sebagai
fungsi right ascension bintang untuk latitude tertentu disusun oleh Syihabuddin
al-Halabi (Damaskus) dan Muhammad ibn Katib Sinan (Istanbul).
Tabel-tabel penting lainnya yang
menyingkap pergerakan dan altitude matahari dan bintang juga disusun oleh Abul
‘Uqul (Taiz), Ibn Dair (Yaman), al-Battani (Raqqa), Sa’id ibn Khafif
(Samarkand), Ibn al-‘Adami (Baghdad), Al-Marrakushi (Kairo), Muhyiddin
al-Maghribi (Maroko), Husain Qus’a (Tunisia), Najmuddin al-Mishri (Kairo),
al-Salihi (Syria), al-Khalili (Syria), Abu al-Wafa (Baghdad) dan lain-lain.
Jenis tabel-tabel lain yang juga disusun
adalah tabel sinus deklinasi matahari oleh al-Khalili (Syria), Ridwan Efendi
(Kairo) dan Taqi al-Din (Istanbul). Tabel cosinus deklinasi matahari oleh
Habash (Baghdad), ‘Abdallah al-Halabi (Aleppo)
dan
sejumlah penyusun anonim dari Tunisia, Kairo dan Baghdad.
Gambar 5. Tabel Abul ‘Uqul (Taiz) yang
menyajikan waktu sejak terbit matahari dan sudut waktu (hour angle) untuk
altitude 35 derajat. Dikutip dari [1].

Sementara itu sejumlah alat-alat astronomi
yang digunakan ilmuwan muslim abad pertengahan diantaranya adalah astrolabe.
Astrolabe adalah instrumen astronomi untuk menentukan waktu dan posisi
matahari, bintang, bulan dan planet. Meski astrolabe sudah dibuat orang sekitar
abad ke 4, namun pengembangannya lebih maju terjadi di dunia Islam. Astrolabe
tertua yang pernah dikenal orang berasal dari Baghdad pada sekitar akhir
abad
9 atau 10 M, seperti disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Astrolabe Baghdad pada abad 9
atau 10 M yang termasuk tertua di dunia. 
Dikutip dari [2].
Instrumen lainnya yang banyak digunakan
astronom muslim adalah quadrant, seperti disajikan pada Gambar 8. Quadrant
adalah alat yang digunakan untuk mengukur sudut sampai dengan 90 derajat.
Menurut King, ada empat jenis quadrant dalam astronomi Islam, yaitu quadrant
sinus untuk menyelesaikan problem trigonometri, quadrant universal untuk
menyelesaikan problem astronomi pada sembarang lintang, horary quadrant yang
berkaitan dengan waktu dan matahari, serta astrolabe quadrant yang bersumber
dari astrolabe.

Rasanya, melimpahnya warisan ilmuwan
astronom muslim khususnya pada abad keemasan Islam tidak cukup disajikan hanya
dalam beberapa halaman ini. Insya Allah pada kesempatan lain, penulis akan
lebih banyak lagi mengupas profil astronom muslim berikut karya mereka. Yang
penting bagi kita adalah bagaimana kita mampu mewarisi semangat mereka dalam
mempelajari ilmu pengetahuan di alam semesta dengan dorongan dan semangat Islam
serta menjadikan segala aktivitas keilmuan tersebut sebagai ibadah kepada Allah
SWT. Dengan demikian, ummat Islam sebagai rahmatan lil’alamin dapat turut serta
menyumbangkan karyanya bagi kemajuan peradaban dunia.
Dr. Rinto Anugraha, Dosen Fisika FMIPA UGM Yogyakarta. Saat ini tinggal di
Fukuoka, sebagai peneliti postdoktoral JSPS di Kyushu University, Japan sampai
dengan September 2010. Email rinto74 (at) yahoo (dot) com
Referensi:
[1] David A. King, In Synchrony with the Heavens, Studies in Astronomical Timekeeping and Instrumentation in Medieval Islamic Civilization. Volume One: The Call of the Muezzin, Brill, Leiden, 2004.
[2] David A. King, In Synchrony with the Heavens, Studies in Astronomical Timekeeping and Instrumentation in Medieval Islamic Civilization. Volume Two: Instruments of Mass Calculations, Brill, Leiden, 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar