Selasa, 26 Mei 2015

HISTORITAS HISAB DALAM LINTASAN PERADABAN ISLAM PERIODE PERTENGAHAN DAN MODERN

HISTORITAS HISAB DALAM LINTASAN PERADABAN ISLAM
PERIODE PERTENGAHAN DAN MODERNÅ
Disusun oleh: Abdulloh Hasan, S.Pd.I

A.      Pendahuluan
Perkembangan hisab dalam lintasan sejarah belum mendapatkan porsi khusus dalam pembahasan ilmu Hisab[1]. Literatur yang ada hanya memberikan informasi terkait dengan perkembangan ilmu hisab yang masih terintegrasi dalam perkembangan sains yang berkembang dalam kurun waktu tersebut. Hal ini mendorong untuk dilakukannya sebuah kajian yang mendalam tentang perkembangan ilmu hisab dan sumbangsihnya dalam memajukan sains islam, khususnya setelah hancurnya Baghdad sebagai pusat peradaban Islam pada waktu tersebut.
Perkembangan hisab pada masa ini, sangat erat kaitannya dengan peta perkembangan politik islam dimana pemerintahan yang berkuasa pada masa tersebut memberikan peran yang besar dalam mendukung perkembangan sains dan tekhnologi. Periode pemerintahan yang terbagi menjadi beberapa dekade kekuasaan mengembangkan sains –berasal dari peradaban Yunani, India, Persia dan China- yang  di hidupkan kembali setelah tenggelam dalam lintasan sejarah. Islam mengajarkan umatnya untuk senantiasa mengembangkan pengetahuannya dalam memahami fenomena – fenomena alam, yang menjadi sebuah spirit utama pengembangan sains, termasuk ilmu Hisab.
Dari dorongan inilah, perkembangan sains pada masa awal Islam menjadi pijakan dasar dalam perkembangan sains modern, baik di dunia Islam maupun di dunia Barat. Begitu pun juga dalam perkembangan ilmu Hisab yang mendapat perhatian tersendiri dari penguasa yang terlihat dengan didirikannya observatorium, perpustakaan dan laboratorium. Dalam makalah ini akan mengkaji tentang perkembangan ilmu Hisab pada periode pertengahan sampai periode modern. Oleh karena luasnya kajian, kajian ini akan lebih difokuskan terhadap kemunculan tokoh- tokoh ahli ilmu Hisab –baca astronom-  Muslim untuk mengetahui perkembangan ilmu Hisab pada serta sumbangsih yang diberikan terhadap sains dan perkembangan ilmu Hisab dari masing – masing masa tersebut hingga hingga kajian tentang bagaimana ilmu Hisab berasimilasi dengan ilmu pengetahuan Barat, sebagai implikasi perkembangan sains di dunia Islam.

B.       Pembahasan
Perkembangan peradaban Islam menurut para ahli dibagi menjadi beberapa masa dimana masing – masing memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan ilmu Hisab. Yatim Badri (2010: 6) dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam, membagi peradaban Islam menjadi tiga periode, yaitu: Pertama, periode Klasik (650 M – 1250 M) yang mengupas perkembangan Islam pada masa Khulafaurrasyidin, Dinasti Bani Umayyah, Dinasti Bani Abbasiyah, Dinasti Bani Umayyah II Andalusia, Masa Muluku Thawaif (Andalusia), Dinasti Murabithun, Dinasti Muwahhidun dan Dinasti Fatimiyah di Mesir. Kedua, periode Pertengahan (1250 M – 1800 M) yang mengupas Dinasti Mamluk, kerajaan Turki Usmani, kerajaan Syafawi – Persia dan kerajaan Mughal- India. Ketiga, periode Modern (1800 M – sekarang)[2].
Sunanto (2003: 4) membagi sejarah kebudayaan menjadi beberapa tahapan; 1). Zaman Ideal, 2). Zaman Perkembangan, 3) Zaman Keemasan, 4). Zaman Penyerbuan, dan 5). Zaman Kemunduran. Pembagian ini lebih didasarkan kepada tatanan kemasyarakatan yang dibentuk pada masing – masing zaman tersebut. Sedangkan Harun Nasution (1985: 56), membagi Sejarah Perkembangan Peradaban Islam ke dalam tiga periode yaitu 1) periode klasik (650-1250 M), dibagi dalam dua masa, yaitu masa kemajuan Islam I (650 - 1000 M) dan masa Disintegrasi (1000 – 1250 M). 2) Periode Pertengahan (1250 – 1800 M), dan 3) Periode Modern (1800 M).[3]
Sedangkan dalam masalah perkembangan Hisab dalam dunia Islam atau disebut dengan istilah Hisab,  menurut Donald Routledge sebagaimana dikutip oleh Anton Ramdan (2009: 30) dalam bukunya al Quran dan Hisab, perkembangan Hisab terbagi kedalam empat fase, yaitu 1). Periode 700 – 825 M, 2). Periode 825 – 1025 M, 3). Periode 1025 – 1450 M, 4). Periode 1450 -  1900 M. Berdasarkan pemetaan yang disuguhkan para ahli tersebut diatas, dapat dikorelasikan bahwa pada periode I (700 - 825) merupakan masa kekuasaan Dinasti Umayyah I yang berpusat di Damaskus, Dinasti Umayyah di Andalusia dan pada Dinasti Bani Abbasiyah. 
Pada periode II (825 - 1025), kekuasaan Islam masih berada di tangan Dinasti Abbasiyah di Baghdad dan Dinasti Umayyah II di Andalusia (Spanyol). Pada periode III (1025 - 1450), tampuk kekuasaan Islam berada di tangan Dinasti Murabithun dan Dinasti Muwahhidun di Afrika Utara, Dinasti Fatimiyah di Mesir, Dinasti Abbasiyah di Baghdad yang dilanjutkan Dinasti Ilkhan (Mongol), dan Dinasti Mamluk di Mesir. Sedangkan pada periode IV (1450 - 1900) merupakan perkembangan kemunduran umat Islam, dimana Islam pada kekuasaan dinasti Mamluk di Mesir, Dinasti Timur Lenk (Transoxiana), Bani Ahmar di Spanyol dan kemunculan kerajaan Turki Usmani, kerajaan Syafawi Persia dan kerajaan Mughal – India hingga masuknya abad modern.
Berdasarkan periodisasi perkembangan hisab tersebut, pada masa awal peradaban Islam belum mengalami perkembangan yang berarti. Perkembangan tersebut dapat diketahui dengan kemunculan tokoh – tokoh sains Islam. Hasil karya berupa tulisan dan penemuan – penemuan dalam bidang sains merupakan bukti konkret yang menunjukkan bahwa pada masa tersebut telah terjadi perkembangan pengetahuan dalam sains termasuk didalamnya ilmu Hisab. Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah gerakan terhadap perkembangan hisab mendapatkan porsi tersendiri dari para khalifah dengan mengadakan gerakan penerjemahan mulai di bawah kekuasaan khalifah al Manshur (754 -775 M) hingga Harun al Rasyid (786 – 809 M) pada fase pertama. Dilanjutkan pada fase kedua yang berlangsung mulai masa khalifah al Ma’mun (813 – 847 M) hingga tahun 300 H/ 932 M. fase ketiga setelah tahun 300 H. (Yatim, 2010: 56-6)
Perjalanan hisab pada masa ini merupakan masa integrasi peradaban Yunani, Romawi, Persia dan India masuk ke peradaban Islam melalui khasanah ilmu pengetahuan dan filsafat. Pemerintahan dinasti Abbasiyah di Baghdad dan dinasti Umayyah di Andalusia menjadi sentral ilmu pengetahuan dunia. Hal ini yang mendorong terjadinya asimilasi budaya Barat khususnya dari bangsa Eropa untuk mengkaji dan  belajar ilmu pengetahuan ke dunia Islam. Bukti empirik pada masa keemasan Islam ini dengan munculnya tokoh – tokoh dalam sains dan Hisab, diantaranya; Abu Ma’syar al Falaky (w. 886 M/ 273 H), al Shufi (w. 986 M/ 375 H), Abul Wafa’ (w. 989 M/ 378 H), al Shaghani (w. 989 M/ 378 H), Ali Hasan al Haytam (w. 1039M/ 430 H), Mansur Ibn ‘Iraq (w. 1033 M/ 435 H), al Fazari (w. 796 M), al Farghani (w. 881 M), al Battani (w. 918 M), al Biruni (w. 1071 M/ 440 H), al Khazani (w. 1155 M/ 550 H), al Badi’ al Asturlabi (w. 1140 M/ 543 H), Musallamah al Majrithi (w. 1008 M/ 398 H), al Khawarizmi (w. 874 M), al Zarqali (1087 M/ 479 H), Banu Musa (w. 870 M), Jabir bin Aflah al Isybili (w. 1145 M/ 540 H), Abu Ishaq al Bathruji (w. 1190 M/ 586 H) dan lain sebagainya.
Perkembangan hisab dalam masa Islam pada periode pertengahan, mengikuti pendapat Badri Yatim (2010) dan Musyrifah Sunanto (2003) dalam bukunya Sejarah Islam Klasik: Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan, periode pertengahan dimulai pada tahun 1250-an hingga tahun 1800-an yang merupakan masa setelah terjadinya penyerbuan Andalusia oleh tentara Kristen, Penyerbuan Baghdad dan awal mula Perang Salib.[4] Penyerbuan paling dahsyat dilakukan oleh tentara Mongol yang menyerang ke wilayah Barat, mulai dari Transoxiana dan Khawarizm pada tahun 1219 M, Gazna pada tahun 1221 M, Azerbaijan tahun 1224 M dan Saljuk di Asia Kecil pada tahun 1243 M dan Baghdad jatuh pada tahun 1258 M.[5]
Setelah hancurnya Baghdad di tangan tentara Mongol, Andalusia di tangan tentara Kristen dan serangan tentara Salib, dunia Islam memasuki periode pertengahan dimana kekuasaan Islam berpusat di beberapa daerah, yaitu pemerintahan Mongol (Dinasti Ilkhan) di Baghdad (1258 – 1343 M), dinasti Timur Lenk[6] di Iran (1370 – 1469 M), dinasti Mamalik di Mesir (1250 – 1517 M) dan masa Tiga Kerajaan Besar yaitu Turki Usmani (1281 – 1924 M ), Dinasti Safawi- Persia (1501 – 1722 M) dan kerajaan Mughal – India (1526 – 1748 M).
Perkembangan ilmu pengetahuan Islam, khususnya ilmu Hisab dan juga ilmu lainnya sangat terpengaruhi dengan stabilitas politik yang berkembang. Banyaknya gejolak dan perpecahan mengakibatkan keamanan dan kenyamanan dalam melakukan pengembangan menjadi tidak stabil sehingga tidak banyak ilmuwan terkenal dan  berkembang sebagaimana pada masa Islam Klasik. Dalam mengkaji perkembangan ilmu Hisab ini, dapat diketahui dengan munculnya tokoh – tokoh yang terkenal dan memiliki kiprah dalam bidang Hisab yang menyebar di berbagai wilayah.
1.      Perkembangan Hisab pada Masa Dinasti Mongol
Setelah Baghdad dikuasai Hulaghu Khan (w. 1265 M) pemerintahan Islam berada di bawah dinasti Ilkhan. Seluruh tatanan pemerintahan mengalami keterpurukan, khususnya dalam khasanah ilmu pengetahuan sampai pada masa kekuasaan Mahmud Gaza (1295- 1304 M) yang beragama Islam dan mulai memperhatikan peradaban, ilmu pengetahuan, sastra, kesenian, arsitektur. Pada masa kekuasaannya dibangun kembali perpustakaan, observatorium dan sekolah – sekolah. Sehingaa pada masa Abu Sa’id yang merupakan tampuk kekuasaan terakhir dinasti Ilkhan yang digantikan dinasti Timuriyah. Pada masa pemerintahan dinasti Timuriyah –dinisbatkan kepada Timur Lenk- kerajaan Mongol sudah memeluk agama Islam dan mensentralkan kekuasaan di Persia- Iran.
Ilmuwan – ilmuwan besar masih dilahirkan umat Islam, walaupun jumlahnya sedikit. Nashirudin al Thusi[7] (w. 1274 M) merupakan tokoh Hisab terkenal yang meletakkan dasar – dasar Hisab modern. Dia mendirikan observatorium terbesar dan terlengkap di Maragha – Persia, atas dukungan dan sokongan dari Hulagu Khan.[8] Observatorium ini memiliki kuadran terbesar dengan panjang 4 meter yang terbuagt dari tembaga asli serta memiliki perpustakaan yang memuat 400.000 buku. Di Observatorium Maragha ini, al Thusi mampu membuat table yang paling lengkap dan akuran yang disebut Zij al Ilkhani (diambilkan dari nama dinasti Ilkhan).[9] Terobosan yang dilakukannya adalan penemuan cara untuk membuat semua equant dari model Ptolemeus dan menggantinya dengan pergerakan seragam yang disebut dengan Kopel Thusi.[10](Masood, 2009: 108) Dia juga menyelesaikan karyanya al Tadzkirah fi ‘Ilm al Hayah (Pengingat Ilmu Hayat) tahun 1261 yang menyelesaikan struktur alam semesta yang komprehensif dan mampu menciptakan perhitungan matematis untuk menyatakan sudut pandang dunia yaitu heliosentris.
Observatorium ini merupakan observatorium pertama yang masih beroperasi walaupun kekuasaan pemerintah telah berganti. Observatorium ini terus beroperasi sepeninggal Hulagu Khan tidak kurang dari 7 pemerintahan. Mengutip pendapat Sadan Man dkk (2013: 127 - 128), jumlah saintis yang  bekerjasama dengan observatorium ini diantaranya, Nasirudin al Thusi, Ali ibn Umar al Qazwini, Muayyad al Din al Urdi, Fakhrudin al Akhlati, Muhyi al Din al Maghribi, Qutb al Din al Shirazi, Abd Razaq ibn al Fuwati dan Kamal al Din al Ayki.
Pada tahun 1447 M, kekuasaan kerajaan Mongol berada ditangan Ulugh Beik[11] (w. 1449 M) yang merupakan seorang raja yang alim dan sarjana ilmu pasti serta ahli Hisab. (Yatim, 2010: 123) Ulugh Beik mendirikan observatorium lain di Samarkhand yang merupakan observatorium termegah dengan radius kubah mencapai 130 kaki. (Masood, 2010: 102) Dengan adanya observatorium pada masa ini, para ahli hisab Arab mampu mengukur kemiringan poros bumi dan memperbaiki perhitungan pergerakan rotassi bumi selama hamper 26.000 tahun. Selain itu ditemukan lingkar bumi sebesar 24.835 mil serta mengukur titik terjauh bumi dan matahari bergerak beberapa detik tiap tahunnya.
Ulugh Beik memperbaiki hasil pengamatan Ptolemeus dan menyusun table yang terkenal dengan “ Zeij Sulthan al Jadid” yang lebih terkenal dengan “Zeij Ulugh Bek”. Zeij tersebut terbagi  menjadi empat bagian: pertama, pengetahuan sejarah, kedua, pembahasan tentang waktu yang muncul setiap saat, ketiga, pembahasan perjalanan planet – planet, dan keempat, pembahasan mengenai pergerakan bintang. (al Tha’i, 2007: 67) Tokoh lainnya, Sahal al Asturlabiy al Naisaburiy (w. 1299 M/ 698 H), membuat astrolabe daqiqah, Ghyats al Din al Kasyi (w. 1434 M/ 838 H), seorang tokoh ulama yang bekerja di observatorium Ulugh Beik terhadap gerhana matahari dan menulis  Zeij Khaqani fii Takmili al Ilkhani yang melengkapi table al Thusi. Hasil karyanya yang lain Nazhah al Hadaiq yang berisi tentang peralatan hisab yang disebut Thabaq al Manathiq dan Sullam al Sama’.
Ibnu Syatir [12](w. 1375 M/ 777 H), seorang ahli hisab dan waktu yang menciptakan perakatan falakiyah. Dia menyusun tabel Zeij Ibn Syathir yang memuat perhitungan trigonometri bola, pergerakan planet dan menjadikan pusat pergerakannya adalah matahari. Beliau juga menerjemahkan buku hisab Yunani dan mengoreksi kesalahannya kedalam bahasa Arab. Diantaranya kitab  Idhahul Mushib fi al ‘Amali al Rabi’ al Mujib, Zeij Nihayah al Ghayat fi al A’mali al Falakiyah, Arjuzat fi al Kawakib, dan Zeij Jadid. (al Tha’i, 2007: 68)
Disamping munculnnya tokoh – tokoh hisab tersebut, dalam perkembangan khasanah pengetahuan mengalami penurunan yang drastis. Trauma yang berkepanjangan akibat serangan bangsa Mongol, masih melekat dalam benak masyarakat muslim. Sebagai akibatnya para ilmuwan banyak yang melarikan diri ke berbagai wilayah, seperti Mesir, Syiria, India dan lainnya. Dalam zaman ini umat Islam dan kaum terpelajar  banyak yang melarikan diri ke bidang keagamaan yang disebabkan politik yang tidak stabil, sehingga banyak yang terjerumus ke bidang mistik dan khurafat. Hal ini berimbas terhadap pengerucutan substansi ilmu pengetahuan yang cakupan pembahasannya menjadi kerdil.(Sunanto, 2003: 192-193) Khususnya ilmu Hisab, hanya dipergunakan dan dikembangkan dalam menghitung waktu shalat, arah liblat dan hal – hal yang berkaitan dengan ritul keagamaan saja. Sedangkan ilmu perbintangan dikembangkan untuk peramalan saja.
2.      Perkembangan Ilmu Hisab pada Masa Dinasti Mamalik[13] di Mesir
Dinasti ini berkuasa di Mesir setelah menggulingkan kekuasaan Dinasti Ayyubiyah ( 1249 M) yang didirikan oleh Izzudin Aibak (w.1257M) yang kemudian mendirikan dinasti Mamalik ( 1249 – 1517 M). Pada masa penyerbuan tentara Mongol, dibawah kekuasaan dinasti Mamalik, Mesir dapat dipertahankan sehingga Mesir menjadi tumpuan harapan umat Islam dan menjadi tempat pelarian para ilmuwan Baghdad. Hal ini terlihat dengan berkesinambungannya hasil peradaban Klasik masih terlihat jelas di Mesir.
Pada periode ini adalah masa kemajuan Astronomi (Hisab), Astrologi, matematika, ilmu Hitung, Geometri, dan ilmu Kedokteran. Tokoh hisab yang muncul pada masa ini, Nashirudin al Thusi yang kemudian bekerja di observatorium Maragha, Abul Faras al Ibriy dan Abul Hasan. (Karim, 2007: 285) pada masa kekuasaan Baybers (w.1277 M) mengadakan berbagai pembangunan di Mesir, Palestina dan Syiria. Dia menciptakan dua tradisi bagi Islam, pertama, mempersiapkan kiswah untuk Baitullah di Mekkah dan diantar dengan upacara pada setiap musim haji. Kedua, menempatkan empat imam (Maliki, Syafi’I, Hanafi, Hambali) pada keempat penjuru Ka’bah.(Sunarto, 2003: 207) Setelah terjadinya perebutan kekuasaan di tangan Mamluk Burji, Mesir mengalami kemunduran dalam khasanah ilmu pengetahuan, karena penguasa pada masa tersebut tidak menyukai perkembangan ilmu pengetahuan dan lebih suka berfoya – foya, sehingga berimbas kepada kesejahteraan rakyat. Dinasti ini runtuh setelah ditaklukkan oleh kerajaan Turki Usmani pada tahun 1512 M.
3.      Perkembangan Hisab pada Masa Tiga Kerajaan Besar
Tiga kerajaan besar yang bertahta dalam rentang periode tahun 1500 – 1800 M adalah kerajaan Safawi- Persia (1501 – 1736 M), kerajaan Turki Usmani di Turki (1288 – 1924 M) dan kerajaan Mughal di India (1526 – 1857 M). Ketiga kerajaan Besar ini mendominasi perkembangan peradaban dunia Islam dengan coraknya masing – masing.
Kekuasaan Usmaniyah meliputi, Asia Kecil, Eropa Timur, Afrika Utara, Sudan, Somalia, Jazirah Arab, Syam dan memusatkan pemerintahannya di Konstatinopel (Istambul) Turki didirikan oleh Usman bin Ertoghul (w. 1289 M). Kebudayaan Turki merupakan perpaduan kebudayaan Persia, Byzantium dan Arab. Dari Persia, mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata karma kerajaan. Pemerintahan dan kemiliteran diadopsi dari kebudayaan Byzantium,  sedangkan ajaran – ajaran tentang prinsip – prinsip ekonomi, social kemasyarakatan, keilmuwan dan huruf diambil dari bangsa Arab. (Yatim, 2010:  137 - 138) Dalam bidang Hisab, penemuan yang berarti adalah pendirian observatorium di Istanbul, Turki oleh Taqi al Din bin Ma’ruf.(Ramdan, 2009: 40) Akan tetapi dalam tataran perkembangan ilmu pengetahuan tidak terdapat perkembangan sama sekali, khususnya dalam bidang ilmu Hisab merupakan masa vakum.[14]
Kerajaan Syafawi – Persia menguasai daerah Irak, Iran, Afghanistan dan Khurasan. Pendirinya Safi al Din (w. 1334 M) dan merupakan penisbatan nama tarekat Safawiyah yang didirikan dan terus dipertahankn hingga menjadi gerakan yang berhasil mendirikan kerajaan. Kerajaan ini menerapkan mazhab Syi’ah sebagai mazhab Negara. Dalam bidang ilmu pengetahuan kerajaan Syafawi melahirkan ilmuwan Baha al Din al Syaerazi (w. 1620 M/ 1031 H), seorang generalis ilmu pengetahuan, dalam bidang hisab dia mengarang  Risalah al Hilaliyah dan kitab Tasyrih al Falak. Sadar al Din al Syaerazi dalam bidang filsafat Muhammad Baqir Ibn Muhammad Damad, seorang filosof, ahli sejarah, teolog dan observer mengenai kehidupan lebah. Akan tetapi dalam bidang Hisab tidak terdapat perkembangan.
Kerajaan Mughal di India menguasai wilayah India, Pakistan dan Bangladesh. Pendiri kerajaan ini adalah Zahirudin Babur (w. 1530) yang merupakan cucu Timur Lenk dan ibunya keturunan Jengish Khan. Kerajaan ini Berjaya selama 330 tahun. Dalam bidang ilmu Hisab, dilakukannya penerjemahan buku karya Ikhwanus Shofa oleh Ikram Ali sehingga ditemukannya kompilasi Zijj Muhammad Shohi pada tahun 1720 yang mengoreksi table – table Eropa sebesar 6 menit busur.
Pada masa tiga kerajaan besar tersebut tidak terdapat perkembangan ilmu pengetahuan yang berarti, hal ini dikarenakan berbagai macam factor, yaitu: (Yatim, 2010: 152-156)
a.       Sarana untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran baik yang diterjemahkan dari bahasa Yunani, Persia, India dan Syiria banyak yang hancur akibat serangan tentara Mongol
b.      Kekuasaan Islam pada tiga kerajaan besar dipegang oleh bangsa Turki dan Mughal yang lebih menyukai perang dari pada pengembangan ilmu pengetahuan.
c.       Tidak berkembangnya metode berpikir rasionalis dan tidak adanya ruang kebebasan berfikir.
d.      Pusat – pusat kekuasaan Islam tidak berada di wilayah Arab dan tidak pula oleh Bangsa Arab.
e.       Terjadinya Stagnasi dalam lapangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan hanya pengembangan kekuatan militer.
4.      Masa Asimilasi Hisab ke Dunia Barat
Kekuasaan Islam di Andalusia mengalami kemunduran di berbagai bidang setelah mendapat serbuan dari tentara Kristen. Peristiwa ini terjadi pada masa al Muluk al Thawaif yang kemudian diambil alih oleh dinasti Muwahhidun. Tahun 1212 M, kaum Nasrani melancarkan serangan ke Andalusia pimpinan Alfonso VIII, Raja Castille, yang menyebabkan kekalahan dinasti Muwahhidun di Spanyol tahun 1235 M. Selama tahun 1238 – 1260 M kekuasaan Islam di Spanyol jatuh ke tangan Kristen kecuali Granada dibawah kekuasaan Bani Ahmar (1232 – 1492 M). (Karim, 2007: 248).
Kota Toledo direbut tahun 1085 M, sehingga pusat pengetahuan, pusat pendidikan beserta ilmuwan islam lenyap. Tahun 1236 M, Cordova dikuasai raja Alfonso VIII dari Castille, berikutnya Seville, Malaga dan Granada.[15] Penguasa terakhir Bani Ahmar, Abu Abdillah harus terusir dari tanah airnya  dan meninggalkan baik secara fisik maupun kebudayaan. Umat Islam dipaksa untuk memeluk agama Kristen kembali, dengan melakukan pembantaian besar- besaran bagi yang tidak mau memeluk Kristen dengan Guillotine. Umat Islam banyak berpura-pura masuk Kristen secara lahiriah akan tetapi tetap memeluk Islam secara Rohaniah. Kelompok ini disebut muzorobus. (Sunarto, 2003: 224)
Demi mengembalikan kekuasaan Kristen, Raja Alfonso X dari Castille melakukan penerjemahan Astronomi Arab pada tahun 1223 – 1284 M, yang disentralkan di Toledo yang terdapat perguruan tinggi, rumah sakit, perpustakaan dan labolatorium. Bahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Latin maupun ke bahasa yang mudah dipahami. Para pengajar dan guru- guru tersebut yang menguasai bahasa Arab disebut al mustaribun dalam bahasa Eropa disebut Muzareb. (Sunarto, 2003: 225) di Toledo didirikan sekolah Tinggi Terjemah, sehingga penerjemah Baghdad pindah ke Toledo. Penerjemah dalam bidang Astronomi  terkenal adalah Avendeath (Ibnu Daud). Dari hasil penerjemahan yang dilakukan pada masa Alfonso X menghasilkan Alfonsine Tables yang dipublikasikan tahun 1252 M.(Berry,1961: 87)  Pengaruh dari penerjemahan – penerjemahan ini menimbulkan gerakan besar- besaran di Eropa dalam membedah kembali khasanah Yunani pada abad ke -14.
Melalui Pulau Sicilia- Italia sesudah direbut kembali oleh Kristen, didirikan sekolah kedokteran yang menimbulkan asimilasi budaya Kristen- Islam, termasuk didalamnya pengetahuan Hisab. Dibawah pemerintahan orang-orang Norman kebudayaan Islam bercampur dengan kebudayaan Yunani dan Romawi. Perkembangan pengetahuan mencapai puncaknya di Sicilia pada masa pemerintahan Roger II. Hal ini terlihat dengan lahirnya ilmuwan ahli ilmu Bumi yang bernama al Idrisi, dari Ceuta tahun 1100 M dari keluarga Arab Spanyol. Nama Aslinya Abu Abdullah Muhammad al Idrisi dengan karangannya Nakhatul Musylaaq fi Ikhtiraaqi al Aafaaq.[16](Sunarto, 2003: 231)
Dari Sicilia, ilmu pengetahuan menyebar ke Italia, dengan dibangunnya universitas Napels oleh Raja Frederick II tahun 1224 M. di universitass ini buku – buku karya Aristoteles dan Averoes (Ibnu Rusyd) diterjemahkan dan dimasukkan dalam kurikulum pelajaran. Melalui universitas inilah penyebaran ilmu pengetahuan Islam berkembang ke Eropa sampai masa renaissance, dengan melakukan gerakan penggalian khasanah Yunani di Italia pada abad ke -14 M, gerakan reformasi pada abad ke -16 M, gerakan raasionalisme pada abad ke -17 dan masa pencerahan (aufklarung) pada abad ke -18 M. (Yatim, 2010: 110)
5.      Hisab di Eropa pada Abad Pertengahan
Dengan terjadinya asimilasi kebudayaan dan pengetahuan ke Eropa, maka perkembangan dalam bidang Hisab pun mengalami perkembangan bertahap. Setelah umat Islam menampakkan kemajuan dalam ilmu pengetahuan, pada abad ke -13 terjadi ekspansi intelektualitas ke Eropa melalui Spanyol dan Sicilia. Keadaan di Eropa yang sedang memunculkan reaksi terhadap filsafat Scholasstik di masa tersebut, berkembang Humanisme, Rasionalisme dan Renaissance dimana orang dilarang menggunakan rasio atau berfaham kontradiktif dengan faham gereja.(Murtadho, 2008: 29)
Adapun tokoh hisab yang muncul pada periode pertengahan di Eropa, yaitu:
a.       Nicolas Copernicus (1473- 1543 M), merupakan seorang Jerman yang bekerja di gereja. Dia melontarkan  pendapatnya  tentang teori Heliosentris dalam enam jilid bukunya yang berjudul Nicolae Copernicie Torinensis de revolusionibus Orbium Coelestium Libri VI dalam rangka membongkar teori Geosentris yang dikembangkan Claudius Ptolemeus. (Murtadho, 2008: 29)
b.      Tycho Brahe (1546 – 1601 M) lahir di Scania, Denmark. Dia tertarik dengan gerhana matahari sehingga mendorongnya untuk mengkaji matamatika dan astronomy. Observasi pertamanya pada pengamatan Jupiter dan Saturnus sehingga mengoreksi Alfonso Tables. Kajian utama Tyco Brahe adalah dalam pengamatan Bintang, Planet, Komet dan Orbit planet dan bintang. Dia mencoba untuk mengkompromikan antara teori Ptolemeus dan Copernicus yang dituliskan dalam bukunya yang berjudul De Stella Nova. (Berry, 1961:130-136)
c.       Galileo Galilei (1564 – 1642 M) lahir di kot Pisa, Italia.  Dia menulis buku The Starry Messenger, yang berisikan hasil pengamatannya terhadap keadaan bintang dan langit pada tahun 1610 M. Dia mengungkapkan permukaan bentuk bulan, planet-planet yang mengelilingi Jupiter, pembentukan galaksi Bima Sakti. Dia sebagai pelopor pembuatan alat-alat astronomi dan teleskop. Dengan teleskop ciptaannya dia dapat melihat sunspot (bintik pada matahari). Dia menulis buku the Dialogue Concerning the Two Chief Systems of the World Ptolemic and Copernican, yang berisi perdebatan tentang teori geosentris dan heliosentris. (Ramdan, 2009: 89-92)
d.      Johannes Kepler, seorang tokoh Hisab yang menyampaikan hasil penelitiannya bahwa lintasan edar planet dalam pergerakannya mengelilingi matahari berbentuk ellipse. Di mengemukakan tiga hukum yang disebut Hukum Kepler, yang ditulis dalam bukunya Epitome of The Copernican Astronomy. Teori ini menguatkan akan kebenaran teori Heliesentris, sehingga diketahui bahwa buhmi merupakan objek ke -3 dalam lintasan orbitnya setelah Mercurius dan Venus.
Pada masa perkembangan berikutnya, banyak penemuan- penemuan baru dalam bidang kosmografi oleh para ilmuwan. Newton (1645 – 1727 M), hukum dinamika, Bradleymon (1726 M), menemukan teori bahwa bumi tidaklah diam tetapi bergerak, terbukti adanya aberasi. Titius dan Bode (1766 M), menemukan jarak antara Planet dan Matahari. Bessal (1837 – 1838 M), menemukan parralaks pada bintang- bintang. (Solihan (1994) yang dikutip oleh Murtadho (2009): 30) dalam rentang waktu tahun 1400 – 1800 M, perkembangan Ilmu Hisab lebih banyak berkembang di Eropa.[17]
Memasuki abad modern (1800 – 2000 M), pertumbuhan hisab mulai mengedepankan ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern. Simon New Comb (1835-1909 M), seorang sarjana Astronomi dan Matematika berkebangsaan Amerika membuat jadwal hisab baru yang dikenal dengan nama Almanac Nautika (1861 M).[18]Walter Bade (1892-1960 M) yang bekerja di Mount Wilson and Palomar Observatory Amerika Serikat yang menemukan dua populasi bintang dalam galaksi Bima Sakti. (Khazin, 2005: 99). William Herschel (1738 – 1822 M), seorang astronom berkebangsaan Jerman yang meletakkan dasar astronomi tentang gerak bintang, planet Uranus dan beberapa bintang ganda. Edwin Hubble (1889 – 1953 M), seorang astronom Amerika yang mencetuskan hukum Hubble yang menyatakan bahwa,” makin jauh sebuah galaksi dari pengamat, semakin besar laju galaksi menjauhi pengamat.” Jean Meeus (1928 M), seorang tokoh ahli matematika dan astronomi, yang mengarang buku the canon of solar eclipse (1979 M), Astronomical Table of The Sun, Moon and Planets (1983), Astronomical Algoritm  yang menjadi rujukan dalam perhitungan hisab di Indonesia.
Sedangkan dalam dunia Muslim, hanya sedikit tokoh yang muncul dan berdedikasi tinggi dalam Hisab. Akan tetapi khasanah keilmuan yang menjadi kajian menjadi  dipersempit hanya terkait dengan Arah Kiblat, Waktu Shalat, Kalender, Awal Bulan, dan Gerhana Matahari maupun Bulan. Penyempitan kajian ini sudah terjadi mulai pada masa kemunduran Islam dimana corak pengembangan ilmu hanya mensyarah karya ulama sebelumnya. Sedangkan dalam kajian ilmu Aqli, dipersempit hanya pada wilayah yang berhubungan dengan keagamaan saja, karena stabilitas pemerintahan yang todak kondusif.
Adapun ulama Muslim yang bergerak dalam bidang Hisab, diantaranya; Husein Zaid, seorang ahli hisab Mesir yang mengarang buku al Mathla’ al Sa’id fi Hisab al Kawakib ‘ala Rashd al Jadid. Muhammad Ilyas, ahli falak dari Malaysia yang mengarang buku A Modern Guide to Astronomical Calculation of Islamic Calendar, Times and Qibla  yang diterbitkan di Kuala Lumpur tahun 1984. Abdul Hamid Mursi, dengan karya al Manahiju al Hamidiyah. Ahmad Khatib al Minangkabawiy, dengan karyanya al Jawahirun Naqiyyah fi al Amalil JaibiyahI dan Raudhatul Hussab fi al ‘Ilm Hisab. Muhammad Arif Afandi, seorang ulama Turki dengan karya al Ma’arif al Rabbaniyah bil Masa’il al Falakiyah.


C.      Kesimpulan
Dari kajian yang sudah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan ilmu Hisab ada abad pertengahan mengalami kemerosotan yang drastic jika dibandaingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini karena stabilitass politik yang kacau sehingga dalam lapangan ilmu pengetahuan tidak mendapatkan perhatian. Selain itu, penghancuran Baghdad oleh bangsa Mongol yang menghancurkan perpustakaan dan hasil karya pada masa sebelumnya menghapuskan khasanah keilmuwan khusunya Hisab. Pada masa pemerintahan dinasti Ilkhan merupakan masa  berkembangnya Ilmu Hisab yang memberikan pengaruh sampai ke Indonesia. Yaitu dengan disusunnya Zeij Ulugh Beik serta observatorium dengan berbagai kelengkapanya.
Sedangkan di Spanyol, setelah penghacuran oleh tentara Kristen terjadi asimilasi ilmu pengetahuan, termasuk ilmu Hisab berkembang di perguruan tinggi Eropa melalui Toledo, Sicilia dan Perang Salib. Hal ini yang menjadikan kebangkitan ilmu pengetahuan, termasuk ilmu Hisab di wilayah Eropa, setelah melakukan gerakan menerjemahan, penggalian khasanah Yunani, revolusi Industri dan Pencerahan hingga masa Imperialisme ke negara- negara Islam pada masa modern.
Hal yang tidak dipungkiri, disaat umat Islam mengalami kemunduran ilmu Hisab pada periode pertengahan, di Eropa terjadi asimilasi ilmu Hisab hingga membangkitkan keterpurukan Eropa dari zaman kegelapan. Sedangkan pada zaman modern, sangat sulit untuk menemukan kembali ilmuwan muslim yang mampu untuk memberikan sumbangsih luar biasa terhadap ilmu hisab. Perkembangan ilmu Hisab di dunia Islam tidak dipungkiri terpengaruh perbendaharaan Yunani, Persia dan India yang sudah padam. Melalui tangan – tangan ilmuwan muslim, perbendaharaan itu dikembangkan hingga melampaui karya filosof Yunani. Akan tetapi, perbendaharaan Islam tersebut mengalir dan berkemabng di Eropa dengan meniadakan sumbangsih umat Islam dalam Ilmu Hisab.




DAFTAR PUSTAKA

Al Tha’i, Muhammad Basil, 2007, ‘Ilmu al Falak wa al Taqawim, Libanon: Daar an Nafs
Berry, Arthur, 1961, A Short History of Astronomy: from Earliest Times through The Nineteenth Century, New York: Dover Publications, Inc
Karim, M. Abdul, 2007, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher
Khazin, Muhyidin, 2005,  Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta: Buana Pustaka
Masood, Ehsan, 2009, Ilmuwan- Ilmuwan Muslim: Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Murtadho, Muhammad, 2008, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN Malang Press
Ramdan, Anton ,2009, Islam dan Astronomi, Jakarta: Bee Media Indonesia
Sunanto, Musyrifah, Hajah, 2003, Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Jakarta: Prenada Media
Thahir, Ajid, 2004, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar- Akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo
Yatim, Badri, 2010, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajwali Pers














Å Makalah ini dipresentesikan dalam seminar pertemuan mata kuliah Hisab Kontemporer pada tanggal 21 April 2014 program pascasarjana IAIN Walisongo
[1] Dalam makalah ini ilmu Hisab merupakan pengistilahan yang dipergunakan penulis dalam menjabarkan istilah ilmu Hisab maupun ilmu Falak. Istilah Hisab ini dalam rangka untuk mengintegrasikan kembali nilai-nilai keilmuan Hisab dan Hisab.
[2] Dalam pembagian periode Modern, Abdul Karim (2007: 343) menyatakan bahwa abad modern berlangsung mulai abad 18 – abad 20, sedangkan memasuki abad 20 sampai dengan sekarang disebut sebagai abad Kontemporer.
[3] Menurut penulis pembagian sejarah peradaban Islam yang diajukan oleh Harun Nasution maupun Badri Yatim tidak terdapat perbedaan yang signifikan, keduanya memfokuskan kepada pertimbangan yang sama. Hanya saja dalam menentukan zaman modern Harun memberikan porsi pembahasan tersendiri dengan melihat perkembangan peradaban Islam pada zaman modern sekarang ini.
[4] Penyerbuan pada Dunia Islam terjadi di Andalusia – Spanyol oleh tentara Kristen. Toledo jatuh pada tahun 1085 M, Cordova pada tahun 1236 M dan selanjutnya Sevilla tahun 1248 M. hal utama yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan dinasti Umayyah di Andalusia karena terjadinya perpecahan dan sengketa antar saudara, yang ingin menjadi raja dari suatu Negara merdeka, sehingga bermunculan Negara kecil yang timbul di tiap kota dan propinsi. (Sunanto, 2003: 177-178)
[5] Penyerbuan tentara Mongol ke Baghdad merupakan serangan terdahsyat dalam catatan sejarah dunia Islam, setiap daerah yang dilaluinya dihancur luluhlantahkan dan dilakukan pembantaian besar- besaran. Menurut beberapa riwayat, di setiap daerah yang sudah dihancurkannya tentara Mongol mendirikan menara dengan menumpuk tengkoran manusia.
[6] Timur Lenk lahir dekat dedkat Kesh, Usbekistan, sebelah selatan Samarkhand di Transoxiana, 8 April 1336 M dan meninggal di Ottar pada tahun 1404 M. timur Lenk dikenal sebagi  penguasa yang ganas dan kejam terhadap penentangnya. Sebagi seorang muslim, Timur Lenk tetap memperhatikan pengembangan Islam, penganut Syiah, menyukai tasawwuf tarikat Naqsabandiyah, dan menghormati ulama dan ilmuwan. (Ajid Thohir,2004: 148)
[7] Nama Lengkapnya Abu Ja’far Muhammad bin Muhammad bin Hasan Nasirudin al Thusi, dia merupakan tokoh astronomi. Dia selamat dari pembantaian dan dijadikan sebagai ahli astrologi pada masa Hulaghu khan.
[8] Pada referensi lain, pendirian observatorium tersebut terjadi pada masa dinasti Timuriyah, yang masih memiliki jalur yang sama kepada Hulagu Khan.
[9] Observatorium ini merupakan salah satu observatorium pertama dan terlengkap, terdapat sebuah perkakas  yang merupakan bola berputar disusun diatas berbagai cincin untuk menggambarkan penentuan bintang – bintang di cakrawala. Terdapat juga cincin dan gelang untk mengukur gerhana matahari, gerhana bulan dan untuk mengukur khatulistiwa.
[10] Kopel Thusi adalah cara untuk menunjukkan betapa pergerakan seragam realistis dalam sebuah lingkaran akhirnya bisa membuat sesuatu seakan-akan bergerak dalam garis lurus, dan membuang equant yang membingungkan untuk matahari dan planet luar kan tetapi tidak bisa dilakukan untuk planet Merkurius.
[11] Nama lengkapnya Muhammad Thur Ghani Ulugh Beik bin Syah Rukh bin Timur dari keturunan Jengis Khan.
[12] Lengkapnya Abu al Hasan ‘Allam al Din ibn Ibrahim ibn Muhammad al Anshari, dilahirkan di Damaskus, Syiria tahun 704 H/ 1304 M. dia bertugas sebagai muwaqit atau kepala muadzzin yang memberikan jawaban terhadap waktu – waktu shalat.
[13] Mamalik merupakan jamak dari mamluk yang berarti hamba sahaya atau budak, karena dinasti ini didirikan oleh tawanan penguasa dinasti Ayyubiyah yang dididik dan dijadikan tentara. Mereka mendapat hak – hak istimewa dalam menjaga kelangsungan kekuasaan dan ditempatkan  di P. Raudhah – Sungai Nil sehingga dikenal dengan julukan Mamluk Bahri.(Yatim, 2010: 124)
[14] Dalam lapangan ilmu pengetahuan secara orisinil ilmuwan besar yang mucul pada masa ini adalah Haji Khalifa (w. 1658 M)  seorang yang berpengetahuan luas, prajurit berani  yang mengarang mengenai sejarah, ilmu bumi dan sejarah hidup. Daud Inthaqy (w. 1598 M), seorang dokter yang terkenal dengan karangannya  Tadzkirah Ulil Albab wa al Jumu’u lil Ujbi al Ujab.
[15] Kemajuan Eropa Barat memang bersumber dari khasanah ilmu pengetahuan dan metode berfikir Islam yang rasional. Diantara saluran masuknya Islam ke Eropa melalui tiga jalur utama yaitu perang Salib, Pulau Sicilia – Italia dan Andalusia – Spanyol.
[16] Buku ini merupakan buku yang berisi tentang ilmu-ilmu dari buku-buku kuno karya Ptolemius dan al Masudi, yang diverifikasi berdasarkan hasil observasi pemimpin rombongan yang dikirim ke berbagai Negara.
[17] Gerakan renaissance di Barat sebagai tonggak awal perkemabangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi di Eropa hingga terjadinya revolusi industry. Dari perkembangan ini berimbas kepada imperialism terhadap wilayah  kekuasaan Islam, sehingga khasanah ilmu pengetahuan di wilayah Islam lenyap dan mengalami stagnanisasi.
[18] Jadwal yang di bawa oleh New Comb inilah yang menjadi tonggak utama hisab kontemporer di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar