Senin, 26 Mei 2014

Fajar ( Lutfi Fuadi)

BAB I
PENDAHULUAN

Shalat adalah ibadah yang tidak bisa ditinggalkan, baik dalam keadaan apapun dan tidak ada istilah dispensasi. Shalat merupakan kewajiban bagi seluruh umat muslim dan merupakan perintah langsung dari Allah SWT yang diberikan kepada Nabi Agung Muhammad SAW, ketika melaksanakan misi suci yaitu isra’ mi’raj yang terjadi pada tanggal 27 Rajab 12 tahun sesudah kenabian.
Dalam peristiwa tersebut, Allah SWT memberikan tanggungjawab kepada manusia khususnya umat Nabi Muhammad SAW untuk melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari semalam. Sebenarnya pelaksanaan ibadah sudah ada sejak zaman nabi-nabi terdahulu, hanya saja jumlah rakaat, tatacara dan waktunya berbeda-beda. Sebagai contoh shalatnya Nabi Sulaiman AS yang melaksanakan shalat dengan cara berdiri tegak.
Dalam menunaikan shalat, kaum muslimin terikat dengan waktu-waktu masuk dan waktu selesai dari shalat tersebut. Oleh karena itu shalat dikatakan ibadah muwaqqat (ibadah yang terikat dengan waktu / masa). Sesuai dengan firman Allah SWT.
#sŒÎ*sù ÞOçFøŠŸÒs% no4qn=¢Á9$# (#rãà2øŒ$$sù ©!$# $VJ»uŠÏ% #YŠqãèè%ur 4n?tãur öNà6Î/qãZã_ 4 #sŒÎ*sù öNçGYtRù'yJôÛ$# (#qßJŠÏ%r'sù no4qn=¢Á9$# 4 ¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã šúüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B ÇÊÉÌÈ  
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (QS. An-Nisa’ [4] : 103)

Konsekuensi logis dari ayat ini adalam shalat (lima waktu) tidak bisa dilakukan dalam sembarang waktu, tetapi harus mengikuti atau berdasarkan dalil-dalil dari al-Qur’an dan Hadits. Ini terbukti dalam lafadz كتابا موقوتا yang berarti ditentukan waktu-waktunya.
Salah satu waktu-waktu shalat adalah shubuh, awal waktu shubuh ini sangat istimewa karena berkenaan dengan fajar atau twilight. Fajar ini sendiri sering diperdebatkan oleh para ulama’, mengenai apa yang dinamakan fajar, kapan fajar itu muncul, apa ciri-ciri fajar, dan lain-lain.
Oleh karena itu penulis disini akan membahas sedikit tentang apa itu fajar, kapan waktu terjadinya fajar, macam-macam fajar dan apa ciri-ciri fajar dari sisi fiqh dan hadits.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN FAJAR  
Yang dinamakan fajar adalah cahaya pagi (bahasa)[1]. Jadi yang dinamakan fajar adalah cahaya pagi yang bersinar di ufuk timur saat akan terbitnya matahari yang berwarna merah keputih-putihan. Fajar terbagi atas dua macam, yaitu fajar kadzib dan fajar shadiq.
Secara bahasa kata shadiq artinya ”benar / sebenarnya”, sedangkan kata kadzib artinya ”bohong / bohongan”. Sekilas dari kata ini dapat kita pahami bahwa fajar shadiq berkaitan dengan cahaya matahari yang sebenarnya, yakni terkait dengan peredaran waktu, sedangkan fajar kadzib berkaitan dengan cahaya yang bila kita salah menafsirkannya bisa tertipu[2].
Berkenaan dengan fajar shadiq dan fajar kadzib, ada beberapa hadits yang diriwayatkan al-Hakim yang berbunyi :
حَدَّثَنَاهُ أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَاتِمٍ الدَّارَبَرْدِيِّ، بِمَرْوَ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوْحٍ الْمَدَائِنِيُّ، ثنا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَنْبَأَ ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ ثَوْبَانَ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " الْفَجْرُ فَجْرَانِ: فَأَمَّا الْفَجْرُ الَّذِي يَكُونُ كَذَنَبِ السَّرْحَانِ فَلَا تَحِلُّ الصَّلَاةُ فِيهِ وَلَا يَحْرُمُ الطَّعَامُ، وَأَمَّا الَّذِي يَذْهَبُ مُسْتَطِيلًا فِي الْأُفُقِ فَإِنَّهُ يُحِلُّ الصَّلَاةَ، وَيُحَرِّمُ الطَّعَامَ "
“Mengabarkan kepada kami Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Hatim Ad-Darabardi di daerah Marwa, menceritakan kepada kami Abdullah bin Rauh Al-Madaini, menceritakan kepada kami Yazid bin Harun, mengabarkan kepada kami Ibnu Abi Dzi’bin dari Al-Harits bin Abdur Rahman, dari Muhammad bin Abdurrahman bin Tsauban, dari Jabir bin Abdillah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,” Fajar itu ada dua, adapun fajar yang bentuknya seperti ekor serigala, maka tidak menghalalkan shalat dan tidak mengharamkan makan, adapun yang bentuknya memanjang di ufuk, maka inilah yang menghalalkan shalat dan mengharamkan makan.”[3]

Dalam hadits diatas sangat jelas disebutkan ”seperti ekor serigala”, yakni panjang dan berbulu dalam posisi vertikal (memanjang dari timur ke barat), yang selanjutnya oleh para ulama’ dinamakan fajar kadzib. Menilik dari bentuknya yang memanjang dan ”seperti” berbulu mirip ekor serigala.
Sedangkan mengenai fajar shadiq sangat jelas Alloh SWT. memberi petunjuk kepada kita tentang indikator warna putih dan hitam, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Baqarah 187 yang berbunyi :
...#qè=ä.ur (#qç/uŽõ°$#ur 4Ó®Lym tû¨üt7oKtƒ ãNä3s9 äÝøsƒø:$# âÙuö/F{$# z`ÏB ÅÝøsƒø:$# ÏŠuqóF{$# z`ÏB ̍ôfxÿø9$# ...
“…Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar… “ (QS. Al-Baqarah: 187)

Dari ayat ini dapat kita pahami bahwa alat ukur yang menentukan batas awal terbitnya fajar adalah ”penglihatan mata manusia (normal)” yang mampu membedakan warna paling elementer, yakni putih dan hitam. Dan itu bisa dilakukan mata normal hanya dengan bantuan sedikit cahaya.
Sedang dalam kitab al-Mishbah al-Munir, karya al-Faryumi berpendapat bahwa fajar shadiq dengan definisi "وَهُوَ الْمُسْتَطِيرُ وَيَبْدُو سَاطِعًا يَمْلَأُ الْأُفُقَ بِبَيَاضِهِ" yang berarti fajar shadiq adalah yang membentang dan nampak horizontal yang memenuhi ufuk dengan cahaya putihnya[4].
Selain batas awal terbitnya fajar adalah dengan penglihatan mata manusia, ada cara yang lain yaitu dari hadits yang menjelaskan fenomena alam yang berdampak kecerahan penglihatan manusia dalam mengamati wajah orang-orang disekitar. Didasarkan pada hadits dari ’Aisyah yang diriwayatkan Bukhori Muslim, yang berbunyi sebagai berikut:
كُنَّا نِسَاءُ الْمُؤْمِنَاتِ يَشْهَدْنَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم صَلاَةَ الْفَجْرِ مُتَعَلِّفَاتٍ بِمُرُوْطِهِنَّ، ثُمَّ يَنْقَلِبْنَ إِلَى بُيُوْتِهِنَّ حِيْنَ يَقْضِيْنَ الصَّلاَةَ لاَ يَعْرِفُهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الْغَلَسِ
“Kami wanita-wanita mukminah ikut menghadiri shalat fajar bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan berselimut (menyelubungi tubuh) dengan kain-kain kami, kemudian mereka (para wanita tersebut) kembali ke rumah-rumah mereka ketika mereka selesai menunaikan shalat dalam keadaan tidak ada seorang pun mengenali mereka karena waktu ghalas (sisa gelapnya malam).”[5]

Dari hadits diatas dapat dipahami bahwa orang-orang yang keluar setelah melaksanakan shalat shubuh pun masih belum mengenali satu sama lain, yang berarti bahwa fajar yang muncul belum begitu kuat cahaya yang dipancarkan kepada mata kita.

B.     WAKTU SHALAT SHUBUH
Allah berfirman dalam firman-Nya :
...¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã šúüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B ÇÊÉÌÈ  
“… Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”[6]

Adapun awal masuknya waktu shalat shubuh adalah dengan munnculnya fajar shadiq, ini berdasarkan kesepakatan para ulama. sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Abu Hurairah ra. Nabi SAW biasa mengerjakan shalat ini di waktu ghalas, bahkan terkadang beliau selesai dari shalat fajar dalam keadaan alam sekitar masih gelap (waktu ghalas), sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Aisyah ra.:
كُنَّا نِسَاءُ الْمُؤْمِنَاتِ يَشْهَدْنَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم صَلاَةَ الْفَجْرِ مُتَعَلِّفَاتٍ بِمُرُوْطِهِنَّ، ثُمَّ يَنْقَلِبْنَ إِلَى بُيُوْتِهِنَّ حِيْنَ يَقْضِيْنَ الصَّلاَةَ لاَ يَعْرِفُهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الْغَلَسِ
“Kami wanita-wanita mukminah ikut menghadiri shalat fajar bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan berselimut (menyelubungi tubuh) dengan kain-kain kami, kemudian mereka (para wanita tersebut) kembali ke rumah-rumah mereka ketika mereka selesai menunaikan shalat dalam keadaan tidak ada seorang pun mengenali mereka karena waktu ghalas (sisa gelapnya malam).”[7]

وَلِمُسْلِمٍ مِنْ حَدِيثِ أَبِي مُوسَى: ( فَأَقَامَ اَلْفَجْرَ حِينَ اِنْشَقَّ اَلْفَجْرُ وَالنَّاسُ لَا يَكَادُ يَعْرِفُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا )
“Menurut Muslim dari hadits Abu Musa: Beliau menunaikan shalat Shubuh pada waktu fajar terbit di saat orang-orang hampir tidak mengenal satu sama lain”.[8]

Setelah fajar dan waktu shalat shubuh diungkapkan berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits, fajar shadiq lebih banyak mengarah kepada sudut astronomi.
Prof Thomas Djamaluddin, mengatakan : “Fajar kidzib memang bukan fajar dalam pemahaman umum, yang secara astronomi disebut cahaya zodiak. Cahaya zodiak disebabkan oleh hamburan cahaya matahari oleh debu-debu antarplanet yang tersebar di bidang ekliptika yang tampak di langit melintasi rangkaian zodiak (rangkaian rasi bintang yang tampaknya dilalui matahari). Oleh karenanya fajar kidzib tampak menjulur ke atas seperti ekor srigala, yang arahnya sesuai dengan arah ekliptika. Fajar kidzib muncul sebelum fajar shadiq ketika malam masih gelap.
Fajar shadiq adalah hamburan cahaya matahari oleh partikel-partikel di udara yang melingkupi bumi. Dalam bahasa Al-Quran fenomena itu diibaratkan dengan ungkapan “terang bagimu benang putih dari benang hitam”, yaitu peralihan dari gelap malam (hitam) menunju munculnya cahaya (putih). Dalam bahasa fisika hitam bermakna tidak ada cahaya yang dipancarkan, dan putih bermakna ada cahaya yang dipancarkan. Karena sumber cahaya itu dari matahari dan penghamburnya adalah udara, maka cahaya fajar melintang di sepanjang ufuk (horizon, kaki langit). Itu pertanda akhir malam, menjelang matahari terbit. Semakin matahari mendekati ufuk, semakin terang fajar shadiq. Jadi, batasan yang bisa digunakan adalah jarak matahari di bawah ufuk. Secara astronomi, fajar (morning twilight) dibagi menjadi tiga: fajar astronomi, fajar nautika, dan fajar sipil. Fajar astronomi didefinisikan sebagai akhir malam, ketika cahaya bintang mulai meredup karena mulai munculnya hamburan cahaya matahari. Biasanya didefinisikan berdasarkan kurva cahaya, fajar astronomi ketika matahari berada sekitar 18° di bawah ufuk. Fajar nautika adalah fajar yang menampakkan ufuk bagi para pelaut, pada saat matahari berada sekitar 12° di bawah ufuk. Fajar sipil adalah fajar yang mulai menampakkan benda-benda di sekitar kita, pada saat matahari berada sekitar 6° [9].
Dari penuturan Prof. T. Djamaluddin diatas dapat disimpulkan bahwa yang dinamakan fajar Shadiq adalah hamburan cahaya matahari oleh partikel-partikel di udara yang melingkupi bumi. Kemudian secara astronomi fajar atau twilight terbagi menjadi tiga, yaitu: fajar astronomi, fajar nautika, dan fajar sipil, yang kesemuanya didasarkan pada ketinggian matahari dari ufuk dalam satuan sudut busur derajat.





BAB III
PENUTUP

Dari beberapa pembahasan diatas, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:
1.      Penentuan batas awal waktu shalat dan akhirnya adalah sangat berkenaan erat dengan fenomena pergerakan semu matahari harian, mulai terbit, zawal, tenggelam, senja dan fajar.
2.      Batas awal waktu shalat shubuh adalah sejak munculnya fajar shadiq. Dan akhirnya adalah karena terbitnya matahari (piringan atas matahari menyentuh ufuk / horizon).
3.      Fajar ada dua macam, fajar shadiq (fajar sejati) dan fajar kadzib (fajar semu).
4.      Secara astronomi fajar (twilight) terbagi menjadi 3, yaitu astronomical twilight, nautical twilight dan civil twilight. Yang kesemuanya ditentukan dengan satuan busur derajat.   






DAFTAR PUSTAKA
Maktabah Syamilah. Maktab Dakwah Raudhoh.
Qasim, Nizar Mahmud, al-Ma’ayuir fiqhiyyah wal falakiyyah fii I’dad at-Taqawim al-Hijriyyah. Beirut-Lebanon ; Daar al-Basya’ir al-Islamiyyah. 1983 M.
Sany, Fathurrahman. Fajar Kadzib, Fajar Shadiq dan Awal Waktu Shubuh, Tebuireng. 2009.
http://sites.google.com/site/rukunke2/home/seputar-shalat/waktu-waktu-shalat
http://tdjamaluddin2.wordpress.com/2009/08/19/ waktu-shubuh-ditinjau-dari-dalil-syar’i-dan-astronomi





 

 


FIKIH WAKTU SHALAT
(KAJIAN TENTANG SYAFAQ / FAJAR)


Diajukan guna memenuhi salahsatu tugas
Pada matakuliah Fikih al-Miqat

Dosen Pengampu :
DR. H Abd. Salam Nawawi, M.Ag





Oleh:
Lutfi Fuadi, S.HI

PROGRAM PASCASARJANA HUKUM ISLAM
UNIVERSITAS SUNAN GIRI
SURABAYA

 
2013



[1] Fajar adalah cahaya merah matahari dalam kegelapan malam. Lihat kamus al-Muhith, tema shubuh, fajar. Nizar Mahmud Qasim, al-Ma’ayuir fiqhiyyah wal falakiyyah fii I’dad at-Taqawim al-Hijriyyah. Beirut-Lebanon ; Daar al-Basya’ir al-Islamiyyah. 1983 M, hal. 45
[2] Disampaikan saat Seminar Semiloka Arah Kiblat dan Awal Waktu Shubuh, Tebuireng 09-10 April 2009. Fathurrahman Sany, Fajar Kadzib, Fajar Shadiq dan Awal Waktu Shubuh, Tebuireng. 2009. Hal. 2
[3] HR. Al-Hakim dalam Mustadrak ala shahihain Juz 1 hal 304, no 688
[4] Keterangan dari Kitab Al-Mishbahul Munir fi Gharib Asy-Syarhil Kabir juz II, hal 462
[5] HR. Al-Bukhari no. 578 dan Muslim no. 1455. Maktabah Syamilah. Maktab Dakwah Raudhoh.
[6] Surat an-Nisa’ [4] : 103
[7] HR. Al-Bukhari no. 578 dan Muslim no. 1455 Op.cit
[8] Diunduh dari http://sites.google.com/site/rukunke2/home/seputar-shalat/waktu-waktu-shalat
[9] Diunduh dari http://tdjamaluddin2.wordpress.com/2009/08/19/ waktu-shubuh-ditinjau-dari-dalil-syar’i-dan-astronomi 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar