Selasa, 26 Mei 2015

TATA KOORDINAT EKUATOR (Teori dan Aplikasi Rumus Perhitungan Deklinasi & Asensio Rekta)

TATA KOORDINAT EKUATOR
(Teori dan Aplikasi Rumus Perhitungan Deklinasi & Asensio Rekta)
Oleh :
1.      Ibnu Sutopo Yuono (135212012)
2.      Imam Labib Hibaurrohman (135212013)

Pendahuluan
Matahari sebagai pusat peredaran benda-benda langit dalam tatasurya ini, sehingga Bumi selain berputar pada sumbunya (Rotasi), ia bersama-sama bulan mengililingi Matahari yang dikenal sebutan Revolusi. Oleh karena itu ketiga benda langit tersebut (Bumi, Matahari, dan Bulan) merupakan obyek yang sangat penting untuk diketahui peredarannya masing-masing, baik peredaran semu maupun peredaran sebenarnya, dalam prediksi  waktu, hingga telaah keteraturan gerak serta posisi ketiga benda langit tersebut terhadap setiap peristiwa di Bumi.
Fenomena muncul dan tenggelamnya Matahari ataupun benda-benda langit lainnya senantiasa terjadi terus menerus. Berbagai macam observasi dilakukan guna mengetahui gerakan benda-benda angkasa yang selalu bergerak stagnan dan stabil walaupun dalam realita sejatinya tidaklah demikian akan tetapi ada gejala naik turunya sistem pergerakannya karena ada berbagai macam akibat yang terjadi disana. Setiap hari dapat disaksikan fenomena terbit dan tenggelamnya Matahari di kaki langit sebelah timur dan barat. Pergerakan inilah yang menunjukkan adanya pergeseran tempat yang mana bergerak semakin lama akan semakin tinggi hingga pada puncaknya di siang hari dia (Matahari) akan menduduki posisi yang paling teratas di titik zenit. Sedangkan perjalanan harian ketika dalam posisi tersebut dinamakan berada pada titik kulminasi atau titik rembang, yang mana saat itu keadaan Matahari dikatakan sedang merembang atau berkulminasi.
Langit yang dijadikan sebagai media perjalanan pergerakan Matahari atau benda-benda angkasa lainnya jika diperhatikan, seakan-akan terbentang diatas kepala kita dan ketika diperhatikan pergerakan bergesernya Matahari tersebut dihitung semenjak dari terbit hingga terbenamnya maka akan tampak bahwa Matahari bergeser melintas melalui garis yang melengkung seperti garis lengkung seperdua bola. Padahal dalam realitasnya lingkaran bola langit itu tidak ada sama sekali, itu hanyalah sebuah khayalan atau imajinasi kita yang sangat terbatas menganggap bahwa lintasan benda-benda angkasa bergeser melaui orbit yang melingkar dikarenakan ruangan jagad raya ini terlampau luas dan efek dari bentuk Bumi kita yang bulat, sehingga dalam pengamatan kita yang terjadi adalah fenomena pergerakan Matahari yang sedang mengelilingi Bumi secara melengkung.
Oleh karena itu, para sarjana memproyeksikan diri dengan menganggap bahwa bola langit itu ada, hanya untuk memudahkan dalam memahami konsep pergerakan lintasan orbit benda-benda angkasa, sehingga dapat memberikan gambaran kepada kita mengetahui letak posisi benda-benda tersebut dan menjadikan para observer dengan mudahnya melakukan penyelidikan-penyelidikan mengungkap misteri jagad raya. Dengan adanya proyeksi tersebut secara logika dapat diketahui perhitungan-perhitungan astronominya, terutama pada permasalahan perhitungan awal bulan Qomariyah, penentuan posisi Matahari dan bulan maka perlu adanya pemahaman tentang bola Bumi dan langit berikut dengan istilah-istilahnya.
Bola Bumi dan Langit
Bola Bumi sering kita sebut dan pahami bahwa Bumi itu bulat seperti bola akan tetapi secara analisis definitive belum bisa dicerna kecuali dengan bukti-bukti yang menunjukkan dan menjelaskan bahwa Bumi itu bulat adalah sebagai berikut :
1.      Dalam kenyataannya bahwa orang dapat mengelilingi Bumi, hal demikian itu menunjukkan bahwa Bumi itu bulat tidak datar.
2.      Jika dilihat dari kapal laut yang dari kejauhan ingin mendekati kita, maka kita akan melihat terlebih dahulu akan puncak tiangnya dan cerobongnya, kemudian baru badan secara keseluruhannya. Hal ini juga menunjukkan bahwa permukaan Bumi yang dilautan tidaklah mendatar akan tetapi melengkung.
3.      Adanya ketidak samaan antara terbit dan tenggelam dari benda-benda luar angkasa
4.      Pada gerhana bulan dapat dilihat bayangan Bumi dibulan yang senantiasa berbentuk busur lingkaran
5.      Pemotretan Bumi dari satelit angkasa luar menunjukkan bahwa Bumi itu bulat seperti bola walaupun penemuan modern bentuk Bumi adalah ellipsoid
6.      Dalam perjalanan sepanjang meridian ke arah selatan atau utara orang dapat menyaksikan perubahan tinggi kulminasi bintang dengan 1° untuk tiap jarak = 111 Km. Dengan ini dapat dihitung bahwa keliling meridian Bumi = 360° x 111 Km = 39.960 atau 40.000 Km. (Marsito, 1960:87)
7.      Pergerakan terbit dan tenggelamnya Matahari dari timur-barat yang kelihatannya beredar pada garis orbit yang melengkung.   
Lingkaran pada bola langit merupakan batas diantara belahan langit yang tampak dan belahan langit yang tak tampak oleh pandangan kita. Dalam istilah Astronomi dan navigasinya, bola langit merupakan manivestasi dari bola khayal degan radius yang tak terhingga dan tampak berotasi dan semua objek dari langit dbayangkan dan diproyeksikan bahwa mereka pada di kulit bola. Sebanding dengan yang dimiliki oleh bola Bumi, maka ekuator langit dan kutub-kutub langit merupakan sebuah proyeksi ekuator Bumi dan kutub-kutub Bumi pada bola langit yang merupakan sebagai alat bantu yang sangat penting.
Langit tempat Matahari bergerak dapat kita lihat seakan-akan terbentang diatas kepala kita yang mana sama juahnya alat tersebut ke segala arah dan timbullah kesan seakan-akan langit itu berbentuk seperdua bola. Sebagian bola langit itu akan tampak oleh kita karena terletak dibawah pengawasan kita. Sehingga mengakibatkan sebuah pemahaman bahwa bola langit itu bisa digunakan secara geosentrik naupun toposentrik. Geosentrik berarti bola tersebut berpusat pada pengamat khayal yang berada di pusat Bumi dan efek paralaks tidak diperhitungkan. Sementara toposentrik berarti bola tersebut berpusat pada pengamat di permukaan Bumi dan paralaks horizontal yang tidak dapat selalu diabaikan.
Sehingga yang dimaksud dengan bola langit adalah suatu bola pembantu dengan jari-jari sembarang (satuan) sesuai dengan kebutuhan atau tergantung objek yang akan dipakai dihitung dari titik pusat bola (pengamat), kemana arah bintang yang akan dihitung, arah sumbu putar Bumi, arah vertikal-vertikalnya[1] dan arah-arah yang dipindahkan dengan sejajar sehingga akan melalui titik pusat bola pembantu ini. (Villanueva, 1978:7)
Bola langit tidak ada hubungannya dengan bulatan Bumi atau bulatan langit yang terlihat dari Bumi akan tetapi dia membentuk sesuai dengan objek masing-masing dan terbentuk dari matematika yang murni hingga dalam penentuanya juga diperlukan ketrampilan tersendiri dalam perhitungannya. Karena dalam astronomi bola lebih diperlukan kemampuan berkhayal dalam menentukan letak koordinat objek langit dengan kaidah-kaidah matematis sesuai dengan data hasil pengamatan.
Oleh karena itu, bola pembantu ini (bola langit) dapat diletakkan disembarangan tempat pada ruang untuk mendapatkan gambaran yang jelas berkenaan dengan hal-hal yang sifatnya astronomis karena dalam memahami bola langit membutuhkan khayalan atau imajinasi yang dipusatkan pada observer itu sendiri, dimana ia memandang ke langit maka disanalah letak titik pusat bola langit. Villanueva (1978:8) menyatakan bahwa sebaiknnya dalam menentukan titik pusat bola langit dibayangkan sesuai dengan letak si pengamat itu sendiri.
Lihatlah gambar dibawah ini:


Proyeksi Gambar Bola Langit Perluasan Dari Bola Bumi
Sistem Koordinat Ekliptik dan Ekuatorial
Seperti halnya dengan bulan maupun bintang, Mataharipun jika diperhatikan akan mengalami pergeseran atau perpindahan dan tidak mengalami stagnasi terhadap posisinya terus menerus akan tetapi mengalami perubahan. Ada beberap hal yang dapat disaksikan tentang fenomena pergerakan Matahari yang senantiasa bergeser dalam posisinya seperti kejadian terbenamnya Matahari terkadang di titik barat, terkadang di titik barat laut dan terkadang pula berada pada posisi barat daya. (Marsito, 1960 : 49)
Seandainya Bumi dijadikan sebagai titik pusat sistem koordinat, maka ekliptika merupakan bidang edar yang dilalui oleh benda-benda langit seperti planet dan Matahari untuk mengelilingi Bumi. Dan bila Matahari dijadikan sebagai titik pusat sistem koordinat, maka ekliptika merupakan bidang yang terbentuk sebagai lintasan orbit Bumi yang berbentuk elips dengan Matahari berada pada titik pusat elips tersebut. Sistem koordinat ekliptika merupakan pengembangan ke arah langit dari sistem koordinat bola Bumi, dimana ekliptika Bumi menjadi ekliptika langit, dan kutub Bumi menjadi kutub ekliptika langit.
Lingkaran Ekliptika berpotongan dengan ekuator dan membentuk sudur 23° 27ʹ. Karena itu selama setengah tahun Matahari akan berada di utara ekuator dan setengah tahun berikutnya berada di selatan ekuator. Pada tanggal 21 Juni Matahari berada paling jauh di utara ekuator dengan harga δ nya 23° 27ʹ mengakibatkan musim panas di daerah belahan utara. Sebaliknya pada tanggal 22 Desember Matahari berada paling jauh di selatan ekuator dengan nilai harga δ nya - 23° 27ʹ mengakibatkan musim panas disebelah daerah selatan Bumi. Sedangkan pada tanggal 21 Maret dan 23 September Matahari persis berada di ekuator dengan harga δ nya 0° berakibat adanya musim semi (Salam Nawawi, 2010:16).
Disebabkan dengan adanya kemiringan sumbu Bumi terhadap ekliptika sebesar 23.5° maka dikenallah musim panas dan musim dingin di belahan Bumi bagian utara dan selatan. Karena untuk kira-kira setengah tahun belahan daerah utara Bumi akan menghadap dan lebih dekat dengan Matahari daripada daerah belahan selatan. Kemudian setengah tahun berikutnya, belahan selatan Bumi menghadap dan lebih dekat dengan Matahari. Sehingga pada tanggal 2 januari Bumi berada paling dekat dengan Matahari (Perigee) dan tanggal 2 juli Bumi berada paling jauh dari Matahari (Apoge) (Villanueva, 1978:9).
Dari beberapa rasi atau bintang yang telah kita kenal dapat dicari bintang-bintang lain yang kita hendaki dengan mempergunakan garis-garis yang ditarik dari bintang yang kesatu ke bintang lainnya dengan melalui atau menuju pada benda-benda langit yang dikehendaku. Sistem koordinat ekuator langit menggunakan lingkaran ekuator dan lingkaran deklinasi sebagai sumbu-sumbunya. Sistem koordinat ini digunakan sebagai acuan untuk menentukan asensio rekta dan deklinasi suatu benda angkasa (Salam Nawawi, 2010 : 11).
Di dalam sistem koordinat bola langit terdapat banyak lingkaran yang melalui titik pusat, salah satunya ada yang dilintasi oleh Matahari, yaitu ketika Matahari sedang melintasi garis tengah bola langit. Garis tengah bola langit yang dilintasi oleh Matahari tersebut membelah bola langit menjadi dua bagian sama besar. Susikan Azhari (2012:132) menyatakan bahwa lingkaran ekuator langit adalah lingkaran pada bola langit yang merupakan hasil proyeksi perluasan dari lingkaran khatulistiwa atau ekuator Bumi yang membagi langit menjadi dua bagian yang sama yaitu bagian belahan utara dan selatan yang mana garis ini dijadikan sebagai permulaan perhitungan lintang langit (latitude) dengan harga 0°. Lingkaran ekuator ini memotong lingkaran ekliptika di titik yang menunjukkan pada titik semi atau vernal equinox tanggal 21 Maret ataupun titik autumual equinox 23 september.[2]
Sehingga salah satu bidang yang tegak lurus pada poros Bumi disebut sebagai bidang khatulistiwa atau ekuator Bumi yang melalui titik pusat Bumi, jika dari kutub Bumi kita tarik garis tegak lurus, maka ujung garis itu akan menyentuh bola langit pada suatu titik yang dinamakan “kutub langit”. Kutub langit utara (KLU) tepat diatas kutub Bumi utara dan kutub langit selatan (KLS) tepat diatas kutub Bumi selatan.
Murtadho (2008:69) menyatakan bahwa kutub langit utara dan selatan merupakan proyeksi perluasan dari titik kutub selatan dan utara Bumi. Untuk mengetahui letak kutub langit utara seorang observer memberikan tanda dengan adanya letak bintang Polaris yang berada pada posisi kurang lebih 1 derajat jauhnya dari kutub langit utara yang sebenarnya. Sedangkan kutub langit selatan terletak kira-kira 1 derajat dari bintang Sigma Octantis akan tetapi bintang ini jarang dapat ditemukan. (Marsito, 1960:33-34).
Kutub langit utara (KLU) diatas ufuk dan membentuk sudut dengan titik Utara (U) dengan posisi lintang tempat (LT) dari pengamat adalah positif (+), sedangkan untuk kutub langit selatan lintang tempatnya si pengamat adalah dengan harga negative (-). Kemudian sudut yang posisinya diatas ufuk yang dibentuk oleh kutub langit dengan ufuk dinamakan tinggi ufuk (TK) ditentukan dengan besar kecilnya lintang tempat. (Slamet Hambali, 2011:61)
Gambar Lingkaran Ekliptika dan Ekuatorial Langit
Lingkaran Deklinasi
Dalam perjalanan harian Matahari selalu pada orbit atau posisi tempat yang berbeda-beda. Suatu ketika Matahari akan melintasi garis khatulistiwa atau ekuator langit dan pada saat lain melintasi di luar garis khatulistiwa. Jarak yang dibentuk dalam lintasan Matahari dengan khatulistiwa dinamakan Deklinasi. Deklinasi Matahari yang berubah-ubah juga akan mengakibatkan jarak zenith dan tinggi kulminasi Matahari akan berubah. (Slamet Hambali. 2011:56)
Deklinasi ada dua macam : Pertama, Deklinasi Positif, yaitu deklinasi yang berada di belahan langit utara terhitung dari 0 di ekuator langit sampai 90 di kutub utara. Kedua, Deklinasi negative yaitu deklinasi yang berada di belahan langit selatan terhitung dari 0 di ekuator langit sampai 90 di kutub selatan. Deklinasi Matahari (mail al-Syams) berkisar antara + 23° 27ʹ (Lintang Utara) sampai -23° 27ʹ (Lintang Selatan). Sedangkan deklinasi bulan (mail qomar) dapat mencapai maksimum 5° 8ʹ. (Murtadho, 2008:69). Muhyidin Khazin (2011:135) menyebutkan bahwa adanya deklinasi Matahari karena disebabkan adanya kemiringan bidang ekliptika terhadap ekuator.  
Abd Salam Nawawi (2010: 11) menyatakan bahwa lingkaran deklinasi adalah lingkaran yang ditarik dari kedua kutub langit dan memotong tegak lurus ekuator. Muhyiddin Khazin (2005: 20) juga menyebutkan bahwa lingkaran deklinasi merupakan lingkaran yang ditarik dari kutub utara langit ke kutub selatan langit melalui suatu benda langit, tegak lurus pada lingkaran ekuator langit. Lingkaran ini digunakan untuk pengukuran deklinasi suatu benda langit, yakni pengukurannya diukur sepanjang lingkaran deklinasi dari ekuator langit sampai suatu benda langit tersebut. Deklinasi diberi lambang δ (delta). Namun demikian, peristilahan peristilahan lingkaran deklinasi sebagai lingkaran yang ditarik dari kedua kutub langit dan memotong tegak lurus ekuator perlu ditinjau ulang. Hal ini mengingat bahwa deklinasi benda langit dalam peredaran hariannya dianggap tetap, sedangkan lingkaran yang ditarik dari kedua kutub langit dan tegak lurus ekuator, nilai deklinasinya berubah-ubah. Menurut Slamet Hambali, lingkaran deklinasi adalah identik dengan lingkaran edar benda langit yang sejajar dengan bidang ekuator.
Gambar Deklinasi
Keterangan :
1.      Garis Merah : Lingkaran Ekliptika
2.      Garis Biru : Lingkaran Ekuator Langit
3.      KES : Kutub Ekliptik Utara
4.      KES : Kutub Ekliptik Selatan
5.      KLS : Kutub Langit Selatan
6.      KLU : Kutub Langit Utara
7.      Y : Titik Aries
8.      α : Asensio Rekta
9.      δ : Deklinasi
10.  λ : Bujur Astronomis

Daftar Deklinasi Matahari Dalam Setahun[3]
Tanggal
Deklinasi Matahari
Tanggal
22 Desember
-          23° 30ʹ
22 Desember
21 Januari
-          20°
22 November
8 Februari
-          15°
3 November
23 Februari
-          10°
20 Oktober
8 Maret
-         
6 Oktober
21 Maret
23 September
4 April
+ 5°
10 September
16 April
+ 10°
28 Agustus
1 Mei
+ 15°
12 Agustus
23 Mei
+ 20°
24 Juli
21 Juni
+ 23° 30ʹ
21 Juni
Catatan : Dari daftar diatas terbukti bahwa deklinasi Matahari sama besarnya dalam dua hari dalam setahun, sebagai contoh : Pada tanggal 23 Februari dan 20 Oktober masing-masing dalam posisi deklinasi berada di -10°. Tanggal 23 Mei dan 24 Juli berada pada deklinasi +20°.
Asensio Rekta (Al-shu’ud al-Mustaqim / Mathali’ al-Baladiyah)
Asensio Rekta adalah busur sepanjang lingkaran ekuator yang dihitung dimlai dari titik Aries ke arah timur sampai ke titik perpotongan antara lingkaran ekuator dengan lingkaran deklinasi yang melalui benda langit. (Muhyidin Khazin, 2011:135). Biasanya dalam astronomi Asensio Rekta dilambangkan dengan α (alpha) dan diukur dengan ukuran dimulai dari 0° – 360° dengan awal perhitungannya adalah titik Aries 0° sebagai titik permulaan yang berimpit dengan titik 360°.
Gambar Asensio Rekta



Perhitungan Deklinasi & Asensio Rekta
       Fungsi koordinat equatorial adalah untuk menentukan deklinasi  dan asensio rekta. Deklinasi  dianggap bernilai positif apabila berada di utara ekuator langit dan negatif apabila berada di selatan ekuator langit. Nilai asensio rekta umumnya dinyatakan dalam waktu jam/hour (h), menit/ minute (m) dan detik/ second (s). Namun, nilai asensio rekta ini kadang perlu dikonversikan dalam bentuk derajat.
       Untuk mendapatkan nilai deklinasi  dan asensio rekta diperlukan nilai lintang ( dan bujur  ekliptika. Jean Meeus (1991:73) memformulasikan rumus untuk mendapatkan deklinasi  dan asensio rekta sebagai berikut :
              (1)
              (2)
dengan:
                               :    asensio rekta;
                           :    deklinasi, positif jika berada di utara ekuator langit, negatif jika di selatan;
                           :    Bujur ekliptika (atau langit), diukur dari vernal ekuinoks sepanjang ekliptika;
                          :    Lintang ekliptika (atau langit), positif jika di utara ekliptika, negatif jika di selatan;
                                :    kemiringan ekliptika, yaitu sudut antara ekliptika dan ekuator langit.



Contoh:
Diketahui Bintang Pollux (β-Gem) mempunyai bujur ekliptika (λ) = 113o12’56,2” dan lintang ekliptika (β) = 6o41’3,01”. Jika kemiringan ekliptika (ε) = 23o26’21,45”, tentukan nilai asensio rekta (α) dan deklinasinya (δ)
Penyelesaian:
Untuk menghitung nilai asensio rekta, digunakan rumus pada persamaan (1) yaitu:
tan α = -2,020777568
α = 116o19’44,1” atau 7h45m18,94s
Untuk menghitung nilai deklinasi, digunakan rumus pada persamaan (2) yaitu:
tan δ = 0,469875055
δ = 25o10’3,58”

Aplikasi Nilai Deklinasi & Asensio Rekta dalam Kehidupan Real (Nyata)
Dalam memahami istilah-istilah astronomi khususnya astronomi bola, akan lebih mengena manakala seseorang dapat contoh pemanfaatannya dalam kehidupan nyata sehari-hari. Dalam makalah ini, penulis mencoba untuk mengaplikasikan data deklinasi dan asensio untuk menghitung altitude (a) dan azimut (A) suatu bintang pada jam tertentu.
Contoh 1:
Pada tanggal 22 Desember 2010 pukul 21.30 LT (Local Time/waktu setempat), Cak Lontong yang berada di Lintang (ɸ) 5o LS ingin mengamati bintang Rigel dengan α = 5h 15m 3s dan δ = - 8o 11’ 23”.
Pertanyaan:
a)        Apakah bintang Rigel dapat diamati (nampak)?.
b)        Tentukan ketinggian/altitude (a) bintang Rigel
c)        Tentukan Azimut (A) bintang Rigel
d)       Dengan menggunakan teori segitiga bola, gambarkan posisi bintang Rigel dan buktikan jawaban soal b dan c.
Penyelesaian:
a)        Untuk mengetahui penampakan suatu Bintang, perlu dihitung Local Sidereal Time (LST) dan Hour Angle (HA).
Menghitung Local Sidereal Time (LST)
LST =    5h55m4,11s                                         
Menghitung HourAngle  (HA)
 22h 10m 1,11s  atau  -1h 49m 58,89s  (arah negatif)              
Bintang dapat diamati apabila: 0h < HA < 6h dan 18h < HA < 24h atau -6h < HA <6h
Jadi Tanggal 22 Desember 2010 Pukul 22.30 waktu setempat Bintang Rigel dapat diamati

b)   Menghitung Altitude (a)
HA dirubah dalam satuan derajat busur
HA (derajat busur) = HA (jam) x 15 = 22h10m1,11s x 15 = 332o30’16,6”
Jadi, altitude/ tinggi Bintang Rigel adalah 62o30’29,16”

c)        Menghitung Azimut (A)
 -6,988743595
A = -81o51’25,12” (kuadran IV) atau 98o8’34,88 (kuadran (II)
Jadi Bintag Rigel berada pada Azimut 98o8’34,88” (UTSB)



d)        Menggambar Bintang Rigel pada Bola Langit dan menghitung nilai altitute (a) dan Azimut (A) dengan Teori Segitiga Bola.
Gambar. 1. Posisi Bintang Rigel dalam bola langit
 

 
 





Segitiga bola PZR
PZ = r = 90o + ɸ = 90o + 5o
r = 95o
P = h = 360o - 332o30’16,6”
h = 27o29’43,4”
PR = z = 90o + δ = 90o + 8o11’23”
z = 98o11’23”
Menggunakan Rumus Cosinus
Cos p = cos r . cos z + sin r . sin z . cos P
Cos p = cos 95o . cos 98o11’23” + sin 95o . sin 98o11’23” . cos 27o29’43,4”
            = 0,8870762093
p = 27o29’30,84”
Dari gambar bola langit, altitude (a) = 90o – p
a = 90o – 27o29’30,84”
a = 62o30’29,16”
Jadi tinggi Bintang Rigel adalah 62o30’29,16”

Menggunakan Rumus Sinus
 =
Z = A dan P = nilai HA, sehingga:
Sin A =
Sin A =
Sin A = 0,989918079
A = 81o51’25,85” atau 98o8’34,15”
Sehingga Azimut (A) Rigel adalah sebesar 98o8’34,15”



Contoh 2 (Latihan):
Pada tanggal 22 April 2014, tim gabungan dari KBF, ASTROFISIKA dan PKU Ilmu Falak ingin mengamati hujan meteor Lyrid yang berada di rasi bintang Lyra. Dengan penuh semangat, tim gabungan menuju Observatorium Raud}atu al-jannah , Ngaliyan yang berada pada Lintang (ɸ) = 6o59’15” LS dan Bujur (λ) = 110o24’15” BT. Pengamatan dilakukan pada pukul 23.30 WIB menggunakan Teleskop HD-1, Binokuler Pasca dan Binokuler Mini Cak Lutfi. Sebagai acuan, bintang yang akan dibidik adalah α-Lyra yang memiliki asensiorekta (α) = 18h 37m26,462s dan deklinasi (δ) = 38o47’43,67”. 
a)      Apakah Bintang α-Lyra dapat diamati?
b)      Tentukan ketinggian/altitude (a) bintang α-Lyra
c)      Tentukan Azimut (A) bintang α-Lyra
d)     Dengan menggunakan teori segitiga bola, gambarkan posisi bintang α-Lyra pada bola langit dan buktikan jawaban soal b dan c.



DAFTAR PUSTAKA
Azhari, Susiknan, 2012, Ensiklopedia Hisab Rukyat, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hambali, Slamet, 2011, Ilmu Falak Penentuan Awal Waktu Shalat & Arah Kiblat Seluruh Dunia, Semarang : PPs Walisongo.
Khazin, Muhyidin, 2011, Ilmu Falak Dalam Teori Dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka.
Marsito, 1960, Kosmografi Ilmu Bintang, Jakarta : PT. Pembangunan.
Meeus, Jean, 1991, Astronomical Logarithms, Virginia: Willmann-Bell.
Murtadho, Moh, 2008, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN Malang Press.
Nawawi, Abd Salam, 2010, Ilmu Falak Cara Praktis Menghitung Waktu Shalat, Arah Kiblat Dan Awal Bulan, Sidoarjo: Aqaba.
Rochim, Abdur, 1983, Ilmu Falak, Yogyakarta : Liberty.
Villanueva, K.J., 1978, Pengantar Astronomi Geodesi, (Bandung : Departemen Geodesi ITB.




[1] Lingkaran vertikal menurut Susikan Azhari dalam Ensiklopedia Hisab Rukyahnya (2012: 134) adalah lingkaran pada permukaan bola langit yang menghubungkan titik zenith dan nadhir. Sedangkan Bola langit berputar pada sumbunya, sedangkan bidang horizon serta vertikalnya akan tetap pada tempatnya tetapi objek-objek langit terus bergerak melintas pada orbitnya masing-masing dengan membentuk lingkaran parallel. (Marsito, 1960: 31)   
[2] Vernal equinox disebut juga sebagai titik pertama aries yang merupakan perpotongan antara ekliptika dengan ekuator. Dalam bahasa Arab disebut sebagai al-I’tidal ar-Rabiiy atau Matallu min awwal al-haml. Di vernal equinox Matahari berpindah dari selatan ke utara ekuator disebabkan karena adanya gerak presesi, titik vernal equinox selalu bergeser ke Barat. Pada 200-300 tahun yang akan datang vernal equinox akan mencapai batas akuarius (sekarang masih di Pisces). Sedangkan yang dimaksud dengan autumnal equinox adalah salah satu titik perpotongan antara bidang ekliptika dan bidang ekuator. Matahari berada pada autumnal equinox ketika melewati ekuator langit dari utara ke selatan sekitar tanggal 23 September. Autumnal Equinox dalam bahasa Arab disebut al-I’itidal al-Kharify yang berarti titik musim semi. (Susiknan Azhari, Ensiklopedia Hisab Rukyat, Yogyakarta : Pusatak Pelajar, 2012 : 226 & 37)
[3] Data diambil dari buku Ilmu Falak karangan Abdur Rachim

2 komentar:

  1. terimakasih atas resume tentang tata koordinat koordinat yang sangat membantu untuk penjelasannya. tapi maaf untuk gambar penjelasnya tidak dapat terlihat. beberapa teman saya yang membukanya juga tidak dapat melihat gambar-gambar tersebut.

    BalasHapus
  2. Gambarnya kenapa ngga muncul, jdi gimana bisa tahu kesannya jadi ngambang artikel ini.

    BalasHapus