FIQIH TAQWIM
ISLAM
(KAJIAN TENTANG FIQIH PERSIS DAN HIZBUT TAHRIR)
A. Pendahuluan
Waktu yang terus berjalan seolah tak
terkendalikan dan tak pernah memperdulikan, membuat semua akan tergilas oleh
waktu. Hanya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berilmu pengetahuan, orang-orang
yang senantiasa beramal shaleh, orang-orang yang senantiasa berada di jalan
yang benar dan orang-orang yang senantiasa bersabar akan selalu hidup sepanjang
waktu walaupun telah tiada dipanggil oleh Sang Pencipta.
Perputaran matahari semu mengelilingi bumi
telah memunculkan kalender sistem syamsiyah (solar system kalender). Sedangkan
gerak bulan mengelilingi bumi (gerak sebenarnya) telah memunculkan kalender
sistem kamariyah (lunar system kalender).
Kalender yang dipakai oleh umat manusia hingga
saat ini, pada dasarnya berkisar di antara 3 sistem, yaitu sistem syamsiyah
(solar system), sistem kamariyah (lunar system) dan sistem kamariyah syamsiyah
(luni-solar system). Kalender lunar system di antaranya
dapat dijumpai dalam kalender Hijriyah atau kalender Islam dan kalender Jawa
Islam. Untuk kalender solar system di antaranya dapat dijumpai dalam
kalender Mesir Kuno, kalender Romawi Kuno, kalender Jepang, kalender Maya,
kalender Saka, dan kalender Masehi. Sedangkan kalender luni-solar system
di antaranya dapat dijumpai dalam kalender Babilonia, kalender Cina, dan
kalender Yahudi.
Dalam semua
sistem kalender tidak ada perbedaan pendapat dalam penetapan awal bulan dan
awal tahun, hanya dalam kalender hijriyah yang sering terjadi perbedaan, itupun
hanya terjadi di Indonesia.[1]
Dalil
perintah untuk mulai berpuasa atau mengakhiri puasa adalah sebagai berikut:
“Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah kalian karena melihatnya (hilal). Apabila pandangan kalian terhalang mendung, maka hitunglah tiga puluh hari” (HR.Muslim, dari Abu Hurairah ra.)
Pengertian melihat hilal ini memiliki penafsiran yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan mata telanjang dan ada yang melihat dengan menggunakan peralatan. Untuk mendukung hal tersebut juga dilakukan perhitungan atau Hisab. Perbedaan ini menghasilkan beberapa teori yang berbeda-beda.
“Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah kalian karena melihatnya (hilal). Apabila pandangan kalian terhalang mendung, maka hitunglah tiga puluh hari” (HR.Muslim, dari Abu Hurairah ra.)
Pengertian melihat hilal ini memiliki penafsiran yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan mata telanjang dan ada yang melihat dengan menggunakan peralatan. Untuk mendukung hal tersebut juga dilakukan perhitungan atau Hisab. Perbedaan ini menghasilkan beberapa teori yang berbeda-beda.
Perbedaan ini merupakan fitrah Allah yang sudah ditetapkan, bahwa planet berputar pada garis edarnya. Bumi yang berputar pada porosnya
sehingga menghasilkan siang dan malam,
dan pada saat yang bersamaan bulan berputar mengelilingi bumi dengan kecepatan yang tidak sama
dengan perputaran bumi pada porosnya, sehingga
menghasilkan bentuk bulan yang berubah-ubah sehingga dapat dijadikan informasi yang dipakai dalam perhitungan kalender. Dan dalam makalah ini penulis mencoba sedikit mengulas sudut pandang dan kriteria yang digunakan
organisasi persatuan Islam (Persis) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam
penentuan awal Bulan Kalender Hijriyah.[2]
B.
Persatuan Islam (Persis)
Persatuan Islam (persis)
merupakan organisasi Islam di Indonesia yang mempunyai tujuan utama untuk
memberlakukan hukum Islam berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadis di masyarakat. Persis didirikan di Bandung pada tanggal 17
September 1923 oleh KH Zamzam, yang berasal dari Palembang. Organisasi ini berusaha keras untuk
mengembalikan kaum muslimin kepada Al-Qur’an dan Hadis, menghidupkan Jihad dan
Ijtihad, membasmi bid’ah, khurafat, takhayul, taklid dan syirik, memperluas
tabligh dan dakwah Islam kepada segenap masyarakat, mendirikan pesantren dan
sekolah untuk mendidik kader Islam. Persis mempunyai Dewan Hisbah yang
bertugas menyelidiki dan menetapkan hukum Islam berdasarkan Al-Qur’an dan
Hadis, kemudin mewajibkan Pusat Pimpinan untuk menyiarkannya. Persis dengan
mubalighnya yang berpikiran modern dan tajam lidah telah menggemparkan dunia
Islam dalam membasmi bid’ah.
Organisasi ini semakin memperlihatkan bentuknya yang jelas setelah masuknya Ahmad Hasan pada
tahun 1926 dan Mohammad Natsir pada tahun 1927. Organisasi ini menerbitkan
risalah dan majalah, antara lain: Pembela
Islam (1929-935), al-Fatawa(1933-1935), Soal Jawab(1931-1940),
al-Lisan(1935-942) ,at-Taqwa (dalam bahasa Sunda 1937-1941), Lasykar Islam
(1937), dan al-Hikmah (1939).
Pada tahun 1940 Ahmad Hasan beserta 25 muridnya pindah ke
Bangil, Jawa Timur, dan Pesantren yang ada di Bandung di lanjutkan oleh KH E. Abdurrahman.
Pada masa penjajahan Jepang, organisasi ini kurang berkembang karena menentang
kebijaksanaan penjajah yang menyuruh melakukan Sei kerei, yaitu memberi hormat kepada kaisar Jepang dengan cara
membungkukkan badan 90o kearah
Tokyo.
Pada tanggal 8 november 1945, Persis turut membidani
lahirnya Masyumi di Yogyakarta, sebagai wadah politik umat Islam di Indonesia. Persis
menjadi anggota istimewa di dalam Masyumi di samping Muhammadiyah dan Nahdlatul
Ulama. Sejak itu, Persis aktif di bidang politik. KH Isa Anshari sebagai ketua
Persis pada waktu itu ditunjuk sebagai ketua partai Masyumi wilayah Jawa Barat
(1950-1954), dan pernah pula di tunjuk sebagai anggota Dewan Pimpinan Masyumi
tahun 1954-1960. Sejak Masyumi membubarkan diri pada tanggal 13 September 1960,
Persis tidak aktif lagi di bidang politik. Mengeluarkan Tausiah (fatwa) yang melarang semua anggota dan pesantren serta
Ustadz untuk aktif di bidang politik praktis.
Pada masa kepemimpinan KH Isa Anshari, ia dapat
mempersatukan Ahmad Hasan, pimpinan Pesantren Bangil, dengan KH E. Abdurrahman,
pimpinan Pesantren Persis Bandung, sehingga pemikiran mereka bisa dijadikan
bahan pertimbangan bagi kebijaksanaan yang hendak di ambil. Ketika Ahmad Hasan wafat, kepemimpinan
Pesantren Bangil di serahkan kepada putranya A.Qadir Hasan, KH E. Abdurrahman
menjadi ketua umum Persis, dengan merangkap sebagai pimpinan Pesantren Bandung.
Beberapa pemikiran dasar Persis dalam masalah-masalah
berikut adalah:
1) Sumber pokok ajaran: Al-Qur’an dan
hadis
2) Teologi: Allah mempunyai sifat yang
13
3) Fiqih: tidak berdasarkan suatu
mahzab, tetapi berdasarkan Al-Qur’an dan hadis
4) Akhlak: berdasar Al-Qur’an dan hadis
5) Filsafat: paduan ayat Al-Qur’an
tentang ketuhanan, alam semesta dan manusia dengan pendapat ahli modern
6) Tasawuf: tidak jauh menyimpang dari
rasio yang sangat di perlukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
7) Tarikh: zaman Rasulullah saw dan al-Khulafa’ ar-Rasyidin adalah masa yang
di anggap menggambarkan Islam yang sebenarnya.[3]
Pada masa kini Persis berjuang menyesuaikan diri dengan
kebutuhan umat pada masanya yang lebih realistis dan kritis. Gerak perjuangan
Persis tidak terbatas pada persoalan persoalan ibadah dalam arti sempit, tetapi
meluas kepada persoalan-persoalan strategis yang dibutuhkan oleh umat Islam
terutama pada urusan mu’amalah dan peningkatan pengkajian pemikiran keislaman.[4]
Dalam masalah penetapan awal bulan Kamariyah,
Persis merupakan penganut Mazhab Hisab yang diprakarsai oleh Muhammadiyah,
yaitu kriteria wujudul hilal. Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan
(kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: Ijtimak (konjungsi) telah
terjadi sebelum Matahari terbenam (ijtima’ qablal ghurub), dan Bulan terbenam setelah
Matahari terbenam (moonset after sunset); maka pada petang hari tersebut
dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapapun
sudut ketinggian (altitude) Bulan saat Matahari terbenam. Akan tetapi mulai tahun 2000, Persis
sudah tidak menggunakan kriteria wujudul-hilal lagi, tetapi menggunakan metode
hisab dengan kriteria Imkanur rukyat.
Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah, dengan prinsip: awal bulan (kalender) Hijriyah terjadi jika:
Pada saat Matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas cakrawala minimum 2, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-Matahari minimum 3, atau Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung sejak ijtimak. Secara bahasa, Imkanur Rukyat adalah mempertimbangkan kemungkinan terlihatnya hilal.[5]
Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah, dengan prinsip: awal bulan (kalender) Hijriyah terjadi jika:
Pada saat Matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas cakrawala minimum 2, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-Matahari minimum 3, atau Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung sejak ijtimak. Secara bahasa, Imkanur Rukyat adalah mempertimbangkan kemungkinan terlihatnya hilal.[5]
Sedangkan dasar hukum atas penetapan awal
bulan Qomariyah menurut persis ini (dengan hisab) sebenarnya tidak jauh beda
dengan dasar hukum yang digunakan Pemerintah maupun ormas lain. Yaitu QS.
2;189, 36;39-40, 10;5, 6;96, 9;36, dan hadis-hadis hisab rukyah.[6]
Di antara dalil syar’i yang dipergunakan Persis dalam penentuan awal bulan
kamariyah adalah Hadis Nabi Muhammad saw:
صُومُواْ لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ
غُبِيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُواْ عِدَّةَ
شَعْبَانَ ثَلَاثِيْنَ
Artinya
:”Saumlah karena rukyat dan berbukalah karena rukyat , maka jika terhalang atas
kamu sekalian sempurnakanlah bilangan bulan Syaban menjadi tiga puluh
hari” .
Dengan mengartikan rukyat sebagai melihat hilal dengan mata kepala (bi
al-fi’li) yang dipadukan dengan mata ilmu (bi al-‘ilmi) yaitu hisab.
C. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
Tahun 1928 : Berdiri Organisasi Ikhwanul Muslimin Mesir oleh
Syaikh Hasan Al-Banna seorang moderat dan berhasil mengakomodasi kelompok
salafy yang wahabi, tradisional maupun pembaharu.
Tandhimul Jihad : Dalam Ikhwanul Muslimin ada lembaga
bernama Tandhimul Jihad institusi jihad yang sangat rahasia dilatih militer
hingga doktrinnya kesetiaan seperti terikat kepada mursyid.
Tahun 1948 : Israel mempermaklumkan Negara, maka terjadi
perang. Tandhimul Jihad ikut dalam perang ini. Tapi karena Arab kalah,
Tandhimul Jihad kemudian kembali ke Mesir, Dari kelompok Tandhimul Jihad inilah
kemudian Taqiyuddin Nabhani mendirikan Hizbut Tahrir. karena antara Hasan
AI-Banna dan Taqiyuddin terjadi perbedaan pendapat. Pada 1949 : Hasan Al-Banna
meninggal dunia. Sedang Taqiyuddin terus berkampanye di kelompoknya di Syria,
Libanon dan Yordania.
Tahun 1953: Taqiyuddin
mendirikan Hizbut Tahrir artinya, partai pembebasan di
Yerussalem. Dari sinilah mulanya ideologi khilafah Islamiyah.
OT: Di Lebanon, Yordania maupun Syiria ahirnya berdiri
negara nasionalis, negara sosialis, Hizbut Tahrir kemudian menjadi organisasi terlarang
(OT). Tapi mereka berhasil menyusup ke tentara, organisasi, hingga parlemen
dengan menyembunyikan identitasnya. Dari situlah kemudian terjadi upaya-upaya
untuk melakukan kudeta terhadap pemerintah yang sah.
Masuk Indonesia : Melalui mahasiswa yang belajar di Mesir.
Pola ikhwan, Salafy, Hizbut Tahrir dikembangkan. Mereka bergerak lewat
mahasiswanya yang dinamakan usrah (keluarga) yang terdiri anatar 7 sampai 10
orang, kelompok ini mengatasi hingga kebutuhan kehidupan sehari-harl.
Jadi mereka tak hanya bergerak di bidang politik.[7]
Dalam hal penentuan awal bulan Kamariyah, kelompok
Hizbut Tahrir mengikuti pendapat yang menyatakan bahwa hasil rukyah di suatu
tempat berlaku untuk seluruh dunia, tanpa memperhatikan perbedaan geografis dan
batas-batas daerah kekuasaan (mathla’). Pemikiran inilah yang terkenal
dengan rukyah internasional (mathla’ global). Di dalam wacana fiqih disebut
dengan teori Ittifaqul Mathali’ yang disusun oleh madzhab Hanafi,
Maliki, dan Hambali. Menurut teori ittifaqul mathali’, peristiwa terbit hilal
yang dapat diindera dari suatu kawasan di bumi tertentu mengikat seluruh
kawasan bumi lainnya di dalam mengawali dan menyudahi puasa ramadhan. Jumhur
fuqaha’ mewajibkan seluruh kaum muslimin mengikuti rukyat tersebut. Karena
menurut mereka, belahan bumi berada dalam satu kesatuan mathla’.[8]
Dasarnya
صُومُواْ لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ
غُبِيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُواْ عِدَّةَ
شَعْبَانَ ثَلَاثِيْنَ
Artinya
:”Saumlah karena rukyat dan berbukalah karena rukyat , maka jika terhalang atas
kamu sekalian sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh
hari” .
Hadis-hadis
yang semakna dengan hadis tersebut diantaranya: (Muslim,t.th: juz II : 762), (Muslim,t.th: juz II : 759), (Muslim,t.th: juz II : 760), (Turmużi, t.th : juz III : 68),
(Turmużi, t.th : juz III : 72), (Nasa’i, 1991: juz II : 70), (Nasa’i, 1991: juz II : 71), (Nasa’i, 1991: juz II : 72), (Nasa’i, 1991: juz II : 85), pada hadist lain kalimat Faakmilú diganti dengan kalimat Faqdurú lah
(Bukharī,1407: juz II : 674)
Menurut pandangan rukyat yang
berlaku global, صُومُواْ dalam hadits
tersebut ditujukan
kepada seluruh umat. Karena itu apabila
salah seorang dari mereka sudah ada yang merukyat hilal, di belahan bumi
manapun ia, maka rukyatnya itu berlaku juga bagi mereka seluruhnya.
D.
Kesimpulan
1. Persatuan Islam
(Persis) adalah organisasi Islam di Indonesia yang didirikan di Bandung, pada
tanggal 17 September 1923 oleh KH. Zamzam. Dalam hal penentuan awal bulan
Kamariyah, Persis menganut madzhab hisab dengan kriteria wujudul hilal. Akan
tetapi mulai tahun 2000, persis sudah tidak menggunakan wujudul hilal lagi,
tetapi menggunakan metode hisab dengan kriteria imkanur rukyah.
2. Hizbut Tahrir
merupakan organisasi Islam yang didirikan pada tahun 1953 oleh Taqiyuddin
Nabhani. Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia melalui mahasiswa yang belajar di
Mesir. Dalam masalah penentuan awal bulan Kamariyah, kelompok ini mengikuti
teori ittifaqul mathali’ (matla’ global / rukyat internasional).
3. Pada dasarnya ayat
dan hadits-hadits hisab rukyat yang digunakan oleh kedua organisasi tersebut
sebagai landasan hukum dalam penentuan awal bulan kamariyah adalah sama, hanya
saja dalam segi penafsiran, masing-masing memilki sudut pandang yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Izzuddin,
Fiqih Hisab Rukyat Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam Penentuan awal
Ramadhan, Idul Fitri, dan idul adha (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007)
Fakultas
Syari’ah IAIN Wali Songo, Penyatuan Kalender Hijriyah (Sebuah Upaya
Pencarian Kriteria Hilal Yang Obyektif Ilmiah) (Semarang: Program Pasca
Sarjana IAIN Wali Songo, 2012)
H. Abd. Salam
Nawawi, Rukyat Hisab di Kalangan NU-Muhammadiyah, Meredam Konflik dalam Menetapkan Hilal (Surabaya: Diantawa, 2004)
Ruswa Darsono, Penanggalan Islam,
Tinjauan sistem, Fiqih dan hisab penanggalan (Yogyakarta: Labda Press,
2010)
http://catatanjempol.blogdetik.com/2012/07/20/hilal-hisab-dan-rukyat/
http://id.wikipedia.org/wiki/Hisab_dan_rukyat
,
http://rafika-arif.blogspot.com/2012/03/sejarah-persatuan-islam-persis.html
http://sainsituislam.blogspot.com/p/kelebihan-kalender-hijriyah.html
http://serbasejarah.wordpress.com/2009/05/31/sejarah-persatuan-islam/
http://warkoplalar.blogspot.com/2011/11/sejarah-singkat-hizbut-tahrir-masuk-ke.html
[1] Fakultas
Syari’ah IAIN Wali Songo,Penyatuan Kalender Hijriyah (Sebuah Upaya Pencarian
Kriteria Hilal Yang Obyektif Ilmiah) (Semarang:Program Pasca Sarjana IAIN
Wali Songo, 2012),hal.135
Lihat juga
http://catatanjempol.blogdetik.com/2012/07/20/hilal-hisab-dan-rukyat/
[6] Ibid.
[8] H.Abd.Salam
Nawawi, Rukyat Hisab di Kalangan NU-Muhammadiyah, Meredam Konflik dalam Menetapkan Hilal (Surabaya:
Diantawa,2004), hal.114,
Lihat juga Ahmad Izzuddin,Fiqih
Hisab Rukyat Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam Penentuan awal Ramadhan,
Idul Fitri, dan idul adha (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), hal.86, atau
Ruswa Darsono, Penanggalan Islam, Tinjauan sistem, Fiqih dan hisab
penanggalan (Yogyakarta: Labda
Press, 2010), hal.127
Tidak ada komentar:
Posting Komentar