A.
Pendahuluan
Langit ketika diamati mirip sebuah kubah raksasa yang
didalamnya terdapat benda-benda langit seperti bumi, bulan, matahari, dan
bintang yang seolah-olah menempel pada kubah tersebut. Kubah inilah yang
dinamakan bola langit (celestial sphere). Bola yang dilihat hanyalah sebagian
yang dibatasi oleh bidang atau lingkaran yang disebut horizon atau kaki langit.
Sistem koordinat sudut
jam adalah sebuah cara yang kita pakai ketika kita akan menentukan sebuah
tempat di bola langit. Lain halnya ketika kita akan mencari suatu tempat pada
bidang datar, kita bisa menggunakan koordinat x dan y untuk memetakan dimana
tempat tersebut. Hal ini terjadi dikarenakan dalam bola langit kita tidak
memakai garis lurus sebagaimana di permukaan yang datar. Dalam bola langit kita
memakai garis lengkung (busur) sesuai dengan bola langit.
Pada sistem ini
terdapat dua lingkaran besar yang dijadikan sebagai patokan yaitu lingkaran
horizon dan lingkaran deklinasi. Dimana lingkaran horizon berkaitan dengan
posisi pengamat sedangkan lingkaran deklinasi tidak berkaitan dengan posisi
pengamat.
Pemahaman terhadap
materi sistem koordinat jam sangat penting, karena hal ini berkaitan dengan
materi-materi selanjutnya terkait masalah perhitungan waktu shalat, awal bulan
kamariah, gerhana matahari dan bulan, dan yang lainnya. Sehingga dengan
dipahaminya materi ini akan lebih memberikan pemahaman seputar materi-materi
ilmu falak secara eksplisit dan komprehensif.
B.
Pembahasan
1. Khatulistiwa/Equator
Langit
Equator
langit atau ma’dil al-nahar merupakan
lingkaran besar pada bola langit yang merupakan perluasan atau proyeksi dari
khatulistiwa bumi (Nawawi, 2010: 11). P. Simamora (1986: 11) menambahkan bahwa
khatulistiwa langit adalah lingkaran besar yang bidangnya melalui titk pusat
bola langit dan tegak lurus pada sumbu langit.
Selamet
Hambali (2011: 53) menyatakan bahwa:
Equator langit teratas diberi tanda E,
sedangkan equator terbawah diberi tanda Q. Disamping itu equator langit juga
melewati titik B (barat) dan titik T (timur), sehingga sewaktu matahari
melintasi khatulistiwa maka matahari akan terbit tepatdi titik T dan terbenam
tepat di titik B.
1
|
Besar sudut yang
di bentuk oleh equator langit dengan lingkaran vertikal dinyatakan dengan jarak
ZE. Besarnya ZE ditentukan oleh besarnya garis lintang . Sehingga kalau garis
lintangnya 10º maka ZE pun 10º.
Gambar; 1.
Keterangan:
Z = Zenith
E = Equator Langit
EQ = Garis Khatulistiwa Langit
EBQT = Lingkaran Equator Langit
2. Sumbu Langit
Sumbu
langit seperti yang di ungkapkan oleh Simamora (1986: 11) adalah sumbu tempat
berputar bola langit. Jadi ketika sumbu bumi di perpanjang akan membentuk sumbu
langit atau poros langit. Atau juga bisa dikatakan bahwa sumbu bumi atau poros
langit merupakan garis yang menghubungkan kutub utara bumi dengan kutub selatan
bumi (Hambali, 2011: 61). Sumbu langit atau poros langit tegak lurus dengan
equator langit atau khatulistiwa langit atau ma’dil al-nahar.
3. Tingggi Kutub
Tinggi
kutub adalah sudut di atas ufuk yang
dibentuk oleh kutub langit dengan ufuk dan besar kecilnya sudut tersebut
ditentukan oleh besar kecilnya lintang tempat. ( Hambali, 2011: 61). Dengan
kata lain bahwa tinggi kutub adalah lintang tempat.
Gambar; 2.
Keterangan:
TK
(tinggi kutub) = LT (Lintang tempat)
Sumbu
langit = garis yang menghubungkan titik
KLU dengan KLS
Tinggi
kutub = jarak titik KLS dengan titik S
yang besarnya sama dengan ZE
4. Lingkaran waktu
Setiap
benda langit yang berada di sekitar bumi akan tampak berjalan dari timur kearah
barat dengan tegak lurus terhadap poros bumi atau poros langit. Benda-benda
langit ini berputar mengelilingi bumi dan membentuk sebuah lingkaran besar yang
dinamakan dengan lingkaran waktu atau lingkaran deklinasi atau lingkaran jam.
Lingkaran ini melalui titik KLU dan KLS. Dinamai dengan lingkaran waktu
dikarenakan benda langit yang ada pada satu lingkaran waktu akan mencapai titik
kulminasi atas pada waktu yang sama pula.(Hambali, 2011: 63).
Fungsi
dari lingkaran waktu ini adalah untuk mengukur deklinasi (al-mayl) sebuah benda langit. Kita ketahui bahwa deklinasi (al-mayl) sebuah benda langit adalah
jarak sudut dari benda tersebut ke lingkaran equator yang diukur melalui
lingkaran waktu yang melalui benda langit tersebut. (Azhari, 2007: 27).
Abd Salam Nawawi (2010: 11) menyatakan bahwa “
lingkaran deklinasi adalah lingkaran yang ditarik dari kedua kutub langit dan
memotong tegak lurus equator”. Hal senada di ungkapkan juga oleh Muhyiddin Khazin,
(2005: 20) bahwa lingkaran deklinasi ialah lingkaran yang ditarik dari kutub
utara langit ke kutub selatan langit melalui suatu benda langit, tegak lurus
pada lingkaran equator langit. Lingkaran ini digunakan untuk pengukuran
deklinasi suatu benda langit, yakni diukur sepanjang lingkaran deklinasi dari
equator langit sampai suatu benda langit tersebut.
Simamora, P., (1985: 12) menyebutkan bahwa:
Lingkaran
deklinasi bersamaan sifatnya dengan lingkaran vertikal pada susunan koordinat
horizon. Perbedaannya ialah:
a.
Lingkaran vertikal bergaris
menengahkan garis vertikal dan tegak lurus pada horizon.
b.
Lingkaran deklinasi bergaris
menengahkan sumbu langit dan tegak lurus pada ekuator langit.
5. Lingkaran
Meridian Langit
Lingkaran
meridian pada dasarnya adalah merupakan lingkaran waktu, hanya saja ia
mempunyai keistimewaan, yaitu melalui titik zenith dan nadir. Maskufa (2010:62)
memberikan pengertian bahwa meridian langit atau biasa disebut meridian saja,
yaitu:
Meridian adalah lingkaran besar yang
melalui zenith dan kutub bola langit, ia biasanya digambarkan berimpit dengan
bidang gambar selain memuat titik zenith dan titik nadir juga memuat kutub
utara langit, kutub selatan langit, titik utara dan titik selatan. Bila
pengamat berada di bagian belahan bumi bagian utara, maka kutub utara langit berada
di atas ufuk dan kutub selatan berada di bawah ufuk, dan sebaliknya apabila
pengamat berada di belahan bumi bagian selatan,maka kutub utara langit berada
di bawah ufuk dan kutub selatan langit berada di atas ufuk. Jika matahari
sedang berkulminasi maka kedudukan titik pusatnya berada tepat di meridian.
Sedangkan
P. Simamora (1985: 11) menyatakan bahwa Meridian langit suatu tempat ialah
bidang yang melalui pusat bumi, terletak tegak lurus pada horizon dan melalui
Zenit/Nadir tempat itu, kedua kutub utara/selatan langit dan kedua titik
utara/selatan. Secara singkat A.Jamil (2009: 8) menyatakan bahwa meridian
adalah lingkaran vertikal yang berhimpit dengan bidang gambar dan tegak lurus
pada horizon.
Gambar; 4.
Keterangan :
X diumpamakan sebuah bintang. Lingkaran yang melewati titik
KLU dan KLS merupakan lingkaran waktu bintang X. lingkaran meridian adalah
lingkaran yang melalui titik KLS, Z, E, U, KLS KLU, N, Q, dan S.
6. Sudut Waktu
Pada
saat matahari berkulminasi, lingkaran deklinasinya berhimpit dengan lingkaran
meridian. Kedua lingkaran tersebut berpotongan dan membentuk sudut pada kutub
langit yang dinamakan dengan sudut waktu.Lambangnya huruf t. ( Nawawi, 2006:15). Dimsiki Hadi menyatakan (2009: 44) bahwa
sudut waktu atau sudut jam suatu benda langit adalah pergeseran sudut posisi di
arah barat atau timur meridian setempat yang merupakan akibat perputaran bumi
pada sumbunya dengan kecepatan sudut 15º per jam.
Sudut
waktu itu dinamakan demikian, karena untuk
semua benda langit yang terletak pada lingkaran waktu yang sama berlaku kaidah:
bahwa jarak waktu yang memisahkan mereka
dari kedudukan mereka pada saat berkulminasi adalah sama. Dengan perkataan
lain, benda-benda langit yang terletak pada lingkaran waktu yang sama akan berkulminasi
pada saat yang sama pula. Besarnya sudut waktu menunjukkan berapa jumlah waktu
yang memisahkan benda langit yang bersangkutan dari kedudukannya sewaktu
berkulminasi. (Rachim, 1983: 7)
Slamet
Hambali, (2011: 64) menyatakan bahwa perhitungan
sudut waktu dimulai dari meridian atas dan berakhir pada meridian bawah.
sehingga waktu terbagi menjadi dua bagian,yaitu waktu di belahan langit bagian
barat dan waktu belahan langit bagian timur.Di belahan barat sudut waktu
positif, sebaliknya di bagian timur sudut waktu negatif.Sudut waktu positif
berkisar antara 0˚ sampai 180˚, demikian juga sudut waktu negatif berkisar
antara 0˚ sampai 180˚. Jumlah kedua sudut waktu seluruhnya adalah sebesar 360˚,
yang ditempuh oleh matahari selama 24 jam. Dengan demikian maka dapat di
simpulkan bahwa;
Gambar; 5.
Sudut waktu pada gambar 5, adalah sudut yang di bentuk oleh
lingkaran waktu bintang X dengan meridian yaitu sudut EOK.
7. Sudut Deklinasi
Slamet
Hambali (2011: 63) menyatakan bahwa Jarak yang dibentuk lintasan matahari
dengan khatulistiwa dinamakan deklinasi. Deklinasi suatu benda langit adalah
jarak sudut dari benda langit tersebut ke lingkaran ekuator yang diukur melalui
lingkaran waktu atau lingkaran deklinasi yang melalui benda langit tersebut
diawali dari titk perpotongan antara lingkaran waktu itu dengan ekuator hingga
titik pusat benda langit itu. (Azhari,2001 : 33).
Sudut
deklinasi setiap benda langit adalah sudut antara sinar dari benda langit yang
mengenai bumi dengan bidang ekuator. Hadi (2009:48). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa sudut deklinasi adalah sudut yang diukur dari benda langit
sampai ekuator melalui lingkaran waktu. Ketika posisi benda langit tepat berada
pada lingkaran ekuator/ khatulistiawa, maka harga deklinasinya 0º. Harga
deklinasi yang terbesar yang dicapai oleh suatu benda langit adalah 90 º yaitu
manakala benda langit tersebut persis berada pada titik kutub langit.(Azhari,
2001 : 33).
Pada
saat matahari melintasi khatulistiwa deklinasinya 0˚. Hal ini terjadi sekitar
tanggal 21 Maret dan tanggal 23 September. Setelah matahari melintasi
khatulistiwa pada tanggal 21 Maret matahai bergeser ke utara hingga mencapai
garis balik utara (deklinasi +23˚ 27̍) sekitar tanggal 21 Juni,kemudian kembali
bergeser ke arah selatan sampai pada equator lagi sekitar tanggal 23 September,
setelah itu terus menuju ke arah selatan hingga mencapai titik balik selatan
(deklinasi -23˚ 27̍) sekitar tanggal 22 Desember, kemudian kembali ke arah
utara hingga mencapai katulistiwa lagi sekitar tanggal 21 Maret. Demikian
seterusnya.(Hambali, 2011: 55)
Gambar; 6.
Keterangan:
Sudut
deklinasi adalah sudut yang dibentuk oleh sudut KOX, dimana X adalah sebuah
bintang.
Agar
lebih jelas dapat dilihat pada daftar deklinasi dibawah ini dengan angka
pembulatan yang berlaku untuk setiap tahun.
Tanggal
|
Deklinasi Matahari
|
Tanggal
|
22
Desember
21
Januari
08
Februari
23
Februari
08
Maret
21
Maret
04
April
16
April
01
Mei
23
Mei
21
Juni
|
-23˚
30’
-20˚
-15˚
-10˚
-5˚
0˚
+5˚
+10˚
+15˚
+20˚
+23˚
30’
|
22
Desember
22
November
03
November
20
Oktober
06
Oktober
23
September
10
September
28
Agustus
12
Agustus
24
Juli
21
Juni
|
Namun
untuk lebih lengkapnya deklinasi dapat dilihat dalam tabel pada almanak Nautika
atau ephemeris untuk markaz yang akan dihitung sesuai dengan perkiraan waktu
yang telah ditetapkan. Pada daftar ephemeris untuk data matahari disusun daftar
deklinasi untuk setiap tanggal dan setiap jam pada kolom Apperent
Declinatioan pada data matahari. (Supriatna, 2007: 25)
8. Waktu
Hakiki/Waktu Istiwak
Waktu
Istiwa’i atau waktu hakiki atau waktu
syamsi adalah waktu yang didasarkan pada peredaran semu matahari yang
sebenarnya. Ketika matahari berkulminasi atas pada jam 12 siang di tempat itu.
Waktu Istiwa’ ini dalam astronomi dikenal dengan Solar Time.(Khazin, 2005: 90)
Oleh
karena waktu hakiki didasarkan pada titik kulminasi ,maka satu tempat dengan
yang lain menurut arah barat timur waktunya berbeda walaupun didalam satu kota,
apalagi berlainan kota. Pada saat
mataari berkulminasiatas, (12.00.00) sudut waktu adalah = 0˚. Dengan demikian
perubahan sudut waktu menentukan berubahnya waktu hakiki.(Hambali, 2011: 81)
Rumus
dan Contoh Perhitungan
1.
Sudut
waktu
Rumus:
cos t = - tg ϕ x tg d + sin h : cos ϕ
: cos d
contoh:
diketahui Lintang
tempat ϕ = - 6˚ 53” LS
deklinasi matahari δ = + 6˚54’ 14”
tinggi matahari =
-1˚
maka, perhitungan sudut
waktu adalah:
cos
t = -tan- 6˚ 53” x tan 6˚54’ 14” +
sin-1˚ : cos - 6˚ 53”: cos 6˚54’ 14” cos t = -3.090690108
t = 90˚10’37,5”
2. Sudut deklinasi
Rumus untuk
menghitung deklinasi matahari ada berbagai macam. Berikut ini rumus yang
ditemukan Cooper dan Fletcher.
Cooper I : δ =
23.45˚ sin [ 360˚ x
]
Cooper II: δ =
23.45˚ sin [
(N-81)]
Cooper III : δ
=
sin (
(N-81))]
Fletcher I : δ
= -23.44˚ cos (360˚ (N+10) : 365)
Fletcher II: δ
= -23.44˚ sin (360˚ (N+284) : 365)
N = menyatakan
nomor urut hari dalam satu tahun
Bulan
|
N tanggal
|
Tanggal
|
N
|
-δ (˚)
|
Januari
|
O
|
17
|
17
|
-20,9
|
Februari
|
31
|
16
|
47
|
-13,0
|
Maret
|
59
|
16
|
75
|
-2,4
|
April
|
90
|
15
|
105
|
9,4
|
Mei
|
120
|
15
|
135
|
18,8
|
Juni
|
151
|
11
|
162
|
23,1
|
Juli
|
181
|
17
|
198
|
21,2
|
Agustus
|
212
|
16
|
228
|
13,5
|
September
|
243
|
15
|
258
|
2,2
|
Oktober
|
273
|
15
|
288
|
-9,6
|
November
|
304
|
14
|
318
|
-8,9
|
Desember
|
334
|
10
|
344
|
-23,0
|
Ket. Untuk tahun
Kabisat, nilai N setelah Februari/ mulai Maret harus ditambah 1 karena dalam
tahun kabisat umur bulan Februari 29 hari
dengan jumlah hari dalam setahun 366 hari. Dengan demikian nilai sudut
deklinasi berubah sedikit. Sedangkan untuk tahun basithah tidak perlu ditambah
karena bulan Februari berjumlah 28 dan jumlah hari 365.
Contoh
Perhitungan:
a.
Hitunglah besar
sudut deklinasi matahari pada tanggal 15 April 2014!
nilai N untuk 15 Mei = 105; bila dimasukkan dalam
rumus Cooper I
δ = 23.45˚ sin [ 360˚ x
]
= 9º24’53,62”
b.
Hitunglah sudut deklinasi matahari pada tanggal 15 Mei 2014!
15 Mei nilai N=
135, bila dimasukkan dalam rumus Cooper
I
δ = 23.45˚ sin [ 360˚ x
]
= 18º47’30,9”
3. Waktu hakiki
Waktu
hakiki = pukul 12.00.00 + sudut waktu
a. Diketahui
sudut waktu = 30˚
Waktu
hakiki = pukul 12.00.00 + 30˚
= 12.00.00 + 2 j (15˚=1 j)
= 14.00.00
b. Diketahui
sudut waktu = - 45˚
Waktu hakiki = pukul 12.00.00 + (-45˚)
= 12.00.00 - 45˚
= 12.00.00 – 3j
=
9.00.00
c. Diketahui
sudut waktu = 130˚
Waktu hakiki = pukul 12.00 + 130˚
=
pukul 12.00.00 +
= 12.00.00 + 8j 40m
=
20.40.00
DAFTAR PUSTAKA
Azhari, Susiknan, 2001, Ilmu Falak Teori dan Praktek,
Yogyakarta: Lazuardi.
----------------------,
2005, Ilmu Falak, Jogjakarta: Buana
Pustaka.
---------------------,
2008, Ensiklopedia Hisab Rukyat,cet
II, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hadi, Dimsiki,
2009, Sains Untuk Kesempurnaan Ibadah,
Penerapan Sains dalam Peribadatan, Yogyakarta: Prima Pustaka
Hambali, Slamet,
2011, Ilmu Falak I, Semarang: Program
Pascasarjana Walisongo,
Hollander, H.G. Den, 1951, Ilmu Falak, Jakarta: J.B Wolters
Jamil, A, 2009, Ilmu Falak, Jakarta: Amzah
Khazin, Muhyiddin, 2008, Ilmu Falak:Dalam Teori dan Praktki, Yogyakarta:
Buana Pustaka
Maskufa, 2009, Ilmu Falaq, Jakarta: Gaung Persada.
Nawawi, Abd
Salam, 2010, Ilmu Falak; Cara Praktis Menghitung Waktu Shalat, Arah Kiblat, dan
Awal Bulan, Sidoarjo: Aqaba
Rachim, Abd.,
1983, Ilmu Falak, Yogyakarta:
Liberty.
Simamora, P.,
1985, Ilmu Falak (kosmografi),
Jakarta: Pedjuang Bangsa
Sodiq, Sriyatin,
1994, Ilmu Falak, Surabaya:
Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar