TATA
KOORDINAT EKUATOR
(Teori
dan Aplikasi Rumus Perhitungan Deklinasi & Asensio Rekta)
Oleh :
1.
Ibnu
Sutopo Yuono (135212012)
2.
Imam
Labib Hibaurrohman (135212013)
Pendahuluan
Matahari sebagai pusat
peredaran benda-benda langit dalam tatasurya ini, sehingga Bumi selain berputar
pada sumbunya (Rotasi), ia bersama-sama bulan mengililingi Matahari yang
dikenal sebutan Revolusi. Oleh karena itu ketiga benda langit tersebut (Bumi, Matahari,
dan Bulan) merupakan
obyek yang sangat penting untuk diketahui peredarannya masing-masing, baik
peredaran semu maupun peredaran sebenarnya, dalam prediksi waktu, hingga telaah keteraturan gerak serta
posisi ketiga benda langit tersebut terhadap setiap peristiwa di Bumi.
Fenomena
muncul dan tenggelamnya Matahari ataupun benda-benda langit lainnya senantiasa
terjadi terus menerus. Berbagai macam observasi dilakukan guna mengetahui
gerakan benda-benda angkasa yang selalu bergerak stagnan dan stabil walaupun
dalam realita sejatinya tidaklah demikian akan tetapi ada gejala naik turunya
sistem pergerakannya karena ada berbagai macam akibat yang terjadi disana.
Setiap hari dapat disaksikan fenomena terbit dan tenggelamnya Matahari di kaki
langit sebelah timur dan barat. Pergerakan inilah yang menunjukkan adanya
pergeseran tempat yang mana bergerak semakin lama akan semakin tinggi hingga
pada puncaknya di siang hari dia (Matahari) akan menduduki posisi yang paling
teratas di titik zenit. Sedangkan perjalanan harian ketika dalam posisi
tersebut dinamakan berada pada titik kulminasi atau titik rembang, yang mana
saat itu keadaan Matahari dikatakan sedang merembang atau berkulminasi.
Langit
yang dijadikan sebagai media perjalanan pergerakan Matahari atau benda-benda
angkasa lainnya jika diperhatikan, seakan-akan terbentang diatas kepala kita
dan ketika diperhatikan pergerakan bergesernya Matahari tersebut dihitung
semenjak dari terbit hingga terbenamnya maka akan tampak bahwa Matahari
bergeser melintas melalui garis yang melengkung seperti garis lengkung seperdua
bola. Padahal dalam realitasnya lingkaran bola langit itu tidak ada sama
sekali, itu hanyalah sebuah khayalan atau imajinasi kita yang sangat terbatas
menganggap bahwa lintasan benda-benda angkasa bergeser melaui orbit yang
melingkar dikarenakan ruangan jagad raya ini terlampau luas dan efek dari
bentuk Bumi kita yang bulat, sehingga dalam pengamatan kita yang terjadi adalah
fenomena pergerakan Matahari yang sedang mengelilingi Bumi secara melengkung.
Oleh
karena itu, para sarjana memproyeksikan diri dengan menganggap bahwa bola
langit itu ada, hanya untuk memudahkan dalam memahami konsep pergerakan
lintasan orbit benda-benda angkasa, sehingga dapat memberikan gambaran kepada kita
mengetahui letak posisi benda-benda tersebut dan menjadikan para observer
dengan mudahnya melakukan penyelidikan-penyelidikan mengungkap misteri jagad
raya. Dengan adanya proyeksi tersebut secara logika dapat diketahui perhitungan-perhitungan
astronominya, terutama pada permasalahan perhitungan awal bulan Qomariyah,
penentuan posisi Matahari dan bulan maka perlu adanya pemahaman tentang bola Bumi
dan langit berikut dengan istilah-istilahnya.
Bola Bumi dan Langit
Bola
Bumi sering kita sebut dan pahami bahwa Bumi itu bulat seperti bola akan tetapi
secara analisis definitive belum bisa dicerna kecuali dengan bukti-bukti yang
menunjukkan dan menjelaskan bahwa Bumi itu bulat adalah sebagai berikut :
1.
Dalam
kenyataannya bahwa orang dapat mengelilingi Bumi, hal demikian itu menunjukkan
bahwa Bumi itu bulat tidak datar.
2.
Jika
dilihat dari kapal laut yang dari kejauhan ingin mendekati kita, maka kita akan
melihat terlebih dahulu akan puncak tiangnya dan cerobongnya, kemudian baru
badan secara keseluruhannya. Hal ini juga menunjukkan bahwa permukaan Bumi yang
dilautan tidaklah mendatar akan tetapi melengkung.
3.
Adanya
ketidak samaan antara terbit dan tenggelam dari benda-benda luar angkasa
4.
Pada
gerhana bulan dapat dilihat bayangan Bumi dibulan yang senantiasa berbentuk
busur lingkaran
5.
Pemotretan
Bumi dari satelit angkasa luar menunjukkan bahwa Bumi itu bulat seperti bola
walaupun penemuan modern bentuk Bumi adalah ellipsoid
6.
Dalam
perjalanan sepanjang meridian ke arah selatan atau utara orang dapat
menyaksikan perubahan tinggi kulminasi bintang dengan 1° untuk tiap jarak = 111
Km. Dengan ini dapat dihitung bahwa keliling meridian Bumi = 360° x 111 Km =
39.960 atau 40.000 Km. (Marsito, 1960:87)
7.
Pergerakan
terbit dan tenggelamnya Matahari dari timur-barat yang kelihatannya beredar
pada garis orbit yang melengkung.
Lingkaran
pada bola langit merupakan batas diantara belahan langit yang tampak dan
belahan langit yang tak tampak oleh pandangan kita. Dalam istilah Astronomi dan
navigasinya, bola langit merupakan manivestasi dari bola khayal degan radius
yang tak terhingga dan tampak berotasi dan semua objek dari langit dbayangkan
dan diproyeksikan bahwa mereka pada di kulit bola. Sebanding dengan yang
dimiliki oleh bola Bumi, maka ekuator langit dan kutub-kutub langit merupakan
sebuah proyeksi ekuator Bumi dan kutub-kutub Bumi pada bola langit yang
merupakan sebagai alat bantu yang sangat penting.
Langit
tempat Matahari bergerak dapat kita lihat seakan-akan terbentang diatas kepala
kita yang mana sama juahnya alat tersebut ke segala arah dan timbullah kesan
seakan-akan langit itu berbentuk seperdua bola. Sebagian bola langit itu akan
tampak oleh kita karena terletak dibawah pengawasan kita. Sehingga
mengakibatkan sebuah pemahaman bahwa bola langit itu bisa digunakan secara
geosentrik naupun toposentrik. Geosentrik berarti bola tersebut berpusat pada
pengamat khayal yang berada di pusat Bumi dan efek paralaks tidak
diperhitungkan. Sementara toposentrik berarti bola tersebut berpusat pada
pengamat di permukaan Bumi dan paralaks horizontal yang tidak dapat selalu
diabaikan.
Sehingga
yang dimaksud dengan bola langit adalah suatu bola pembantu dengan jari-jari
sembarang (satuan) sesuai dengan kebutuhan atau tergantung objek yang akan
dipakai dihitung dari titik pusat bola (pengamat), kemana arah bintang yang
akan dihitung, arah sumbu putar Bumi, arah vertikal-vertikalnya[1]
dan arah-arah yang dipindahkan dengan sejajar sehingga akan melalui titik pusat
bola pembantu ini. (Villanueva, 1978:7)
Bola
langit tidak ada hubungannya dengan bulatan Bumi atau bulatan langit yang
terlihat dari Bumi akan tetapi dia membentuk sesuai dengan objek masing-masing
dan terbentuk dari matematika yang murni hingga dalam penentuanya juga
diperlukan ketrampilan tersendiri dalam perhitungannya. Karena dalam astronomi
bola lebih diperlukan kemampuan berkhayal dalam menentukan letak koordinat
objek langit dengan kaidah-kaidah matematis sesuai dengan data hasil
pengamatan.
Oleh
karena itu, bola pembantu ini (bola langit) dapat diletakkan disembarangan
tempat pada ruang untuk mendapatkan gambaran yang jelas berkenaan dengan
hal-hal yang sifatnya astronomis karena dalam memahami bola langit membutuhkan
khayalan atau imajinasi yang dipusatkan pada observer itu sendiri,
dimana ia memandang ke langit maka disanalah letak titik pusat bola langit.
Villanueva (1978:8) menyatakan bahwa sebaiknnya dalam menentukan titik pusat
bola langit dibayangkan sesuai dengan letak si pengamat itu sendiri.
Lihatlah
gambar dibawah ini:
Proyeksi
Gambar Bola Langit Perluasan Dari Bola Bumi

Sistem
Koordinat Ekliptik dan Ekuatorial
Seperti halnya dengan bulan maupun bintang, Mataharipun
jika diperhatikan akan mengalami pergeseran atau perpindahan dan tidak
mengalami stagnasi terhadap posisinya terus menerus akan tetapi mengalami
perubahan. Ada beberap hal yang dapat disaksikan tentang fenomena pergerakan Matahari
yang senantiasa bergeser dalam posisinya seperti kejadian terbenamnya Matahari
terkadang di titik barat, terkadang di titik barat laut dan terkadang pula
berada pada posisi barat daya. (Marsito, 1960 : 49)
Seandainya
Bumi
dijadikan sebagai titik pusat sistem koordinat, maka ekliptika merupakan bidang
edar yang dilalui oleh benda-benda langit seperti planet
dan Matahari
untuk mengelilingi Bumi. Dan bila Matahari dijadikan sebagai titik pusat sistem
koordinat, maka ekliptika merupakan bidang yang terbentuk sebagai lintasan orbit
Bumi yang berbentuk elips
dengan Matahari berada pada titik pusat elips tersebut. Sistem
koordinat ekliptika merupakan pengembangan ke arah langit dari sistem koordinat
bola Bumi, dimana ekliptika Bumi menjadi ekliptika langit, dan kutub Bumi
menjadi kutub ekliptika langit.
Lingkaran Ekliptika berpotongan dengan ekuator dan
membentuk sudur 23° 27ʹ. Karena itu selama setengah tahun Matahari akan berada
di utara ekuator dan setengah tahun berikutnya berada di selatan ekuator. Pada
tanggal 21 Juni Matahari berada paling jauh di utara ekuator dengan harga δ nya 23° 27ʹ
mengakibatkan musim panas di daerah belahan utara. Sebaliknya pada tanggal 22
Desember Matahari berada paling jauh di selatan ekuator dengan nilai harga δ nya - 23° 27ʹ
mengakibatkan musim panas disebelah daerah selatan Bumi. Sedangkan pada tanggal
21 Maret dan 23 September Matahari persis berada di ekuator dengan harga δ nya 0°
berakibat adanya musim semi (Salam Nawawi, 2010:16).
Disebabkan dengan adanya kemiringan sumbu Bumi terhadap
ekliptika sebesar 23.5° maka dikenallah musim panas dan musim dingin di belahan
Bumi bagian utara dan selatan. Karena untuk kira-kira setengah tahun belahan
daerah utara Bumi akan menghadap dan lebih dekat dengan Matahari daripada
daerah belahan selatan. Kemudian setengah tahun berikutnya, belahan selatan Bumi
menghadap dan lebih dekat dengan Matahari. Sehingga pada tanggal 2 januari Bumi
berada paling dekat dengan Matahari (Perigee) dan tanggal 2 juli Bumi berada
paling jauh dari Matahari (Apoge) (Villanueva,
1978:9).
Dari beberapa rasi atau bintang yang telah kita kenal
dapat dicari bintang-bintang lain yang kita hendaki dengan mempergunakan
garis-garis yang ditarik dari bintang yang kesatu ke bintang lainnya dengan
melalui atau menuju pada benda-benda langit yang dikehendaku. Sistem koordinat ekuator langit menggunakan lingkaran ekuator dan
lingkaran deklinasi sebagai sumbu-sumbunya. Sistem koordinat ini digunakan
sebagai acuan untuk menentukan asensio rekta dan deklinasi suatu benda angkasa (Salam
Nawawi, 2010 : 11).
Di
dalam sistem koordinat bola langit terdapat banyak lingkaran yang melalui titik
pusat, salah satunya ada yang dilintasi oleh Matahari, yaitu ketika Matahari
sedang melintasi garis tengah bola langit. Garis tengah bola langit yang
dilintasi oleh Matahari tersebut membelah bola langit menjadi dua bagian sama
besar. Susikan Azhari (2012:132) menyatakan bahwa lingkaran ekuator langit
adalah lingkaran pada bola langit yang merupakan hasil proyeksi perluasan dari
lingkaran khatulistiwa atau ekuator Bumi yang membagi langit menjadi dua bagian
yang sama yaitu bagian belahan utara dan selatan yang mana garis ini dijadikan
sebagai permulaan perhitungan lintang langit (latitude) dengan harga 0°.
Lingkaran ekuator ini memotong lingkaran ekliptika di titik yang menunjukkan
pada titik semi atau vernal equinox tanggal 21 Maret ataupun titik autumual
equinox 23 september.[2]
Sehingga
salah satu bidang yang tegak lurus pada poros Bumi disebut sebagai bidang
khatulistiwa atau ekuator Bumi yang melalui titik pusat Bumi, jika dari kutub Bumi
kita tarik garis tegak lurus, maka ujung garis itu akan menyentuh bola langit
pada suatu titik yang dinamakan “kutub langit”. Kutub langit utara (KLU) tepat
diatas kutub Bumi utara dan kutub langit selatan (KLS) tepat diatas kutub Bumi
selatan.
Murtadho
(2008:69) menyatakan bahwa kutub langit utara dan selatan merupakan
proyeksi perluasan dari titik kutub selatan dan utara Bumi. Untuk mengetahui
letak kutub langit utara seorang observer memberikan tanda dengan adanya
letak bintang Polaris yang berada pada posisi kurang lebih 1 derajat jauhnya
dari kutub langit utara yang sebenarnya. Sedangkan kutub langit selatan
terletak kira-kira 1 derajat dari bintang Sigma Octantis akan tetapi bintang
ini jarang dapat ditemukan. (Marsito, 1960:33-34).
Kutub
langit utara (KLU) diatas ufuk dan membentuk sudut dengan titik Utara (U)
dengan posisi lintang tempat (LT) dari pengamat adalah positif (+), sedangkan
untuk kutub langit selatan lintang tempatnya si pengamat adalah dengan harga
negative (-). Kemudian sudut yang posisinya diatas ufuk yang dibentuk oleh
kutub langit dengan ufuk dinamakan tinggi ufuk (TK) ditentukan dengan besar
kecilnya lintang tempat. (Slamet Hambali, 2011:61)
Gambar Lingkaran Ekliptika dan Ekuatorial Langit

Lingkaran Deklinasi
Dalam
perjalanan harian Matahari selalu pada orbit atau posisi tempat yang
berbeda-beda. Suatu ketika Matahari akan melintasi garis khatulistiwa atau
ekuator langit dan pada saat lain melintasi di luar garis khatulistiwa. Jarak
yang dibentuk dalam lintasan Matahari dengan khatulistiwa dinamakan Deklinasi.
Deklinasi Matahari yang berubah-ubah juga akan mengakibatkan jarak zenith dan
tinggi kulminasi Matahari akan berubah. (Slamet Hambali. 2011:56)
Deklinasi
ada dua macam : Pertama, Deklinasi Positif, yaitu deklinasi yang berada
di belahan langit utara terhitung dari 0 di ekuator langit sampai 90 di kutub
utara. Kedua, Deklinasi negative yaitu deklinasi yang berada di belahan
langit selatan terhitung dari 0 di ekuator langit sampai 90 di kutub selatan. Deklinasi
Matahari (mail al-Syams) berkisar antara + 23° 27ʹ (Lintang Utara)
sampai -23° 27ʹ (Lintang Selatan). Sedangkan deklinasi bulan (mail qomar)
dapat mencapai maksimum 5° 8ʹ. (Murtadho, 2008:69). Muhyidin Khazin (2011:135)
menyebutkan bahwa adanya deklinasi Matahari karena disebabkan adanya kemiringan
bidang ekliptika terhadap ekuator.
Abd Salam Nawawi (2010:
11) menyatakan bahwa lingkaran deklinasi adalah lingkaran yang ditarik dari
kedua kutub langit dan memotong tegak lurus ekuator. Muhyiddin Khazin (2005: 20)
juga menyebutkan bahwa lingkaran deklinasi merupakan lingkaran yang ditarik
dari kutub utara langit ke kutub selatan langit melalui suatu benda langit,
tegak lurus pada lingkaran ekuator langit. Lingkaran ini digunakan untuk
pengukuran deklinasi suatu benda langit, yakni pengukurannya diukur sepanjang
lingkaran deklinasi dari ekuator langit sampai suatu benda langit tersebut.
Deklinasi diberi lambang δ (delta).
Namun demikian, peristilahan peristilahan lingkaran deklinasi sebagai lingkaran
yang ditarik
dari kedua kutub langit dan memotong tegak lurus ekuator perlu ditinjau ulang. Hal ini mengingat bahwa deklinasi
benda langit dalam peredaran hariannya dianggap tetap, sedangkan lingkaran yang
ditarik dari kedua kutub langit dan tegak lurus ekuator, nilai deklinasinya
berubah-ubah. Menurut Slamet Hambali, lingkaran deklinasi adalah identik dengan
lingkaran edar benda langit yang sejajar dengan bidang ekuator.
Gambar Deklinasi

Keterangan
:
1. Garis
Merah : Lingkaran Ekliptika
2. Garis
Biru : Lingkaran Ekuator Langit
3. KES
: Kutub Ekliptik Utara
4. KES
: Kutub Ekliptik Selatan
5. KLS
: Kutub Langit Selatan
6. KLU
: Kutub Langit Utara
7. Y
: Titik Aries
8. α
: Asensio Rekta
9. δ
: Deklinasi
10. λ
: Bujur Astronomis
Tanggal
|
Deklinasi Matahari
|
Tanggal
|
22 Desember
|
-
23° 30ʹ
|
22 Desember
|
21 Januari
|
-
20°
|
22 November
|
8 Februari
|
-
15°
|
3 November
|
23 Februari
|
-
10°
|
20 Oktober
|
8 Maret
|
-
5°
|
6 Oktober
|
21 Maret
|
0°
|
23 September
|
4 April
|
+ 5°
|
10 September
|
16 April
|
+ 10°
|
28 Agustus
|
1 Mei
|
+ 15°
|
12 Agustus
|
23 Mei
|
+ 20°
|
24 Juli
|
21 Juni
|
+ 23° 30ʹ
|
21 Juni
|
Catatan
: Dari daftar diatas terbukti bahwa deklinasi Matahari sama besarnya dalam dua
hari dalam setahun, sebagai contoh : Pada tanggal 23 Februari dan 20 Oktober
masing-masing dalam posisi deklinasi berada di -10°. Tanggal 23 Mei dan 24 Juli
berada pada deklinasi +20°.
Asensio Rekta (Al-shu’ud
al-Mustaqim / Mathali’ al-Baladiyah)
Asensio
Rekta adalah busur sepanjang lingkaran ekuator yang dihitung dimlai dari titik Aries
ke arah timur sampai ke titik perpotongan antara lingkaran ekuator dengan
lingkaran deklinasi yang melalui benda langit. (Muhyidin Khazin, 2011:135).
Biasanya dalam astronomi Asensio Rekta dilambangkan dengan α (alpha) dan diukur
dengan ukuran dimulai dari 0° – 360° dengan awal perhitungannya adalah titik Aries
0° sebagai titik permulaan yang berimpit dengan titik 360°.
Gambar
Asensio Rekta

Perhitungan
Deklinasi & Asensio Rekta
Fungsi koordinat
equatorial adalah untuk menentukan deklinasi
dan asensio rekta
.
Deklinasi
dianggap bernilai positif apabila berada di
utara ekuator langit dan negatif apabila berada di selatan ekuator langit.
Nilai asensio rekta
umumnya
dinyatakan dalam waktu jam/hour (h), menit/ minute (m) dan detik/
second (s). Namun, nilai asensio rekta ini kadang perlu dikonversikan
dalam bentuk derajat.




Untuk
mendapatkan nilai deklinasi
dan asensio
rekta
diperlukan nilai lintang (
dan
bujur
ekliptika.
Jean Meeus (1991:73) memformulasikan rumus untuk mendapatkan deklinasi
dan asensio
rekta
sebagai
berikut :






![]() |
(1)
|
![]() |
(2)
|
dengan:





Contoh:
Diketahui Bintang Pollux (β-Gem) mempunyai bujur ekliptika (λ) = 113o12’56,2” dan lintang ekliptika (β) = 6o41’3,01”.
Jika kemiringan ekliptika (ε) =
23o26’21,45”, tentukan nilai asensio rekta (α) dan deklinasinya (δ)
Penyelesaian:
Untuk menghitung nilai asensio rekta, digunakan rumus pada
persamaan (1) yaitu:


tan α = -2,020777568
α = 116o19’44,1”
atau 7h45m18,94s
Untuk menghitung nilai deklinasi, digunakan rumus pada persamaan
(2) yaitu:


tan δ =
0,469875055
δ =
25o10’3,58”
Aplikasi
Nilai Deklinasi & Asensio Rekta dalam Kehidupan Real (Nyata)
Dalam
memahami istilah-istilah astronomi khususnya astronomi bola, akan lebih mengena
manakala seseorang dapat contoh pemanfaatannya dalam kehidupan nyata
sehari-hari. Dalam makalah ini, penulis mencoba untuk mengaplikasikan data
deklinasi dan asensio untuk menghitung altitude (a) dan azimut (A) suatu
bintang pada jam tertentu.
Contoh 1:
Pada tanggal 22 Desember 2010 pukul 21.30 LT (Local Time/waktu
setempat), Cak Lontong yang
berada di Lintang (ɸ) 5o LS ingin mengamati bintang Rigel dengan α =
5h 15m 3s dan δ = - 8o 11’ 23”.
Pertanyaan:
a)
Apakah bintang Rigel dapat diamati (nampak)?.
b)
Tentukan ketinggian/altitude (a) bintang Rigel
c)
Tentukan Azimut (A) bintang Rigel
d) Dengan menggunakan teori segitiga bola, gambarkan
posisi bintang Rigel dan buktikan jawaban soal b dan c.
Penyelesaian:
a)
Untuk mengetahui penampakan suatu Bintang, perlu dihitung Local
Sidereal Time (LST) dan Hour Angle (HA).
Menghitung Local Sidereal Time (LST)


LST = 5h55m4,11s
Menghitung HourAngle (HA)



Bintang dapat diamati apabila: 0h <
HA < 6h dan 18h < HA < 24h atau -6h
< HA <6h
Jadi Tanggal 22 Desember 2010 Pukul 22.30 waktu
setempat Bintang Rigel dapat diamati
b)
Menghitung Altitude (a)
HA dirubah dalam
satuan derajat busur
HA (derajat busur)
= HA (jam) x 15 = 22h10m1,11s x 15 = 332o30’16,6”




Jadi, altitude/
tinggi Bintang Rigel adalah 62o30’29,16”
c)
Menghitung Azimut (A)


A = -81o51’25,12”
(kuadran IV) atau 98o8’34,88 (kuadran (II)
Jadi Bintag Rigel berada pada Azimut 98o8’34,88” (UTSB)
d)
Menggambar Bintang Rigel pada Bola Langit dan menghitung nilai altitute
(a) dan Azimut (A) dengan Teori Segitiga Bola.
![]() |
||||
|

Segitiga bola
PZR
PZ = r = 90o
+ ɸ = 90o + 5o
r = 95o
P = h = 360o
- 332o30’16,6”
h = 27o29’43,4”
PR = z = 90o +
δ = 90o + 8o11’23”
z = 98o11’23”
Menggunakan
Rumus Cosinus
Cos p = cos r .
cos z + sin r . sin z . cos P
Cos p = cos 95o
. cos 98o11’23” + sin 95o . sin 98o11’23” .
cos 27o29’43,4”
= 0,8870762093
p = 27o29’30,84”
Dari gambar
bola langit, altitude (a) = 90o – p
a = 90o
– 27o29’30,84”
a = 62o30’29,16”
Jadi tinggi
Bintang Rigel adalah 62o30’29,16”
Menggunakan
Rumus Sinus


Z = A dan P =
nilai HA, sehingga:
Sin A =

Sin A = 

Sin A =
0,989918079
A = 81o51’25,85”
atau 98o8’34,15”
Sehingga Azimut
(A) Rigel adalah sebesar 98o8’34,15”
Contoh 2 (Latihan):
Pada tanggal 22 April 2014, tim gabungan dari KBF, ASTROFISIKA dan
PKU Ilmu Falak ingin mengamati hujan meteor Lyrid yang berada di rasi bintang
Lyra. Dengan penuh semangat, tim gabungan menuju Observatorium Raud}atu
al-jannah , Ngaliyan yang berada pada Lintang
(ɸ) = 6o59’15” LS dan Bujur (λ) =
110o24’15” BT. Pengamatan dilakukan pada pukul 23.30 WIB menggunakan
Teleskop HD-1, Binokuler Pasca dan Binokuler Mini Cak Lutfi. Sebagai acuan,
bintang yang akan dibidik adalah α-Lyra yang memiliki asensiorekta (α) = 18h
37m26,462s dan deklinasi (δ) = 38o47’43,67”.
a)
Apakah
Bintang α-Lyra dapat diamati?
b) Tentukan ketinggian/altitude (a) bintang α-Lyra
c) Tentukan Azimut (A) bintang α-Lyra
d) Dengan menggunakan teori segitiga bola, gambarkan
posisi bintang α-Lyra pada bola langit dan buktikan jawaban soal b dan c.
DAFTAR PUSTAKA
Azhari, Susiknan, 2012, Ensiklopedia Hisab Rukyat, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Hambali,
Slamet, 2011, Ilmu Falak
Penentuan Awal Waktu Shalat & Arah Kiblat Seluruh Dunia,
Semarang : PPs Walisongo.
Khazin, Muhyidin, 2011, Ilmu Falak Dalam Teori Dan Praktik,
Yogyakarta: Buana Pustaka.
Marsito, 1960, Kosmografi
Ilmu Bintang, Jakarta : PT. Pembangunan.
Meeus, Jean, 1991,
Astronomical Logarithms, Virginia: Willmann-Bell.
Murtadho, Moh, 2008, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN
Malang Press.
Nawawi, Abd Salam, 2010, Ilmu Falak Cara Praktis Menghitung Waktu Shalat, Arah Kiblat Dan
Awal Bulan, Sidoarjo: Aqaba.
Rochim,
Abdur, 1983, Ilmu Falak,
Yogyakarta : Liberty.
Villanueva, K.J., 1978, Pengantar Astronomi Geodesi, (Bandung :
Departemen Geodesi ITB.
[1] Lingkaran
vertikal menurut Susikan Azhari dalam Ensiklopedia Hisab Rukyahnya (2012: 134)
adalah lingkaran pada permukaan bola langit yang menghubungkan titik zenith dan
nadhir. Sedangkan Bola langit berputar pada sumbunya, sedangkan bidang horizon
serta vertikalnya akan tetap pada tempatnya tetapi objek-objek langit terus
bergerak melintas pada orbitnya masing-masing dengan membentuk lingkaran
parallel. (Marsito, 1960: 31)
[2] Vernal equinox
disebut juga sebagai titik pertama aries yang merupakan perpotongan antara
ekliptika dengan ekuator. Dalam bahasa Arab disebut sebagai al-I’tidal
ar-Rabiiy atau Matallu min awwal al-haml. Di vernal equinox Matahari
berpindah dari selatan ke utara ekuator disebabkan karena adanya gerak presesi,
titik vernal equinox selalu bergeser ke Barat. Pada 200-300 tahun yang akan
datang vernal equinox akan mencapai batas akuarius (sekarang masih di Pisces).
Sedangkan yang dimaksud dengan autumnal equinox adalah salah satu titik
perpotongan antara bidang ekliptika dan bidang ekuator. Matahari berada pada
autumnal equinox ketika melewati ekuator langit dari utara ke selatan sekitar
tanggal 23 September. Autumnal Equinox dalam bahasa Arab disebut al-I’itidal
al-Kharify yang berarti titik musim semi. (Susiknan Azhari, Ensiklopedia
Hisab Rukyat, Yogyakarta : Pusatak Pelajar, 2012 : 226 & 37)
[3] Data diambil
dari buku Ilmu Falak karangan Abdur Rachim
terimakasih atas resume tentang tata koordinat koordinat yang sangat membantu untuk penjelasannya. tapi maaf untuk gambar penjelasnya tidak dapat terlihat. beberapa teman saya yang membukanya juga tidak dapat melihat gambar-gambar tersebut.
BalasHapusGambarnya kenapa ngga muncul, jdi gimana bisa tahu kesannya jadi ngambang artikel ini.
BalasHapus